Jalan M. Syafe'i Blok P Nomor 30 Pontianak, Kalimantan Barat. Telp. (0561) 731059

Selasa, 31 Mei 2011

Seruan Walhi Kepada Presiden

PONTIANAK, Kalbarinfo - Kehadiran Presiden SBY bersama rombongan hari ini (30 Mei 2011) disambut meriah oleh pemerintah daerah. Hal ini ditandai dengan begitu maraknya pemasangan sejumlah material berupa baliho, spanduk dan sejenisnya berisi ucapan selamat datang diberbagai penjuru khususnya di sepanjang jalan Ahmad Yani. Hal lain yang menandai fenomena ini adalah ketatnya penjagaan yang dilakukan oleh aparat bersenjata lengkap di setiap sudut kota sekitar pelaksanaan kegiatan.
Fenomena yang “mencolok” ini seringkali disuguhkan oleh setiap pemerintah di daerah manakala ada kunjungan pejabat negara. Harus diakui seringkali penyambutan yang dilakukan terkadang “berlebihan” dan terkesan “dipaksakan”, padahal untuk efisiensi tidak selalu harus demikian. Apa hubungannya kedatangan Presiden beserta Rombongan dan para Gubernur se-Indonesia di Pontianak? Apakah hanya sekedar menghadiri Hari Puncak Gotong Rotong Masyarakat dan Hari Gerak PKK semata, sebagaimana yang diberitakan? , ungkap aktivis Walhi Kalbar, Hendrikus Adam melalui pesan elektronik kepada Kalbarinfo, kemarin.

Ia mengatakan tentunya menjadi harapan masyarakat banyak bahwa kehadiran SBY beserta rombongan tidak hanya sekedar menghadiri kedua kegiatan diatas. Masih begitu banyak persoalan masyarakat Kalimantan Barat yang perlu mendapat sentuhan dari pemerintah pusat. Salah satu dari persoalan tersebut adalah besarnya potensi konflik sosial terkait pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang kemudian berimbas pada perampasan hak warga atas ruang kelolanya dan degradasi lingkungan. Dengan demikian, hal ini butuh kepastian dan sikap jelas perlindungan pemerintah kepada hak-hak warganya atas kondisi lingkungan yang baik dan sehat sebagai bagian dari HAM.

Perampasan ruang kelola masyarakat melalui kebijakan perkebunan sawit skala besar yang saat ini menjadi kebijakan primadona pemerintah telah melahirkan sejumlah konsekuensi logis berupa terabaikannya hak-hak masyarakat untuk dapat melakukan akses maupun kontrol terhadap SDA secara maksimal. “Dalam banyak kasus di Kalimantan Barat, selain fenomena degradasi kondisi lingkungan, konflik sosial yang berujung pada kriminalisasi masyarakat seringkali terjadi. Fenomena ini merubakan bagian dari catatan penting dari persoalan yang hadir dalam masyarakat yang kemudian berimbas pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Fenomena banjir, hilangnya sumber air bersih, perambahan ruang kelola dan pertanian warga, perampasan tanah warga, penghilangan fungsi hutan melalui kebijakan pembukaan hutan skala besar, konflik dan kriminalisasi warga, adalah sejumlah persoalan yang mengemuka dan terus berlangsung saat ini di Kalimantan Barat seiring dengan kebijakan pemerintah yang cenderung tunduk pada pemodal”, ucapnya.

Atas nama kepentingan rakyat, dikatakan Hendrikus Adam hak warga atas tanah maupun ruang kelolanya pun dikorbankan. “Pemerintah selama ini cenderung memaksakan kehendak atas ruang investasi perkebunan skala besar yang diberikan kepada pemodal tanpa memeprhatikan aspek sosial dan lingkungan berkelanjutan secara serius”, terangnya.

Kebijakan pembukaan perkebunan skala besar (Sawit) di Kalimantan Barat hingga saat ini miasalnya, melalui izin yang dikeluarkan telah mencapai hampir empat juta hektar. Melebihi quota yang dialokasikan (1,5 juta Ha). Fenomena inkonsistensi luasan peruntukan di sektor perkebunan sawit ini juga tidak terlepas dari bergulirnya otonomi daerah selama ini yang memberikan kewenangan lebih kepada pemerintah di daerah untuk memberikan legalitas. Apalagi bila tidak disertai kontrol serius pihak legislative didaerah dan perwakilan pemerintah pusat di Kalimantan Barat. Disamping memunculkan potensi persoalan tumpang tindih perizinan, juga membuka kran potensi korupsi dalam sektor pengelolaan SDA oleh pemerintah. Besarnya potensi konflik SDA dan penyalaghunaan kewenangan yang dapat berujung pada korupsi di sektor pengelolaan SDA tersebut, maka peran Negara melalui pemerintah pusat menjadi harapan.

Disamping persoalan pengelolaan SDA di sektor pengembangan perkebunan sawit skala besar, upaya untuk mendongkrak sumber energi dari nuklir melalui rencana kebijakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) saat ini juga sedang giat-giatnya di promosikan oleh Pemerintah Indonesia. Atas rencana ini para promotor PLTN telah menetapkan sejumlah tempat untuk dikembangkan sebagai tapak PLTN di Indonesia. Semenanjung Muria, selanjutnya Bangka Belitung menjadi target utama selama ini untuk dijadikan lokasi pembangunan PLTN di Indonesia sekalipun masih belum bisa di realisasikan karena sikap keras warga yang menolak dan bahkan hingga memfatwa haram rencana PLTN. Penolakan yang keras dari berbagai elemen masyarakat dengan basis argumentasi yang kuat ini menjadi pertimbangan bagi pemerintah Indonesia, sehingga dengan demikian berbagai tempat lainnya sangat mungkin dijadikan lokasi target pembangunan PLTN berikutnya.

Provinsi Kalimantan Barat khususnya dan pulau Kalimantan umumnya, adalah bagian dari wilayah target pengembangan energi berbahaya tersebut (PLTN). Alas pikir pengembangan PLTN tersebut karena diindikasikan sebagai kawasan yang aman dari potensi bencana alam dan memiliki bahan mentah (Uranium). Sejauh ini pemerintah daerah Kalimantan Barat membuka diri dengan wacana pengembangan PLTN, namun disayangkan sikap ”wellcome” pemerintah daerah selama ini hanya sepihak. Terlebih sejauh ini juga, belum ada penjelasan resmi pemerintah daerah Kalbar berkenaan dengan wacana pembangunan PLTN di daerah ini. Padahal sikap transparan sebagai wujud dari tata pemerintahan yang baik mestinya menjadi semangat bagi pemerintah daerah dalam menggalakkan kebijakan pembangunan bila memang sungguh diarahkan untuk kepentingan publik. Sikap ”tertutup” ini harusnya tidak perlu terjadi bila pemerintah memiliki niat baik untuk memberikan yang terbaik bagi warganya.

Bagaimanapun kebijakan pengembangan PLTN di Indonesia umumnya dan di Kalimantan Barat khususnya bukan sebuah prioritas, bukan pilihan bijak. Bukan juga sebuah jawaban atas fenomena krisis energi (listrik) yang seringkali dijadikan sebagai alasan klasik. Karena pada kenyataannya, maish terlalu banyak potensi energi terbarukan lainnya (panas bumi, air, angin, surya) yang sangat mungkin dikembangkan namun belum ada upaya maksimal yang serius dilakukan. Berkaca dari berbagai bencana nuklir (PLTN) diberbagai belahan dunia yang mampu memberikan dampak negatif yang luar biasa terhadap kehidupan, maka menjadi penting dan mendesak bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi dan memikirkan langkah bijak yang tidak memiliki resiko besar. Tidak ada jaminan bahwa pengembangan PLTN akan berjalan mulus dan bebas dari bencana, sekalipun berada di daerah yang diidentifikasi sebagai kawasan yang aman dari bencana alam. Kecelakaan fatal karena berbagai faktor (lalai, kecelakaan, kesengajaan) sangat mungkin terjadi, sehingga pilihan pengembangan PLTN merupakan bagian dari kebijakan yang terlalu di paksakan dan beresiko besar.

Hadirnya kepala negara beserta rombongan di Pontianak tidak akan memberi manfaat besar bila hanya sekedar menghadiri kedua acara seremonial tersebut diatas semata. Kehadiran Presiden SBY bersama rombongan diharapkan dapat mengakomodir berbagai persoalan yang dihadapi warga Kalimantan Barat. Kebijakan pengembangan perkebunan kelapa sawit skala besar di dan rencana pembangunan PLTN disamping berbagai persoalan sosial lain, kiranya penting mendapat perhatian serius pemerintah.

Kebijakan pembukaan perkebunan sawit skala besar terlalu banyak memberikan dampak destruktif bagi warga Kalimantan Barat khususnya karena dengan sendirinya menghilangkan hak kelola dan menjadikan warga bukan sebagai tuan, melainkan buruh. Disamping itu dengan demikian akses warga untuk menghasilkan sumber pangan juga akhirnya terbatas, karena sebagian besar ruang kelola diserahkan secara sepihak kepada pemodal melalui kepala daerah. Persoalan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) juga menjadi fenomena yang tidak terpisahkan dari kebijakan yang cenderung eksploitatif dan ”tunduk” pada pemodal ini. Demikian juga halnya rencana kebijakan pembangunan PLTN oleh pemerintah yang terlalu berbahaya bagi keselamatan hidup dan kehidupan. Bencana Chernobyl tahun 1986 di Ukraina dan bencana meledaknya PLTN Fukushima Daichii di Jepang 2011 hendaknya dapat menjadi catatan penting pemerintah atas rencana pembangunan PLTN. Terlebih untuk saat ini pemeirntah Jepang dan sejumlah negara maju telah memikirkan untuk menghentikan pengembangan PLTN di negara mereka. Sementara pemerintah Indonesia yang masih memiliki banyak keterbatasan terkesan ’ngotot’ dan memaksakan diri uttuk terus maju dengan rencana pengembangan PLTN.

Dengan demikian, hadirnya Presiden SBY bersama rombongan bagi warga Kalbar tentunya diharapkan dapat menjadi angin sejuk terutama bagaimana kemudian dapat memberikan perhatian serius atas berbagai persoalan sosial dan persoalan lingkungan. Presiden SBY beserta rombongan diharapkan dapat melakukan intervensi terhadap kebijakan pengembangan perkebunan sawit skala besar dan rencana pembangunan PLTN di Indonesia. Kepala negara beserta segenap lini pemeritahan hingga ke daerah diharapkan tidak gampang tunduk pada pemodal. Hentikan berbagai potensi konflik SDA di Kalimantan Barat dengan melakukan evaluasi serius atas kebijakan perkebunan sawit dan hentikan kebijakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). (riz/ctr)

Sumber : http://www.kalbarinfo.com/news/seruan-walhi-kepada-prsiden.html

Tidak ada komentar: