Jalan M. Syafe'i Blok P Nomor 30 Pontianak, Kalimantan Barat. Telp. (0561) 731059

Sabtu, 14 Agustus 2010

Transparansi Kepala Daerah Kelola Hutan

LINDUNGI HUTAN - (Ada Poto) Aktivis Greenpeace, Walhi dan AMAN Kalbar melakukan aksi damai di kebun sawit kawasan Taman Nasional Danau Sentarum untuk melindungi hutan dan lahan gambut dari kerusakan episode 2009 lalu.
TELAH 68 hari Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan melayangkan surat "khusus" kepada para gubernur. Sepanjang waktu itu surat belum terbalas.


Surat Menhut Nomor S95/Menhut-IV/2010 tertanggal 25 Februari 2010, berisi permintaan kepada gubernur untuk menginventarisasi pelanggaran kawasan hutan, baik akibat perkebunan maupun pertambangan.

Menhut juga minta gubernur melaporkan tindakan yang diambil dua bulan setelah menerima surat. Laporan wajib ditembuskan ke Kementerian Lingkungan Hidup, Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Mafia Hutan yang masuk tim gabungan penegakan hukum kehutanan.

Namun, hingga Senin (3/5), belum satu pun gubernur membalas. Ada apa dengan gubernur negeri ini? Semoga hanya masalah administratif, bukan terkait mata rantai mafia hutan.

Tak lama lagi, tim gabungan penegakan hukum kehutanan turun lapangan untuk menghimpun bukti pelanggaran kawasan hutan. Jika ada kepala daerah membangkang pelaporan pelanggaran hukum kehutanan, dijadikan "temuan" tim.

Sikap lamban gubernur menjadi "aneh," di tengah gencarnya kampanye pemberantasan mafia hukum, khususnya di bidang kehutanan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan telah mengobarkan perang terhadap 9 mafia yang disebut big fish.

Anomali komunikasi pejabat daerah-pusat ini, patut didalami manakala mengristal kelambanan sikap sama di tingkat pejabat bupati. Khususnya, dalam membantu rakyat memperoleh izin hak pengelolaan hutan tanaman rakyat (HTR)

HTR merupakan program andalan Kemenhut yang melibatkan masyarakat untuk menanami hutan dengan tanaman bernilai ekonomi. Targetnya, seluas 2,5 juta hektare sampai 2014. Kemenhut mencadangkan 480 ribu hektare dari target 500 ribu hektare kawasan hutan produksi untuk program HTR tahun ini.

Sayang, hingga kini bupati baru menerbitkan izin 60 ribu hektare. Akselerasi penerbitan izin pengelolaan HTR oleh masyarakat, kelompok tani atau koperasi ini, diplot di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Papua.

Menghadapi "stagnasi" sikap kepala daerah ini, Menhut minta bantuan Mendagri Gamawan Fauzi agar menginstruksikan bupati secepatnya memproses izin pengelolaan HTR. Ada apa, dan mengapa bupati dan gubernur bersikap "lamban"?
Hutan Kalbar Kritis
Pertanyaan besar yang wajib diungkap ke publik. Komisi IV DPR yang membidangi pertanian, perkebunan, perikanan, kelautan, kehutanan, dan pangan, patut menggunakan fungsi pengawasannya.

Mendata sahih sekaligus menyelamatkan hutan saat ini, adalah keniscayaan. Wajib diingat, negeri kita yang menempati urutan kelima dari 10 negara berhutan luas di dunia, masuk ranking dua laju kerusakan hutan tertinggi di muka bumi.

Laju kerusakan hutan Indonesia mencapai 1,87 juta hektare selama 2000-2005. Kerusakan ini tak hanya mengancam harta hutan yang bisa dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, tetapi sekaligus mengancam masa depan dan kesinambungan hidup anak cucu kita.

Kerusakan hutan senantiasa berdampak buruk terhadap ekosistem semesta alam. Perubahan iklim dan pemanasan global, adalah akibat sekaligus ancaman kehidupan manusia di dunia saat ini.

Fenomena ini juga melanda hutan Bumi Khatulistiwa. Dari 9,176 juta hektare lahan hutan Kalbar, sekitar 2,1 juta hektare kritis. Laju kerusakan hutan Kalbar mencapai 165 ribu hektare per tahun, atau 23 kali luas lapangan sepakbola per jam.

Masihkah kita bangga menebangi hutan sekehendak hati? Masihkah kita bangga menerbitkan izin perkebunan sawit tanpa mengindahkan keseimbangan alam? Masihkah kita tutup mata tak menegakkan hukum atas illegal logging, illegal mining?

Jika ya jawabannya, cepat atau lambat kita akan menjadi Gayus kesekian. Penyesalan selalu datang belakangan. Hentikan menimbun harta haram yang mengancam kehidupan masa mendatang.

Seharusnya kita bisa memetik hikmah dugaan keterlibatan pejabat publik, termasuk dua pejabat tinggi Mabes Polri dalam mafia kehutanan. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum sedang menindaklanjuti kasus ini yang diduga merugikan negara Rp 2,8 triliun.

Menyembunyikan uang haram di era kini, sulit dilakukan. Jika kita tidak takut Tuhan, petugas Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan mudah melacak. Haruskah kita menghabiskan masa tua di bui?

Tidakkah kita malu mendapat gelar koruptor? Atau ikhlaskah jika harkat dan martabat sebagai pejabat amanah hancur? Mari, selamatkan dan manfaatkan hutan sesuai kaidah alam.

sumber: tribun pontianak edisi cetak
editor: alb

Sumber:
http://www.tribunpontianak.co.id/read/artikel/9409

Tidak ada komentar: