Jalan M. Syafe'i Blok P Nomor 30 Pontianak, Kalimantan Barat. Telp. (0561) 731059

Rabu, 02 Maret 2011

Ketahanan Pangan Kalimantan Terancam

PERTAMBANGAN

Samarinda, Kompas - Ketahanan pangan di Pulau Kalimantan terancam jika 2.475 pertambangan yang mendapat izin beroperasi semua. Penggiat lingkungan mengingatkan, kebutuhan pangan rakyat harus diutamakan daripada menggusur lahan-lahan pertanian untuk tambang. Hasil tambang tidak bisa dimakan.

Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Andre S Wijaya mengemukakan hal itu ketika berunjuk rasa memperingati Hari Hak Asasi Manusia di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur di Kota Samarinda, Jumat (10/12).

Andre mengatakan, tambang batu bara telah menggusur lahan-lahan pertanian pangan. Prinsip kedaulatan pangan oleh rakyat menjadi terganggu. Tersisihnya kedaulatan pangan merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia. ”Ingat, hasil tambang tidak bisa dimakan,” katanya.

Merah Johansyah Ismail dari Jatam Kaltim menguraikan fakta, dari jumlah 2.475 izin pertambangan, sebanyak 1.269 izin terdapat di Kaltim. Luas lahan yang diperuntukkan bagi tambang, terutama batu bara, seluas 3,2 juta hektar. Luas tersebut melebihi alokasi lahan untuk pertanian yang cuma 2,4 juta hektar.

Merah mengingatkan, sejak tahun 2008 Kaltim hanya mampu memproduksi 570.000 ton beras dari kebutuhan 590.000 ton. Sisanya, 20.000 ton, didatangkan dari Pulau Jawa dan Pulau Sulawesi. Ironisnya, setiap tahun, sekitar 12.000 hektar lahan pertanian dilepas atau dijual pemiliknya kepada perusahaan tambang batu bara.

Bakal tergusur
Maulidin dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel menambahkan, 6.223 hektar lahan yang digarap 9.900 petani di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalsel, akan tergusur jika perusahaan tambang batu bara jadi beroperasi tahun 2011. Sawah seluas 5.250 hektar penghasil 99.000 ton beras setiap tahun di Kabupaten Kotabaru, Kalsel, juga bakal tergusur.

Anang Juhaidi dari Walhi Kalteng dan Hendrikus Adam dari Walhi Kalbar mengatakan, pertambangan jadi ancaman serius keberadaan lahan-lahan penghasil bahan makanan. Pertambangan juga mencemari lingkungan, yaitu sungai, sebab sungai-sungai besar dipakai sebagai jalur pengangkutan hasil tambang.

”Food not coal (pangan bukan batu bara),” kata Anang dan Hendrikus dengan lantang saat berorasi diikuti oleh pengunjuk rasa lainnya.

Aksi unjuk rasa berlangsung damai, simpatik, dan sarat pesan. Ada aksi teatrikal yang menggambarkan perebutan pangan oleh rakyat yang kehilangan lahan akibat tergusur tambang. Ada pula aksi memasak yang ingin mengingatkan bahwa hasil-hasil bumi Kalimantan patut dicurigai telah tercemar aktivitas pertambangan. (BRO)

Sumber: http://www.walhi.or.id/en/ruang-media/walhi-di-media/berita-tambang-a-energi/145-pertambangan-ketahanan-pangan-kalimantan-terancam

Tidak ada komentar: