Jalan M. Syafe'i Blok P Nomor 30 Pontianak, Kalimantan Barat. Telp. (0561) 731059

Jumat, 04 Februari 2011

DISKUSI KRITIS RANCANGAN UNDANG - UNDANG KOPERASI

Pontianak.
Bertempat di kantor Perkumpulan PENA, pada hari Senin 24 Januari 2011, perkumpulan PENA mengadakan diskusi kritis tentang RUU Koperasi. Dalam diskusi yang dihadiri oleh kalangan mahasiswa dan aktivis gerakan sosial di Kalimantan Barat yang menghadirkan narasumber yakni Erma Suryani Ranik, anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI).

Sekilas ada beberapa persoalan mendasar terkait RUU versi pemerintah ini sangat berbeda dengan UU no: 25 tahun 1992, dimana koperasi adalah sebagai pemilik dan sekaligus pengguna, sementara RUU versi pemerintah menyebutkan bahwa anggota koperasi adalah pengguna semata. Hal lain adalah soal kepengurusan. Pasal 54 dalam RUU ini menyebutkan bahwa yang dapat diangkat menjadi pengurus adalah perseorangan , baik Anggota maupun bukan anggota. Ini memunculkan kekhawatiran bahwa koperasi hanya ingin dimiliki oleh orang-orang tertentu untuk kepentingan individu semata tanpa melihat unsur-unsur kebersamaan dalam koperasi.

Juga aturan bahwa, pengawasa dapat memberhentikan pengurus untuk sementara waktu dengan menyebutkan alasannya. Konsep ini, menurutnya bertentangan dengan konsep bahwa Rapat Anggota adalah mekanisme tertinggi dalam sebuah koperasi. Selain itu Pasal 65 tentang permodalan. RUU mendesain bahwa modal koperasi terdiri dari iuran massuk dan sahan anggota sebagai modal awal. secara khusus pasal 66 RUU menyebutkan bahwa dalam hal iuran masuk dibayarkan oleh anggota dan tidak dapat dikembalikan.

Hal-hal diatas mendasari acara yang dibuka dengan paparan hasil kajian terkait RUU Koperasi oleh Marcelina Lin, SH. Menurut Marcelina tujuan hadirnya undang-undang seharusnya untuk memperkuat kelembagaan koperasi agar mampu bersaing dengan lembaga lain seperti perbankan serta mampu untuk berkembang sesuai perubahan jaman mendasari pemerintah untuk merevisi UU Nomor 25 Tahun 1992.

“Namun Rancangan Undang Undang Koperasi ini menegaskan bahwa setiap pendirian koperasi harus mencantumkan modal awal dan jenis usaha yang akan dijalankan. Besarnya modal awal, harus sesuai dengan rencana bisnis koperasi tersebut. Ketentuan seperti ini bertujuan untuk mecegah koperasi kolaps dikemudian hari. Sedangkan pada aspek keanggotaan menyebutkan bahwa anggota koperasi adalah pengguna,” paparnya.

Kehadiran RUU Koperasi sudah menimbulkan keresahan bagi para pelaku koperasi di Kalimantan Barat. Sebagian besar massyarakat Kalimantan Barat khususnya di pedalaman adalah anggota CU (Credit Union). Hendrikus Adam dari Walhi Kalimantan Barat menyatakan bahwa hendaknya para pelaku gerakan pemberdayaan di Kalimantan Barat, bersatu untuk melakukan advokasi terhadap keberadaan koperasi. “Karena semuanya ini niatnya adalah pemberdayaan masyarakat, karena itu kita perlu mendukung langkah-langkah pemberdayaan masyarakat” tegasnya.

Pihak kredit union juga sudah menyatakan ketidaksetujuannya terhadap rumusan RUU Koperassi ini. “Kita keberatan dengan apa yang ditulis di Bab VIII RUU ini khususnya terkait dengan Koperasi Simpan Pinjam. Kami dari 3 Puskopdit yang ada di Kalimantan Barat memang sudah mengadakan pertemuan bersama. Namun memang belum ada langkah-langkah bersama untuk advokasi masalah ini lebih lanjut,” kata Yuspita Karlena dari Puskopdit Khatulistiwa.

Samsuri, dari Yayasan PRCF bahkan mengusukan hal yang cukup ekstrim. “ Kita minta agar RUU Koperasi khususnya pasal VIII ini dicabut saja karena meresahkan,” kata Samsuri yang aktif mendampingi Koperasi Penenun di Kab. Sintang ini.

Keresahan-keresahan ini sangatlah dimaklumi. Erma S.Ranik, juga menyatakan bisa memahami keresahan ini. “Jika undang-undang ini diterapkan maka, akan banyak anggota CU khususnya di Kalimantan akan menjadi korban,” jelasnya. Menurut Erma ada beberapa hal yang juga meresahkan bagi DPD RI. Karena itu DPD RI akan memberikan pandangan dan pendapat kepada DPR RI terkait dengan RUU Koperasi ini.

“Kita akan berusaha sekuat tenaga untuk memastikan agar RUU Koperasi kembali pada arah dan gerakan koperasi sebenarnya, tetapi juga teman-teman harus menyadari bahwa fungsi legislasi DPD RI tidak sekuat DPR RI. Kami hanya berhak memberikan pandangan mini fraksi tidak punya kewenangan menonak atau menerima. Itu kewenangan murni DPR . Konstitusi kita masih belum memberikan peluang legislasi murni pada DPD RI,” jelas erma panjang lebar.

Berangkat dari paparan-paparan peserta diskusi, kemudian diputuskan adanya Tim Kerja yang akan melakukan kajian mendalam isi menyeluruh dari RUU ini. “Tim kerja ini harus bekerja maksimal memberikan masukan terhadap RUU ini untuk perjuangan koperasi ke depan,” tegas Margartha Tri Wahyuningsih yang memandu diskusi. Masa kerja Tim ini juga dibatasi dengan mulai sejak 25 Januari 2011 dan berakhir 20 Januari 2011. “ Semua hasilnya akan kita kirimkan ke DPD RI untuk menjadi jembatan aspirasi bagi gerakan koperasi kita,” tegas Margaretha sambil menutup acara.

Sumber : http://perkumpulanpena.org/index.php?option=com_content&view=article&id=66:diskusi-kritis-ruu-koperasi-&catid=43:hukum-dan-advokasi&Itemid=77

Tidak ada komentar: