Selasa, 28 Desember 2010 , 07:57:00
PONTIANAK— Ada Ada 17 ulah yang terjadi akibat perluasan kelapa sawit diwariskan oleh perluasan perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan Walhi Kalbar dilapangan, 17 ulah dari perluasan tanah tersebutdiantaranya tanah masyarakat diambil perusahaan, konflik yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat, masyarakat dengan masyarakat, terjadinya kriminalisasi terhadap masyarakat (kasus pak Suez Kabupaten Sanggau, Kasus Andi dan Japin di Ketapang).Kasus lain, menurut penulis staff Riset dan Kampanye Walhi Kalbar, Herman S Simanjuntak kasus lain sebagai tambahan yaitu banyaknya aset budaya masyarakat hilang (tempat- tempat sakral), terjadinya krisis pangan di kampung, areal hutan pasti hilang (hutan adat maupun hutan lindung), satwa liar yang dilindungi maupun belum dilindungi musnah.
“Tanaman atau tumbuhan obat-obatan yang berada dihutan yang menjadi P3Knya masyarakat hilang, bencana banjir selalu menghantui, bencana kekeringan juga terjadi. Bencana asap dikarenakan pembukaan lahan perkebunanan yang umumnya dilakukan dengan cara membakar, krisis air bersih, lahan-lahan gambut yang rusak, pemanasan global dan perubahan iklim,” tegasnya Sabtu (26/12).
Herman alumnus Fahutan ini menambahkan selain itu terkait dengan akan ditambahkannya perluasan lahan di kecamatan Semitau Kapuas Hulu seakan menambah kasus lain seperti tumpang tindih tanah. Kecamatan Semitau yang memiliki lima desa dengan 14 dusun sudah memiliki 3 perusahaan sawit dengan luas arealnya 45.500 Ha dan 5 perusahaan HPH, satu areal Hutan Lindung dengan ketinggian kontur arealnya dari 25 – 375 mdpl. Sedangkan Kecamatan Seberuang memiliki sembilan desa dengan 39 dusun mempunyai satu perusahaan sawit dengan luasnya 13. 500 Ha, empat perusahaan Hak Penguasaan Hutan, dan dua areal Hutan Lindung dengan ketinggian kontur arealnya 25 – 575 mdpl (Walhi, 2010),” paparnya.
Data BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kalbar Oktober 2010 juga menjelaskan bahwa di Kecamatan Semitau 2.742 unit rumah terendam banjir dengan ketinggian air mencapai dua meter dan ini dipertegas lagi dengan data BMKG Kalbar Oktober 2010, menyatakan bahwa Kecamatan Semitau adalah daerah yang potensi banjirnya tinggi. Kabupaten yang pernah dipimpin oleh JC. Oevang Oeray (1951-1955), pada tanggal 13 Januari 1953 dibentuk menjadi Daerah Tingkat II Kapuas Hulu dengan ibukota Putussibau. Kapuas Hulu yang memiliki 24 Kecamatan merupakan salah satu Kabupaten yang dimiliki oleh Kalbar yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia.
”Kabupaten ini kaya akan keanekaragaman hayati, budaya serta hasil hutan bukan kayu (madu). Maka pada tahun 2003, melalui SK Bupati Kabupaten Kapuas Hulu No 144 tahun 2003 Kapuas Hulu ditetap menjadi kawasan konservasi dengan Luas Kawasan konservasinya 1.677.601 Ha (TN. Betung Kerihun 800.000 Ha, TN. Danau Sentarum 132.000 Ha, Hutan Lindung 628.973 Ha, Daerah Resapan Air 49.546 Ha dan Lahan Gambut 67.082 Ha) atau 56,51% dari luas administrasi Kabupaten Kapuas Hulu 2.984.200 Ha,” paparnya lagi.Selain itu terdapat juga kawasan budidaya hutan 764.543 Ha atau 25,65% dan kawasan budidaya pertanian bukan danau sekitar 588.481 Ha atau 19.75%, serta kawasan perkebunan kelapa sawit hingga Juni 2010 seluas 370.500 Ha dari 24 perusahaan yang telah mengantongi izin. Jika dihitung keluasan Kabupaten Kapuas Hulu dan peruntukkannya maka arealnya kurang sebesar 416.925 Ha, kekurangan ini kemungkinan besar dikarenakan adanya tumpang tindih lahan yang terjadi dilapangan. tin)
Sumber : http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=84606
Catatan untuk naskah ini. Tertulis ULAH seharusnya ditambah huruf (T) menjadi TULAH.
Jumat, 04 Februari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar