PONTIANAK, TRIBUN - Sindau, warga Desa Sejirak, Kecamatan Ketungau, Kabupaten Sintang mendatangi Komnas HAM Kalimantan Barat dengan didampingi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Kamis (24/2). Ia mengadukan kriminalisasi yang dialami bersama warga lainnya.
Sindau dan warga Sajirak lainnya terlibat konflik kepemilikan lahan dengan PT Finnantara Intiga pada pertengahan 2010. Kasus ini sempat membuat 13 orang mendekam selama 14 hari di Mapolres Sintang. Selain mendatangi Komnas HAM Kalbar, Sindau juga mendatangi Kapolda Kalimantan Barat dan Kantor Gubernur Kalimantan Barat.
Dari Komnas HAM hanya diwakili seorang staf yang menerima laporan dari warga Desa Sijirak. Selanjutnya laporan yang disusun warga tersebut akan diserahkan ke Dewan komisioner yang ada di Jakarta, untuk ditelaah dan dilakukan kajian lebih lanjut terhadap kasus yang menipa puluhan warga Sejirak.
Di Mapolda, dirinya menanyakan kejelasaan pembatalan laporan PT Finnatara Intiga kepada warga dan juga terkait status hukum 13 warga yang mengaharuskan wajib lapor sebanyak satu kali dalam sepekan ke Polres Sintang. "Jarak dari desa ke Polres Sintang 62 kilometer dan harus mengeluarkan uang sebanyak 60 ribu rupiah untuk ongkos pulang pergi dengan oplet," keluhnya di Kantor Walhi Kalimantan Barat.
Penangkapan warga ini dilakukan Polres Sintang setelah dilakukan proses olah BAP atas aduan yang dilakukan oleh PT Finantara Intiga yang merasa dirugikan sejumlah warga yang melakukan penebangan pohon akasia di lahan yang di lahan yang dikuasai Finnatara.
Warga dikenakan pasal 170 KUHP Jo pasal 406 dengan tuduhan melakukan tindakan pidana kekerasan terhadap barang atau pengrusakan. Setelah mendekam di penjara selama 14 hari, penahanan Sindau berserta 13 warga lainnya secara resmi ditangguhkan, dan mulai dikenakan wajib lapor setiap satu pekan sekali di Polres Sintang.
Nasib yang samapun ia alami di Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Gubernur Cornelis saat itu, sedang tidak ada di kantor sehingga hanya diwakili seorang staf Tata Usaha (TU). Perwakilan tersebut berjanji menyampaikan segala aspirasinya ke Gubernur, agar permasalahan yang dialami Desa Sejirak cepat selesai.
Dari ketiga instasi tersebut, Sindau hanya menitipkan surat yang berisikan keluhan dan tuntutan warga Sejirak untuk menyelesaikan kasus ini sampai ke akar-akarnya.
Konflik perebutan lahan yang melibatkan warga Sejirak dan PT Finnantara Intiga ini sebenarnya sudah berlangsung lama. Namun baru terekspos ke publik ketika ke 13 warga desa tersebut mendekam dipenjara dengan tuduhan melakukan penebangan liar di lahan yang diklaim sebagai Hak Tanaman Industri (HTI) milik Finnantara.
"Itu adalah lahan yang kami punya, yang yang menjadi sumber penghidupan kami, namun sekarang telah diklaim oleh Finnantara sehingga kami tidak bisa lagi berladang," ujarnya.
Akibat penyerobotan lahan tersebut, sebagian besar warga yang bekerja berladang mengaku kehilangan sumber pendapatan yang sempat menimbulkan kelaparan di Desa Sejirak. Tahun terparah yang dialami warga saat terjadi kalaparan tersebut adalah di 2008 dan 2010. Dari 14.400 hektar lahan yang ada di Sejirak, hampir 90 persennya kini dikuasai oleh Finnatara. Sebagian warga kini beralih profesi menjadi buruh ke desa lain untu menjadi petani karet atau menjadi penambang emas di daerah perbatasan Sintang.
Menurutnya dulu setiap KK dari 360 KK yang ada di Desa Sejirak mampu menggarap lahan minimal satu hektar untuk dijadikan ladang. "Seperempat hektar lahanpun belum tentu kami bisa garap. Lebih parah lagi kami harus makan nasi yang dicampur dengan singkong," tambah Sindau.
Tidak hanya itu warga desa pun merasakan intimidasi dari pihak perusahaan. Selain mengalami kriminalisasi, warga juga melihat sejumlah polisi yang berjaga di sekitar area kantor. Ia menuturkan jika selama ini warga tidak pernah berniat untuk melakukan demonstrasi dan dan pengrusakan lainnya, sehingga kehadiran polisi tersebut dianggapnya berlebihan.
Ia berharap dengan mengadukan nasibnya ke Komnas HAM, Polda dan Gubernur kehidupannya dapat kembali berjalan normal seperti biasanya tanpa dibayangi ketakutan apapun. "Meski tidak bisa menemui Gubernur dan Kapolda secara langsung, saya atas nama warga berharap kasus ini bisa segera tuntas sampai keakar inti permasalahanya," pungkas Sindau.
Walhi menyerukan meninjau ulang Hak Tanaman Industri (HTI) yang dipegang PT Finnantara Intiga, satu di antara anak perusahan PT Sinarmas. Hal ini terkait dengan konflik yang berkepanjangan antara warga Desa Sejirak dengan perusahaan. Dalam jumpa pers yang dilakukan Walhi dan perwakilan warga desa, Manajer Kampenye Walhi, Hendrikus Adam, menyerukan agar segera dilakukan peninjauan ulang terhadap HTI Finnantara Intiga.
Sumber : Tribun Pontianak Cetak | rzk
INternet: http://pontianak.tribunnews.com/read/artikel/20152/sindau-mengadu-ke-komnas-ham
Sabtu, 26 Februari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar