Utama
Senin, 11 April 2011
Pontianak – Kabut asap yang pekat sempat membuat penerbangan terganggu, Sabtu (9/4). Persoalan inti akibat kebakaran lahan ini selalu terulang tiap tahun. Upaya penanganan pemerintah sering kandas dengan beragam alasan yang tidak jelas.
“Antisipasi pemerintah dalam menuntaskan persoalan kebakaran lahan masih lemah. Tindakan pemerintah dinilai hanya sebatas langkah reaktif.
Pemerintah tidak mampu menekan timbulnya kebakaran lahan,” kata Hendrikus Adam, Kepala Divisi Riset Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar kepada Equator, Sabtu (9/4).
Padahal, kata Adam, kebakaran lahan yang terjadi secara berkala seharusnya sudah ada solusinya. Tidak cukup sebatas memadamkan api di lahan yang sudah terbakar.
”Tindakan tegas bagi pihak pembakar lahan sangat diperlukan untuk menimbulkan efek jera. Kalau sekarang belum tampak ketegasan itu,” ujar Adam seraya menjelaskan berdasar pengamatan Walhi, penyumbang terbesar kebakaran lahan di Kalbar yakni pembukaan lahan perkebunan.
Anggota Komisi A DPRD Kalbar bidang Hukum dan Pemerintahan, Bonafatius Benny berharap aparat hukum benar-benar serius dengan komitmennya menindak pelaku pembakaran lahan. ”Kalau benar bersalah, harus ditindak. Jangan hanya ancaman saja,” seru Benny.
Benny juga berharap tidak ada pihak yang dikambinghitamkan dalam persoalan kabut asap ini. ”Jangan nanti masyarakat yang membakar ladang dipersalahkan,” pungkas Benny.
Selama beberapa hari terakhir ini kabut asap menyelimuti Kota Pontianak dan sekitarnya. Sedikitnya lima penerbangan terpaksa ditunda akibat jarak pandang yang pendek, Sabtu pagi (9/10).
Data BMKG Supadio yang mengutip hasil citra satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menyebutkan, kabut asap mulai terjadi seiring dengan peningkatan titik api (hot spot). Daerah terbanyak penghasil titik api adalah Kabupaten Kubu Raya (KKR), yang pada tanggal 8 lalu tercatat memproduksi 13 titik api.
Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan mengakui daerahnya sebagai penghasil titik api terbanyak. “Tapi yang terbakar itu bukan hutan. Hanya semak,” kata Muda dikonfirmasi Equator via selularnya, kemarin.
Muda meyakinkan, hotspot yang ada di daerahnya hanyalah kebakaran kecil. Ia juga memastikan hot spot itu bukan aktivitas pembakaran lahan oleh perusahaan perkebunan.
“Asap sisa pembakaran juga tidak sampai mengganggu penerbangan. Partikel asap pembakaran di Kubu Raya maksimal hanya sampai 10 meter. Setelah itu asapnya langsung habis (hilang),” katanya.
Persoalan hot spot yang ada di Kubu Raya, diharapkan Muda, harus juga dilihat dari sisi positifnya. Menurutnya, hot spot itu ada yang berasal dari pembakaran areal pertanian milik warga sebagai bentuk implementasi keikutsertaan warga dalam program pangan KKR.
Kendati demikian, Muda mengaku sudah melakukan pendekatan dengan berbagai pihak terkait persoalan hot spot ini. “Kita sudah ada komunikasi dengan masyarakat dan pihak perusahaan,” kata Muda.
Visibility membaik
Aktivitas penerbangan di Bandara Supadio Pontianak kemarin (10/4) relatif lancar dibandingkan kondisi sehari sebelumnya. Tidak ada pesawat yang menunda keberangkatan karena jarak pandang sedikit mengalami perbaikan.
“Hari ini tidak ada pesawat yang tertunda keberangkatan maupun kedatangannya,” ucap Normal Sinaga, General Manager Bandara Supadio Pontianak kepada Equator, Minggu (10/4).
Pengamatan Equator, tidak ada penumpukan penumpang yang padat di bandara. Seluruh jadwal keberangkatan dan kedatangan penumpang tidak mengalami gangguan yang berarti, seperti yang terjadi Sabtu (9/4) akibat pekatnya kabut asap yang mengganggu jarak pandang (visibility).
“Asapnya sudah berkurang pagi ini. Mungkin sudah tidak banyak lagi yang bakar-bakar (melakukan pembakaran lahan). Jarak pandang rata-rata 2500 meter sampai 3000 meter,” kata Normal.
Meski ada perbaikan jarak pandang, namun pihak bandara selalu melakukan langkah antisipasi jika sewaktu-waktu ada penundaan keberangkatan pesawat yang berakibat adanya penampungan penumpang. Langkah koordinasi tetap dilakukan.
“Kita memang hanya mengatur ketertiban di terminal. Tapi kita juga tetap koordinasi dengan pihak terkait. Termasuk koordinasi dengan pihak maskapai,” ulas Normal.
Soal membaiknya jarak pandang juga diakui pihak Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Supadio Pontianak. Dibanding kondisi Sabtu, jarak pandang kemarin mengalami peningkatan.
“Ada perbaikan. Kondisi sekarang (pukul 17.30), jarak pandang 4000 meter. Pukul 06.00 tadi pagi, jarak pandang 800 meter,” kata Boni, staf informasi BMKG Supadio. (sul/bdu)
Sumber: http://www.equator-news.com/utama/solusi-asap-selalu-kandas
Selasa, 19 April 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar