Minggu, 29/08/2010/pk/20:00
Pontianak, Indowarta
Warga Desa Semunying Jaya Kabupaten Bengkayang kembali menegaskan penolakan mereka terhadap perusahaan perkebunan sawit. Mereka menganggap sawit tidak sesuai dengan budaya kehidupan mereka yang turun temurun lebih familiar dengan karet. Dan kehadiran perkebunan sawit ini telah membabat 14.000 hektar hutan dan tanaman karet masyarakat Semunying Jaya, termasuk di dalamnya 1.420 hektar hutan adat.
Penegasan ini disampaikan oleh Kepala Desa Semunying Jaya Momonus, Ketua BPD Desa Semunying Jaya Nuh Rusmanto, Sekretaris Desa Semunying Jaya Abulipah dan Wakil Ketua BPD Desa Semunying Jaya Jamaludin, dalam sebuah pers release di Pontianak, Minggu (29/8), setelah adanya tayangan di salah satu stasiun TV swasta yang menggambarkan bahwa Desa Semunying Jaya telah sejahtera berkat masuknya perkebunan sawit.
Momonus mengatakan pihaknya sangat menyayangkan suguhan informasi dalam tayangan tersebut. ”Tayangan ini berpotensi menimbulkan konflik baru, karena telah menutupi realitas kondisi sosial masyarakat Desa Semunying Jaya yang sesungguhnya. Seolah-olah kami menerima program sawit itu. Padahal kenyataannya justru kami sudah seringkali menolak masuknya perkebunan sawit ke wilayah kami,” paparnya dihadapan sejumlah awak media.
”Sebagai Kades saya tahu situasi maupun kondisi masyarakat kami disana. Apa yang disebutkan telah sejahtera, itu tidak benar. Kenyataannya saat ini sekitar 99% masyarakat Desa Semunying Jaya masih miskin. Semenjak masuknya PT Ledo Lestari, banyak kasus belum tuntas hingga hari ini. Bahkan kami juga tidak pernah mengadakan ritual adat yang merestui pembukaan hutan untuk areal perkebunan PT Ledo Lestari,” urainya kembali. Sejatinya, para aparat desa Semunying Jaya ini juga meminta agar ada klarifikasi atas tayangan yang dianggap tidak menggambarkan realita sesungguhnya tersebut.
Menurutnya, warga Semunying Jaya tidak ada yang bekerja di perusahaan sawit, rata-rata bekerja sebagai petani, peladang, berburu di hutan, nelayan dan beberapa ada yang menjadi guru. Penghasilan rata-rata Rp 300.000 – Rp 400.000/bulan. ”Dari hasil menoreh karet, rata-rata kami bisa menghasilkan 5 kg/hari dengan harga jual Rp 13.000/kg,” katanya.
Sementara itu, aktivis Uplink Kalbar Tomo mengatakan yang perlu diperangi bukan hanya PT Ledo Lestari, karena itu hanya merupakan anak perusahaan yang berinduk pada PT Duta Palma Group. “Di Bengkayang saja ada 6 anak perusahaan Duta Palma, dan hampir semua anak perusahaan Duta Palma bermasalah. Ambil saja contoh permasalahan karyawan yang keseluruhan adalah buruh lepas harian atau outsourcing yang sewaktu-waktu bisa dipecat tanpa ada pesangon,” ungkapnya.
Ia menambahkan, terkait masalah perijinan, PT Ledo Lestari sendiri belum memiliki hak guna usaha (HGU) atas lahan, namun mereka sudah melakukan penebangan hutan (land clearing). “Jadi jelas-jelas PT Ledo Lestari telah melakukan illegal Logging. Kita bisa hitung berapa kerugian negara atas kayu-kayu yang ditebang tersebut. Belum lagi pembukaan lahan yang menggunakan sistem pembakaran yang menimbulkan asap,” tutur pria berperawakan gempal ini.
Sementara itu Jamaludin menyayangkan kepemimpinan Bupati Bengkayang periode 2005-2010 yang gagal membuat Perda tentang perlindungan hutan adat. Ia mengatakan sudah seringkali melawan dan mengkritisi terkait masalah ini, bahkan sampai bupati turun belum juga mampu membuat Perda tentang Hutan Adat.
”Mustahil seorang bupati tidak mengetahui permasalahan kasus PT Ledo Lestari ini. Hal ini hanya membuat dugaan masyarakat semakin kuat, bahwa beliau mempunyai saham diperusahaan tersebut,” ujarnya.
Sedangkan DPRD Kabupaten Bengkayang, menurut Abulipa, belum ada tanggapan sama sekali msekipun sudah diberikan tembusan kasus ini. ”Dalam penyelesaian secara formal maupun rapat-rapat membahas masalah ini, Pemkab Bengkayang tidak pernah mengundang dan melibatkan DPRD Bengkayang,” sesalnya. Abulipah juga menyayangkan belum adanya kejelasan atas kasus ini, meskipun sudah beberapa kali diadukan ke Polres Bengkayang. (fai)
Sumber:
http://www.indowarta.com/index.php?option=com_content&view=article&id=9769:warga-semunying-jaya-tetap-tolak-sawit&catid=137:kalimantan-barat&Itemid=364
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar