Jalan M. Syafe'i Blok P Nomor 30 Pontianak, Kalimantan Barat. Telp. (0561) 731059

Jumat, 03 Juni 2011

Tambang Emas Singkawang (4) Gincu dan Mesiu di Tambang Emas

Jika emas ditemukan, nasib pekerja tambang bisa berubah seketika. Setara dengan nyawa yang dipertaruhkan?


Muhlis Suhaeri / Angga Haksoro
31 Mei 2011 - 18:45 WIB

Dini hari, pukul 2 pagi. Ratusan perahu kelotok berjejal melintasi Sungai Enau dan Danau Serantangan di Sagatani. Beberapa perahu saling serempet. Bahkan ada perahu tenggelam karena tabrakan. Tak sampai membuat celaka. Penumpang bisa ditolong.

Ratusan penambang di Sagatani, lari ke Kota Singkawang. Sebagian memilih bertahan di lokasi penambangan. Mereka mendapat informasi dari aparat, siang hari akan ada operasi penertiban penambangan emas tanpa izin di Sagatani.

Mereka tinggal dua malam di rumah kos milik bos penambang di Kota Singkawang. Setelah itu balik lagi ke lokasi penambangan.

Siang hari, aparat keamanan gabungan melakukan razia. Saat aparat datang, penambang sudah kabur ke hutan. Aparat memukul bagian atas mesin dengan martil. Pukulan “pura-pura”. Bukan untuk menghancurkan.

Mesin rusak jika dipukul pada bagian tengah. Mesin tak bakal bisa dipakai lagi. Pukulan pura-pura hanya menghancurkan tutup mesin. Meski begitu, butuh uang Rp 300 ribu untuk mengganti tutup mesin.

Dalam beberapa kasus, operasi hanya menangkap bos tambang di lokasi. Saat bos tambang ditahan, para bos besar akan berkumpul dan menebusnya. Ada kekompakan di antara para bos besar. Berapa pun akan dibayar. Asal bisa bekerja dan beroperasi lagi.

Lingkaran setan dan kongkalikong para bos tambang dengan aparat, merupakan mata rantai yang tak pernah putus.

Humas Polda Kalimantan Barat, AKBP Mukson Munandar membantah jajarannya melindungi aktivitas penambangan liar.

“Pada prinsipnya giat penambangan emas tanpa izin melanggar undang-undang. Sudah sering jajaran Polda Kalbar melakukan penertiban. Kalau ada oknum anggota Polri yang terlibat tolong diinfokan. Kalau terbukti akan ditindak sesuai hukum,” ujar AKBP Mukson.

Parapenambang di Sagatani dan daerah lainnya, juga rentan diserang malaria. Hutan di sekitar lokasi, menjadi tempat ideal berkembangnya jentik nyamuk.

Selain diburu aparat dan penyakit, masalah lainnya adalah kehidupan malam para penambang. Di setiap lokasi penambangan, selalu ada kantin yang menyediakan berbagai makanan dan minuman. Ada bir, minuman keras tradisional, dan arak.

Di Sagatani, setiap kantin ada empat hingga lima perempuan. Mereka melayani dan berbaur dengan pengunjung. Untuk menyemarakkan suasana, tersedia televisi, tape recorder dan speaker besar. Alunan house music menemani pengunjung hingga larut malam.

Listrik menggunakan mesin diesel.

Tidak ada standar harga. Banderol minuman dan makanan bisa beda antara masing-masing bos. Tergantung siapa Anda. Bila Anda seorang bos tambang, secangkir kopi dan sekaleng bir, bisa seharga Rp 100 ribu. Padahal bila yang beli para penambang, paling harganya cuma Rp 30 ribu.

Kantin satu-satunya tempat hiburan bagi para penambang emas. Selain HP yang berisi gambar dan film porno. Ada kebanggaan saat para penambang mendapatkan gambar atau film porno bagus. Mereka saling berbagi dan memperlihatkan koleksi masing-masing.

Bila penambang pulang kampung, biasanya mampir dulu di Singkawang mencari hiburan. Kombinasi tempat karaoke, minuman keras, dan pekerja seks komersial, membuat mereka betah tinggal dua hingga tiga malam di Singkawang.

Adi Sulistyono punya pengalaman tersendiri selama kerja di tambang. Saat kerja di Indotani, Ketapang, dia bergelimang uang. Lokasi penambangan berupa hamparan pasir. Pondoknya diapit kantin. Pokoknya tak bisa tidur awal. Musik berdentum 24 jam. Non stop. Di Sagatani, musik hanya terdengar malam hari.

“Kita betah kerja di sana karena senang,” kata Adi. “Kalau tak senang, tak akan betah.”

Adi berfoya-foya saat dapat uang. Dia punya masalah pribadi. Adi frustasi setelah ayahnya meninggal dan ibunya kawin lagi. “Jadi aku hidup terserah sendiri,” katanya.

Di lokasi pertambangan di Ketapang ada 78 kantin. Setiap kantin dijaga lima hingga enam perempuan pelayan. Rata-rata berumur 17 sampai 18 tahun. Ada yang masih SMP.

Parapelayan kantin dapat uang dari selisih harga menjual minuman. Misalnya, bir dari pemilik kantin dihargai Rp 10 ribu, oleh pelayan dijual ke tamu seharga Rp 15 ribu. Ada selisih Rp 5 ribu.

Namun, dia harus menemani tamu agar minum terus. Semakin banyak minuman dijual, semakin banyak uang didapat. Adi pernah menghabiskan dua krat bir. Satu krat berisi 12 botol.

“Bila minum habis Rp 500 ribu, sudah ada cewek menunggu,” kata Adi.

Adaruang lesehan dengan dinding kayu berukuran empat kali enam meter. Ruangan itu digunakan untuk bercinta. Tak takut penyakit? “Kan pakai pengaman, Bang,” kata Adi sembari tersenyum. Ada kondom tersedia.

Adi mengatakan, tak semua teman seperti itu. Kalau pekerja tambang sudah punya dua atau tiga anak, biasanya tak bandel. Ada kebutuhan yang harus ditanggung.

Setelah kerja tujuh tahun, Adi pulang ke rumah tak bawa apa pun. Dia pulang hanya membawa bungkusan tas berisi baju dan celana!

Danau Serantangan dan Ancaman Merkuri

“Kita berharap dari pemerintah, membuat aturan bagi pertambangan rakyat,” kata Iwan Suaidi.

Iwan salah satu bos penambang di Sagatani. Menurut dia, pemerintah kurang membuka pekerjaan. Sehingga warga bekerja menjadi penambang emas. Selain itu, pemerintah tak pernah memberikan sosialisasi dampak tambang yang merusak lingkungan.

Iwan berharap, Pemerintah Kota Singkawang membangun sistem tambang rakyat. Hal itu memberikan pemasukan bagi daerah. Yang penting harus ada koordinator. Setiap bulan ditentukan berapa iuran atau pajak yang dikenakan terhadap pengusaha tambang. Sehingga para penambang bisa kerja tenang dan tidak diganggu.

“Kalau pun lokasi itu ditutup, saya akan cari lokasi lain,” kata Iwan.

Menanggapi pernyataan para penambang emas, Dwi Saputra, Kepala Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air, dan Energi Sumber Daya Mineral Kota Singkawang mengatakan, pemerintah tidak mengeluarkan izin pertambangan kecuali untuk tambang galian C: pasir, batu, dan lainnya.

Emas termasuk klasifikasi bahan tambang galian A. Ada keputusan menteri mengenai Izin Usaha Pertambangan (IUB). Menteri yang mengeluarkan peraturan dan izin tambang galian A. Mendapat izin galian A tidak mudah. Banyak syarat harus terpenuhi. Misalnya bekas areal tambang harus direklamasi ulang. Kalau Wilayah Penambangan Rakyat (WRP), yang mengeluarkan izin kepala daerah. Luasnya maksimal 25 hektare.

Ada beberapa perusahaan mengajukan izin, tapi tidak diberikan. Alasannya, berdasarkan tata ruang, Singkawang tidak mengakomodir tambang. Wilayah Singkawang sempit. Hanya 50,4 kilometer persegi. Perusahaan tambang butuh lahan ribuan hektare. Selain itu kegiatan tambang juga merusak lingkungan.

Menurut Dwi Saputra, berdasarkan aturan tata ruang Pemkot Singkawang, para penambang emas di Sagatani menyandang status penambang liar. “Sampai kapan pun mereka akan disebut illegal mining,” kata Saputra.

Dari sisi kelestarian lingkungan, apa yang dilakukan para penambang emas di Sagatani, berbahaya bagi lingkungan. Apalagi, lokasi tambang dekat Danau Serantangan.

Danau Serantangan merupakan tiga danau yang akhirnya menyatu karena proses alam. Luas danau sekitar 185 hektare. Masyarakat menyebutnya Danau Kaca Mata, karena bentuk danau seperti kaca mata. Danau Serantangan sumber air baku, sumber perikanan, dan pariwisata.

Di samping Danau Serantangan ada Sungai Enau yang menjadi pusat kegiatan penambangan emas. Pernah ada normalisasi Sungai Enau dan pembuatan tanggul. Normalisasi bertujuan memperlancar aliran air dari hulu sungai. Pembuatan tanggul untuk menahan banjir dan masuknya air dari Sungai Enau ke Danau Serantangan. Dana pembangunan dari Pemerintah Provinsi Kalbar.

Karena keterbatasan dana, antara tahun 2000-2009 tidak pernah ada normalisasi dan rehabilitasi Sungai Enau. Bahkan tanggul penahan banjir bocor di tiga titik. Dua titik karena faktor alam. Tanggul berada di tikungan sungai. Sedimentasi membuat tanggul semakin rendah dan ada kebocoran. Kebocoran lainnya karena sungai digunakan sebagai jalur transportasi penambang emas.

Parapenambang sering dirazia. Dalam setiap operasi selalu dapat barang bukti. Tapi orangnya tak ada. “Berarti razianya bocor. Barang bukti dibakar. Mereka selalu kembali,” kata Saputra.

Menurut Saputra, yang paling penting Pemkot Singkawang mengamankan Danau Serantangan agar tidak tercemar. Caranya dengan penyuluhan. Melibatkan semua elemen. Seperti polisi, tentara, Satpol PP, pejabat kecamatan, kelurahan, dan lainnya.

Profesi dasar para penambang adalah pekerja perkebunan dan pertanian. Tapi karena hasil emas lebih besar, mereka meninggalkan kebun dan lahan pertanian. Padahal, menambang hanya pekerjaan sesaat yang efek buruknya akan dirasakan sampai ke anak cucu.

“Mereka ambil enaknya saja. Tidak sadar, efek yang ditimbulkan dari illegal mining,” kata Saputra.

Mengubah prilaku tak semudah membalikkan telapak tangan. Menurut Saputra, penambangan emas tanpa izin dapat ditutup jika pemodal diberantas. “Pada prinsipnya, kita bahu membahu. Jangan sampai penambangan emas tanpa izin berkembang terus,” kata Saputra.

Banyak lokasi bekas penambangan emas di Singkawang yang ditinggalkan penambang, kondisinya memprihatinkan. Banyak kubangan dan tanah lapang berupa pasir. Tak ada tanaman sanggup tumbuh.

Hendrikus Adam, Kepala Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Barat mengatakan, di Sagatani dan sekitarnya, Danau Serantangan mestinya dapat menjadi objek wisata. Dengan adanya penambangan emas, kondisi Danau Serantangan kini terancam. Juga lingkungan dan kehidupan warganya.

Sekitar tahun 2008, Adam melihat tiang dan gardu listrik berdiri megah di Sagatani. Namun listrik hingga kini belum menerangi pemukiman warga.

”Kondisi itu begitu miris,” kata Adam.

Berdasarkan data penelitian terakhir di kantor Badan Lingkungan Hidup Kota Singkawang pada 2009, kondisi air di Danau Serantangan mengandung air raksa (merkuri) sekitar 0,020 Ppb. Untuk kadar baku air minum, maksimalnya 1 Ppb. Tapi untuk membuktikan apakah masyarakat sudah terpapar merkuri, harus dilakukan analisa di lapangan.

Kandungan merkuri harus dibuktikan secara ilmiah, tidak hanya dari air. Tapi juga biota dan masyarakat yang berada di sekitar Danau Serantangan. “Sejauh ini belum ada penelitian ke sana,” kata seorang staf BLH Kota Singkawang.

Tasman, Ketua Komisi C DPRD Kota Singkawang mengatakan, jika penambangan dihentikan harus ada solusinya. “Jangan selesaikan satu masalah, tapi timbulkan masalah baru,” kata Tasman. Komisi C DPRD Kota Singkawang mengurusi bidang pembangunan.

Menghentikan penambangan akan menyebabkan ribuan orang menganggur. Tapi kalau dibiarkan, lingkungan akan hancur. “Kita harus menangani secara bijak. Tapi jangan korbankan ekositem,” kata Tasman.

Belum adanya prosedur dan mekanisme penambangan emas membuat berbagai institusi atau pribadi mendapatkan keuntungan dari kegiatan ini. Aparat memanfaatkan hal itu untuk mencari uang. “Dana itu larinya ke mana? Tidak jelas,” ujar Tasman. (*)

Foto: VHRmedia/Muhlis Suhaeri

Sumber: http://www.vhrmedia.com/2010/detail.php?.e=2811

Rabu, 01 Juni 2011

Bumi Khatulistiwa Nangis Sambut SBY

Citizen Reporter
SBY Kunjungi Pontianak
Senin, 30 Mei 2011 20:45 WIB

Oleh : Hendrikus Adam
Walhi Kalimantan Barat

Kehadiran Presiden SBY bersama rombongan Senin 30 Mei 2011 disambut meriah oleh pemerintah daerah.

Hal ini ditandai dengan begitu maraknya pemasangan sejumlah material berupa baliho, spanduk dan sejenisnya berisi ucapan selamat datang diberbagai penjuru khususnya di sepanjang jalan Ahmad Yani.

Hal lain yang menandai fenomena ini adalah ketatnya penjagaan yang dilakukan oleh aparat bersenjata lengkap di setiap sudut kota sekitar pelaksanaan kegiatan.

Fenomena yang “mencolok” ini seringkali disuguhkan oleh setiap pemerintah di daerah manakala ada kunjungan pejabat negara.

Harus diakui seringkali penyambutan yang dilakukan terkadang “berlebihan” dan terkesan “dipaksakan”, padahal untuk efisiensi tidak selalu harus demikian.

Apa hubungannya kedatangan Presiden beserta Rombongan dan para Gubernur se-Indonesia di Pontianak? Apakah hanya sekedar menghadiri Hari Puncak Gotong Rotong Masyarakat dan Hari Gerak PKK semata, sebagaimana yang diberitakan?

Tanpa bermaksud mempersalahkan ritual penyambutan Presiden, tentunya menjadi harapan masyarakat banyak bahwa kehadiran SBY beserta rombongan tidak hanya sekedar menghadiri dua kegiatan di atas.

Masih begitu banyak persoalan masyarakat Kalimantan Barat yang perlu mendapat sentuhan dari pemerintah pusat.

Salah satu dari persoalan tersebut adalah besarnya potensi konflik sosial terkait pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang kemudian berimbas pada perampasan hak warga atas ruang kelolanya dan degradasi lingkungan.

Dengan demikian, hal ini butuh kepastian dan sikap jelas perlindungan pemerintah kepada hak-hak warganya atas kondisi lingkungan yang baik dan sehat sebagai bagian dari HAM.

Perampasan ruang kelola masyarakat melalui kebijakan perkebunan sawit skala besar yang saat ini menjadi kebijakan primadona pemerintah telah melahirkan sejumlah konsekuensi logis berupa terabaikannya hak-hak masyarakat untuk dapat melakukan akses maupun kontrol terhadap SDA secara maksimal.

Dalam banyak kasus di Kalimantan Barat, selain fenomena degradasi kondisi lingkungan, konflik sosial yang berujung pada kriminalisasi masyarakat seringkali terjadi.

Fenomena ini merubakan bagian dari catatan penting dari persoalan yang hadir dalam masyarakat yang kemudian berimbas pada berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Fenomena banjir, hilangnya sumber air bersih, perambahan ruang kelola dan pertanian warga, perampasan tanah warga, penghilangan fungsi hutan melalui kebijakan pembukaan hutan skala besar, konflik dan kriminalisasi warga, adalah sejumlah persoalan yang mengemuka dan terus berlangsung saat ini di Kalimantan Barat seiring dengan kebijakan pemerintah yang cenderung tunduk pada pemodal.

Atas nama kepentingan rakyat, hak warga atas tanah maupun ruang kelolanya pun dikorbankan.

Singkat kata, pemerintah selama ini cenderung memaksakan kehendak atas ruang investasi perkebunan skala besar yang diberikan kepada pemodal tanpa memeprhatikan aspek sosial dan lingkungan berkelanjutan secara serius.

Kebijakan pembukaan perkebunan skala besar (Sawit) di Kalimantan Barat hingga saat ini miasalnya, melalui izin yang dikeluarkan telah mencapai hampir empat juta hektar. Melebihi quota yang dialokasikan (1,5 juta Ha).

Fenomena inkonsistensi luasan peruntukan di sektor perkebunan sawit ini juga tidak terlepas dari bergulirnya otonomi daerah selama ini yang memberikan kewenangan lebih kepada pemerintah di daerah untuk memberikan legalitas.

Apalagi bila tidak disertai kontrol serius pihak legislative didaerah dan perwakilan pemerintah pusat di Kalimantan Barat.

Disamping memunculkan potensi persoalan tumpang tindih perizinan, juga membuka kran potensi korupsi dalam sektor pengelolaan SDA oleh pemerintah.

Besarnya potensi konflik SDA dan penyalaghunaan kewenangan yang dapat berujung pada korupsi di sektor pengelolaan SDA tersebut, maka peran Negara melalui pemerintah pusat menjadi harapan.

Disamping persoalan pengelolaan SDA di sektor pengembangan perkebunan sawit skala besar, upaya untuk mendongkrak sumber energi dari nuklir melalui rencana kebijakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) saat ini juga sedang giat-giatnya di promosikan oleh Pemerintah Indonesia.

Atas rencana ini para promotor PLTN telah menetapkan sejumlah tempat untuk dikembangkan sebagai tapak PLTN di Indonesia.

Semenanjung Muria, selanjutnya Bangka Belitung menjadi target utama selama ini untuk dijadikan lokasi pembangunan PLTN di Indonesia sekalipun masih belum bisa di realisasikan karena sikap keras warga yang menolak dan bahkan hingga memfatwa haram rencana PLTN.

Penolakan yang keras dari berbagai elemen masyarakat dengan basis argumentasi yang kuat ini menjadi pertimbangan bagi pemerintah Indonesia, sehingga dengan demikian berbagai tempat lainnya sangat mungkin dijadikan lokasi target pembangunan PLTN berikutnya.

Provinsi Kalimantan Barat khususnya dan pulau Kalimantan umumnya, adalah bagian dari wilayah target pengembangan energi berbahaya tersebut (PLTN).

Alas pikir pengembangan PLTN tersebut karena diindikasikan sebagai kawasan yang aman dari potensi bencana alam dan memiliki bahan mentah (Uranium).

Sejauh ini pemerintah daerah Kalimantan Barat membuka diri dengan wacana pengembangan PLTN, namun disayangkan sikap ”wellcome” pemerintah daerah selama ini hanya sepihak.

Terlebih sejauh ini juga, belum ada penjelasan resmi pemerintah daerah Kalbar berkenaan dengan wacana pembangunan PLTN di daerah ini. Padahal sikap transparan sebagai wujud dari tata pemerintahan yang baik mestinya menjadi semangat bagi pemerintah daerah dalam menggalakkan kebijakan pembangunan bila memang sungguh diarahkan untuk kepentingan publik.

Sikap ”tertutup” ini harusnya tidak perlu terjadi bila pemerintah memiliki niat baik untuk memberikan yang terbaik bagi warganya.

Bagaimanapun kebijakan pengembangan PLTN di Indonesia umumnya dan di Kalimantan Barat khususnya bukan sebuah prioritas, bukan pilihan bijak. Bukan juga sebuah jawaban atas fenomena krisis energi (listrik) yang seringkali dijadikan sebagai alasan klasik.

Karena pada kenyataannya, maish terlalu banyak potensi energi terbarukan lainnya (panas bumi, air, angin, surya) yang sangat mungkin dikembangkan namun belum ada upaya maksimal yang serius dilakukan.

Berkaca dari berbagai bencana nuklir (PLTN) diberbagai belahan dunia yang mampu memberikan dampak negatif yang luar biasa terhadap kehidupan, maka menjadi penting dan mendesak bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi dan memikirkan langkah bijak yang tidak memiliki resiko besar.

Tidak ada jaminan bahwa pengembangan PLTN akan berjalan mulus dan bebas dari bencana, sekalipun berada di daerah yang diidentifikasi sebagai kawasan yang aman dari bencana alam.

Kecelakaan fatal karena berbagai faktor (lalai, kecelakaan, kesengajaan) sangat mungkin terjadi, sehingga pilihan pengembangan PLTN merupakan bagian dari kebijakan yang terlalu di paksakan dan beresiko besar.

Berkaca dari uraian diatas, maka hadirnya kepala negara beserta rombongan di Pontianak tidak akan memberi manfaat besar bila hanya sekedar menghadiri kedua acara seremonial tersebut diatas semata.

Kehadiran Presiden SBY bersama rombongan diharapkan dapat mengakomodir berbagai persoalan yang dihadapi warga Kalimantan Barat. Kebijakan pengembangan perkebunan kelapa sawit skala besar di dan rencana pembangunan PLTN disamping berbagai persoalan sosial lain, kiranya penting mendapat perhatian serius pemerintah.

Kebijakan pembukaan perkebunan sawit skala besar terlalu banyak memberikan dampak destruktif bagi warga Kalimantan Barat khususnya karena dengan sendirinya menghilangkan hak kelola dan menjadikan warga bukan sebagai tuan, melainkan buruh.

Disamping itu dengan demikian akses warga untuk menghasilkan sumber pangan juga akhirnya terbatas, karena sebagian besar ruang kelola diserahkan secara sepihak kepada pemodal melalui kepala daerah.

Persoalan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) juga menjadi fenomena yang tidak terpisahkan dari kebijakan yang cenderung eksploitatif dan ”tunduk” pada pemodal ini.

Demikian juga halnya rencana kebijakan pembangunan PLTN oleh pemerintah yang terlalu berbahaya bagi keselamatan hidup dan kehidupan. Bencana Chernobyl tahun 1986 di Ukraina dan bencana meledaknya PLTN Fukushima Daichii di Jepang

Tahun 2011 hendaknya dapat menjadi catatan penting pemerintah atas rencana pembangunan PLTN. Terlebih untuk saat ini pemeirntah Jepang dan sejumlah negara maju telah memikirkan untuk menghentikan pengembangan PLTN di negara mereka.

Sementara pemerintah Indonesia yang masih memiliki banyak keterbatasan terkesan ’ngotot’ dan memaksakan diri uttuk terus maju dengan rencana pengembangan PLTN.

Dengan demikian, hadirnya Presiden SBY bersama rombongan bagi warga Kalbar tentunya diharapkan dapat menjadi angin sejuk terutama bagaimana kemudian dapat memberikan perhatian serius atas berbagai persoalan sosial dan persoalan lingkungan.

Presiden SBY beserta rombongan diharapkan dapat melakukan intervensi terhadap kebijakan pengembangan perkebunan sawit skala besar dan rencana pembangunan PLTN di Indonesia.

Kepala negara beserta segenap lini pemeritahan hingga ke daerah diharapkan tidak gampang tunduk pada pemodal.

Hentikan berbagai potensi konflik SDA di Kalimantan Barat dengan melakukan evaluasi serius atas kebijakan perkebunan sawit dan hentikan kebijakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

Editor : Marlen Sitinjak
Sumber : Tribun Pontianak
http://pontianak.tribunnews.com/2011/05/30/alam-khatulistiwa-nangis-sambut-sby