Pembangunan investasi perkebunan monokultur dengan dalih untuk memberikan kesejahteraan namun berbuah “petaka” karena justeru merugikan bagi rakyat seperti konflik penyerobotan lahan maupun tanah warga dan pencemaran sumber air adalah fenomena yang tidak asing di republik ini. Warga Desa Noyan dan sekitarnya di Kabupaten Sanggau adalah suatu komunitas masyarakat Dayak Bisonu’-Bemate’ yang juga bagian dari anak negeri, namun harus menelan pil pahit sebagai akibat dari pembukaan investasi yang hanya menguntungkan pihak tertentu semata.
Desa Noyan sendiri terdiri dari tiga dusun yakni; Dusun Noyan yang meliputi Kampung Kojup dan Plaman Noyan, Entubu dan Krosik. Sumber pencaharian warga Noyan pada umumnya sebagai peladang, petani karet, pedagang, dan ada juga yang bekerja di perkebunan sawit.
Berbagai persoalan di Desa Noyan terkait dengan keberadaan perkebunan sawit di daerah tersebut tidak dapat terhindari. Salah satu perusahaan perkebunan Sawit yang ada di daerah ini adalah PT. Mitra Karya Sentosa (MKS) anak perusahaan Surya Dumai Gropus. Berdasarkan hasil penelusuran lapangan dan laporan warga setempat, sejumlah fakta lapangan sebagai akibat dari pembukaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit di daerah tersebut bahwa diantaranya; 1) Air Sungai Noyan sejak tahun 2009 mulai keruh dan bahkan kini rawan banjir karena kawasan hutan sebagai penyangga sudah dibabat, 2) tanah warga di serobot tanpa pemisi yang pada akhirnya hanya dihargai seadanya. Bahkan masih ada tanah warga yang diserobot namun belum di GRTT (Ganti Rugi Tanam Tumbuh), 3) telah terjadi tumpang tindih lahan perkebunan, 4) terjadi gejolak dan kerawanan sosial di tingkatan masyarakat dan bahkan konflik antar keluarga, 5) masyarakat resah dengan kehadiran aparat keamanan (brimob) yang menjadi alat perusahaan untuk mengamankan proses penggarapan dan pembebasan lahan.
Dalam prakteknya, pihak perusahaan malah menggunakan masyarakat lokal yang pro perkebunan untuk mendukung pembebasan lahan masyarakat.
Berbagai persoalan di Desa Noyan terkait dengan keberadaan perkebunan sawit di daerah tersebut tidak dapat terhindari. Salah satu perusahaan perkebunan Sawit yang ada di daerah ini adalah PT. Mitra Karya Sentosa (MKS). Berdasarkan hasil FGD bersama warga, sejumlah fakta yang didapati sebagai akibat dari pembukaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit di daerah tersebut bahwa; 1) Air Sungai Noyan sejak tahun 2009 mulai keruh dan rawan banjir karena kawasan hutan sebagai penyangga sudah dibabat, 2) tanah warga di gusur tanpa pemisi dan pada akhir nya di hargai seadanya (bahkan ada yang belum di GRTT), 3) telah terjadi tumpang tindih lahan perkebunan, 4) terjadi gejolak dan kerawanan sosial di tingkatan masyarakat dan bahkan permusuhan antar keluarga, 5) masyarakat resah dengan kehadiran aparat keamanan (brimob) yang menjadi alat perusahaan untuk mengamankan proses penggarapan dan pembebasan lahan, 6) pihak perusahaan menggunakan masyarakat lokal yang pro perkebunan untuk mendukung pembebasan lahan masyarakat.
Dibalik berbagai persoalan tersebut, masyarakat di Desa Noyan masih berada dalam posisi yang lemah. Mereka disatu sisi tidak pernah mendapatkan informasi yang utuh mengenai sejumlah dampak investasi di daerahnya. Bahkan masyarakat setempat tidak mengetahui banyak soal keberadaan PT. MKS yang beroperasi di daerah mereka. Mereka juga tidak berdaya disaat perusahaan menggusur tanah mereka tanpa permisi.
Kondisi kebun juga tampak kurang terawat, dan hal demikian di akui warga. Disamping itu, masyarakat setempat merasa tidak pernah dilibatkan atas hadirnya perusahaan ini. Tidak melibatkan semua unsur. Berdasarkan informasi dilapangan bahwa izin PT. MKS dan PT. Bumi Tata Lestari (BTL) di Sei Daun tumpang tindih. Masyarakat juga menilai bahwa hadirnya PT. MKS tidak memberi kontribusi bagi masyarakat setempat. Yang ada justeru merugikan. Hutan masyarakat dibabat dan tanah di serobot tanpa permisi.
Disamping PT. MKS yang baru hadir di daerah Noyan dan sekitarnyasekitar tahun 2008/2009, juga terdapat PT. Global yang masuk sejak tahun 2005, PT. SISU (Sepanjang Inti Surya Utama) masuk tahun 2006/2007, PT. Semai Lestari (SL) dan PT. Bumi Tata Lestari (BTL) di tahun 2009. Persoalan tumpang tindih pengelolaan kawasan semakin di perparah dengan upaya eksplorasi yang dilakukan PT. Kendawangan Putra Abadi (sebuah perusahaan pertambangan) yang akan menggunakan areal kawasan PT. Mitra Karya Sentosa (MKS) sebagai kawasan konsesi.
Pemerintah daerah dan semua pihak terkait yang berniat baik dan memiliki tanggungjawab hendaknya memperhatikan persoalan yang dihadapi warga Noyan. Tercemarnya Sungai Noyan dan Sungai di Dusun Mayan mengancam kehidupan warga atas akses sumber air bersih bagi warga. Aparat kepolisian (brimob) yang hadir untuk perusahaan telah meresahkan warga. Pihak keamanan dan pihak terkait lainnya, khususnya Kapolda Kalimantan Barat hendaknya menarik aparat yang dianggap telah meresahkan dan membuat warga merasa trauma.
Disampaikan oleh Hendrikus Adam, Kadiv Riset dan Kampanye Walhi Kalimantan Barat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar