Penulis: Agustinus Handoko | Editor: Tri Wahono
Jumat, 25 Februari 2011 | 23:00 WIB
Dibaca: 124
PONTIANAK, KOMPAS.com — Kekurangan pangan pasca-tergusurnya ladang oleh aktivitas hutan tanaman industri dialami oleh 150 warga Desa Sejirak, Kecamatan Ketungau Hilir, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Warga terpaksa makan dua kali sehari dan kadang kala hanya singkong.
Bahkan, ada 13 warga Sejirak yang justru menjadi tersangka kasus perusakan kawasan hutan industri ketika hendak menebang kayu. Sejumlah warga Sejirak mengeluhkan kondisi mereka kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Kalimantan Barat dan aparat Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Kamis (24/2/2011).
Yunus (35) mengatakan, ada sebagian warga yang terpaksa mengganti beras dengan singkong. "Habis mau makan apa lagi. Kami tak memiliki penghasilan lagi, bahkan kami harus berurusan dengan polisi," kata Yunus yang juga menjadi salah satu tersangka dengan tuduhan perusakan kawasan hutan tanaman industri.
Warga sebetulnya sudah mulai merasakan kesulitan ekonomi sejak 2008, tetapi kekurangan pangan yang sangat parah terjadi pada 2011. Hal itu terjadi karena PT FI, pemilik hutan tanaman industri yang menggunakan tanah warga, tidak lagi mempekerjakan warga Sejirak.
Akibatnya, warga tidak memiliki penghasilan, padahal tanah mereka telah diserahkan kepada perusahaan. Sindau (35), Kepala Badan Perwakilan Desa Sejirak, yang juga menjadi tersangka, mengatakan, kesulitan ekonomi itu juga makin parah karena PT FI ingkar janji dalam pembayaran royalti.
"Mereka tidak menebang kayu sesuai jadwal yang disepakati. Sebagian warga lalu menebang sendiri kayu karena menganggap perusahaan sudah tidak beroperasi lagi. Kami justru dilaporkan ke Polres Sintang," kata Sindau.
Setelah laporan perusahaan itu, 13 warga ditetapkan sebagai tersangka perusakan lahan dan sempat ditahan selama 14 hari pada Agustus 2010 sebelum akhirnya penahanan mereka ditangguhkan. Namun, para tersangka tetap harus melapor ke Polres Sintang sekali dalam sepekan.
Rentetan kejadian itu menyebabkan banyak warga tidak memiliki penghasilan lagi. Akibatnya, sebagian besar warga terpaksa makan dua kali sehari. Itu pun dengan lauk seadanya. "Kami berladang lagi tak bisa karena pasti akan berhadapan dengan aparat. Sementara itu, hak kami atas kontrak pakai lahan itu juga tidak ditepati," kata Sindau.
Para warga mengadukan kondisi mereka dengan didampingi oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Barat yang mengadvokasi warga sejak berurusan dengan aparat. Kepala Divisi Riset dan Kampanye Walhi Kalbar Hendrikus Adam berharap kasus hukum terhadap para warga tidak dilanjutkan.
"Kami berharap pemerintah mengevaluasi kelanjutan hutan tanaman industri di Sejirak. Akar persoalan yang kini dialami warga adalah masuknya perusahaan itu," kata Adam.
Sumber:http://regional.kompas.com/read/2011/02/25/2300043/150.Keluarga.Sejirak.Kekurangan.Pangan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar