Kamis, 22 April 2010
Kalau kuliah di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, biasa disebut Orang Hukum. Kuliah di Fakultas Pertanian, biasa disebut Orang Tani. Kuliah di Fakultas Teknik, biasa disebut Orang Teknik. Nah kalau kerjaannya merambah hutan, sebutannya bukan Orang Hutan tapi Mafia Hutan.
Yah zaman mutakhir ini, julukan mafia bukan hanya bidang penanganan hukum, tapi juga meramu hutan.
Instruksi Presiden SBY meminta pengusutan vonis hukuman ringan kepada para pelaku pembalakan hutan mendapat respons Yayasan Titian, LPS-AIR dan Walhi Kalbar. Tiga lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu menuntut pengungkapan mafia kehutanan di Kalbar.
Di antara kasus yang paling fenomenal di Kalbar mengenai kasus pembalakan liar dilakukan Prasetyo Gow alias Asong yang divonis bebas di Pengadilan Tinggi, Ng Tung Peng alias Apeng yang kini masih dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), M Sun’an dan Syaiful yang divonis bebas bersyarat, termasuk juga kasus penyimpangan dana Provisi Sumber Daya Hutan/Dana Reboisasi (PSDH/DR).
Kasus Tian Hartono alias Buntia divonis bebas di tingkat kasasi, terjadi banyak kejanggalan yang berujung pada lemahnya vonis pengadilan kasus itu.
Terkait kasus Buntia, berdasarkan hasil investigasi tim gabungan dari Dinas Kehutanan Kalbar yang menjadi dasar tuntutan pihak kepolisian dan kejaksaan, pada hasil Berita Acara Pemerintah (BAP) tertanggal 8 Juli 2005 tergambar pasal-pasal UU 41/1999 tentang Kehutanan, nyata-nyata Buntia melakukan kejahatan kehutanan.
Terdapat beberapa pasal dalam UU 41/1999 tentang Kehutanan yang dilanggar Buntia, di antaranya Pasal 50 ayat (3) e Junto pasal 78 ayat (5) junto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
PT Rimba Kapuas Lestari melakukan aktivitas penebangan dalam kawasan Hutan Lindung Lubuk Lintang. Buntia selaku pimpinan perusahaan tersebut mengetahui kalau kawasan tersebut merupakan hutan lindung.
Berdasarkan fakta investigasi Dinas Kehutanan ditemukan adanya jalan angkutan kayu atas nama PT Rimba Kapuas Lestari yang masuk dalam kawasan Hutan Lindung Lubuk Lintang sepanjang 11.337,57 meter, terdiri atas jalan Lintang sepanjang 8.820,38 meter dan jalan cabang sepanjang 2.517,19 meter.
Selain itu, ditemukan adanya 20 jalan sarad, 4 TPN, 4 4 TPK dan areal penebangan kayu pada kawasan Hutan Lindung Lubuk Lintang. Juga ditemukan tunggul/tonggak kayu bekas tebangan pada 6 jalan sarad seluas sekitar 140 hektar dan tunggul sebanyak 1.365 pohon dengan taksasi volume tegakan sekitar 10.500 meter kubik. Buntia juga membawa alat berat didasarkan pada rekomendasi Bupati Sintang Nomor 522/0119.A/Ekbang pada 22 Januari 2003.
Pada kasus persidangan kasus Buntia, terdapat beberapa pihak yang terlibat. Peranan pihak yang terlibat merupakan bagian dari proses penegakan hukum kasus illegal logging.
Mejelis hakim yang menangani kasus Buntia tersebut terdiri atas D Tuwi Togu SH, U Simangunsong SH, Pangeran Napitupulu SH MH. Sementara jaksanya terdiri atas Rido Wangono SH MHum, ST Simaremare SH, Wagio SH dan Ariefsyah SH MH.
Istilah Mafia berasal Italia. Sebutan itu merujuk La Cosa Nostra (bahasa Italia: Hal Kami), adalah panggilan kolektif untuk beberapa organisasi rahasia di Sisilia (Italia bagian Selaran) dan Amerika Serikat.
Mafia awalnya merupakan nama sebuah konfederasi yang orang-orang di Sisilia masuki pada Abad Pertengahan untuk tujuan perlindungan dan penegakan hukum sendiri (main hakim). Konfederasi ini kemudian mulai melakukan kejahatan terorganisir.
Anggota Mafia disebut "mafioso" yang berarti "pria terhormat". Apa Buntia layak disebut Mafioso?
Sumber: http://www.equator-news.com/kalbar-raya/tajuk-rencana/buntia-divonis-bebas-bagian-mafia-kehutanan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar