Jalan M. Syafe'i Blok P Nomor 30 Pontianak, Kalimantan Barat. Telp. (0561) 731059

Selasa, 22 Maret 2011

LSM Lingkungan "Tak Berhak" Tempuh Jalur Hukum

Rabu, 17 Februari 2010

Jumpa pers AMAN Kalbar di Casa de Tafaz, kemarin (16/2). (FOTO : Mordiadi/Equator)
PONTIANAK. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan hidup, selama ini tidak memperkarakan ke jalur hukum terhadap perusahaan perkebunan yang merusak lingkungan. Mereka hanya mengungkapkan fakta-fakta pelanggaran.

Hal tersebut diakui Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalbar, Sujarni Alloy. “Kita hanya mengungkapkan, kalau pun ada masyarakat yang akan membawanya ke jalur hukum karena mereka merupakan pihak yang dirugikan, kita akan memfasilitasinya,” katanya ketika jumpa pers di Casa de Tafaz, kemarin (16/2).

Jumpa pers yang mengundang hampir seluruh media massa cetak dan elektronik tersebut juga menghadirkan Perkumpulan Telapak, suatu perkumpulan individu yang mendorong pengelolaan sumberdayaan alam yang berkeadilan, basis perkumpulan ini di Bogor.

Selain itu, dalam jumpa pers yang bertemakan “Kebal dari Jangkauan Hukum” itu, hadir pula Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar, suatu forum organisasi non pemerintah yang bertujuan mewujudkan pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan dengan menekankan prinsip-prinsip keadilan.

Dalam jumpa pers yang diprakarsai LSM yang bergerak lingkungan itu, terungkap kalau PT Ledo Lestari terus merusak kawasan hutan adat di perbatasan RI-Malaysia.

Kawasan hutan yang dirusak PT Ledo Lestari tersebut merupakan kawasan adat Dayak Iban di Desa Semunying Jaya, Kecamatan Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang.

PT Ledo Lestari tersebut tidak memiliki Izin Pengelolaan Kawasan (IPK) ketika membuka areal hutan alam untuk perkebunan kelapa sawit. Berarti melanggar Standar Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor 38 tahun 2009.

Muhammad Yayat Afianto dari Telapak mengatakan, Permenhut 38/2009 tentang SVLK tersebut diharapkan bisa menjawab definisi legalitas kayu yang selama ini terus dipertanyakan.

Selain itu, tambah dia, peraturan baru ini diharapkan akan bisa mengurangi laju kerusakan hutan Indonesai dan pembalakan liar dengan cara melakukan verifikasi terhadap fisik kayu dan asal muasalnya.

“Saat ini sedang terjadi pelanggaran besar-besaran terhadap aturan SVLK di wilayah perbatasan Kalbar dan Sarawak—Malaysia. Kayu-kayu ditebang secara illegal di wilayah Indonesia dan diselundupkan memanfaatkan jalur-jalur di area perusahaan kelapa sawit hingga melewati perbatasan ke wilayah Sarawak—Mayasia,” ungkap Yayat.

Berdasarkan pantauan AMAN Kalbar dan Telapak, terdapat banyak jalan tikus ke wilayah Malaysia. Alasannya untuk pembelian logistik dan jalan bagi masyarakat lokal dalam jual beli hasil buminya.

Namun kenyataan di lapangan, jalan-jalan tersebut berfungsi ganda. “pada siang hari digunakan untuk melakukan kegiatan perdagangan, namun pada malam hari menjadi jalur pengiriman-pengiriman kayu dari lokasi perkebunan ke kilang-kilang kayu di wilayah Malaysia, seperti Sematan dan Kuching. Kegiatan ilegal ini berlangsung tanpa tersentuh pihak keamanan,” terang Yayat.

Selain membabat hutan dan mengambil kayu secara illegal, PT Ledo Lestari juga melakukan pembukaan lahan gambut berkedalaman lebih dari tiga meter dan pembakaran pada salah satu blok tebangan di kawasan hutan adat, masyarakat adat Dayak Iban.

Konflik antara masyarakat Dayak Iban dengan PT Ledo Lestari telah berlangsung sejak beroperasinya perusahaan tersebut. Hingga kini pun belum reda. Konflik tersebut menjadi berlarut-larut karena hutan keramat dirusak dan hak masyarakat adat tidak dihargai pihak perusahaan.

Salah seorang masyarakat Desa Semunying Jaya, Jamaluddin mengatakan, perluasan kawasan perkebunan kepala sawit berlangsung tanpa mengindahkan permintaan masyarakat adat Dayak Iban di Desa Semunying Jaya.

Menurut Jamaluddin, sudah puluhan dan mungkin ratusan mesin pemotong kayu (chainsaw) milik perusahaan yang diamankan masyarakat. Namun akhirnya–setelah diserahkan kepada pihak berwajib–dikembalikan lagi ke perusahaan.

“Kami yang mengamankan orang yang mencuri kayu di kawasan adat kami, malah kami yang dianggap sebagai penghalang pembangunan,” kesal Jamaluddin.

Telah banyak bukti yang menyatakan kalau PT Ledo Lestari tidak memiliki izin operasi, di antaranya Surat Keputusan Bupati Bengkayang Nomor 400/0528/BPN/UI/2009 yang menyatakan kalau perusahaan tersebut tidak bisa beroperasi lagi, karena izinnya sudah tidak berlaku dan gugur secara hukum. Tetapi hingga kini, aktivitas perusahaan tersebut masih berlangsung. (dik)

Sumber: http://www.equator-news.com/kalbar-raya/potret-kalbar/lsm-lingkungan-tak-berhak-tempuh-jalur-hukum

Tidak ada komentar: