Kamis, 03 Februari 2011
KONFLIK LAHAN
Sintang, Kompas - Sebanyak 13 orang dari masyarakat adat Desa Sejirak, Kecamatan Ketungau Hilir, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, harus melapor ke Kepolisian Resor Sintang setelah penahanan mereka ditangguhkan. Mereka menjadi tersangka perusakan lahan perkebunan milik perusahaan yang terlibat kontrak dengan mereka.
Seorang tersangka, Sindau (35), mengatakan, mereka wajib lapor sekali seminggu ke Kepolisian Resor Sintang. ”Kami ditahan di Polres Sintang selama 14 hari pada Agustus 2010. Setelah mendapatkan penangguhan, karena ada penjamin dari aparat desa, kami harus melapor ke Polres,” kata Sindau, Ketua Badan Perwakilan Desa Sejirak.
Sindau menuturkan, masyarakat adat terjerat kasus hukum setelah perusahaan yang melakukan kontrak pakai lahan milik masyarakat ingkar janji mengenai pembayaran royalti. ”Dalam kontrak disebutkan, kami mendapatkan Rp 15.000 per meter kubik kayu akasia yang ditanam di lahan kami dan menjadi tenaga kerja perawatan. Namun, sudah lewat lima tahun dari masa panen, kayu tak juga dipanen oleh perusahaan dengan alasan tak ada anggaran,” kata Sindau.
Penebangan kayu seharusnya dilakukan di tahun ke-8 setelah penanaman. Namun, hingga 2011 yang merupakan tahun ke-13, kayu tak juga ditebang, sehingga masyarakat tidak mendapatkan penghasilan. Semula, masyarakat mendapatkan penghasilan dari menanam dan merawat pohon, tetapi sejak lima tahun lalu tidak ada pekerjaan penanaman dan perawatan.
”Kami sudah beberapa kali meminta perusahaan untuk menebang dan memberikan royalti untuk kami. Kalau tidak ada anggaran, kami bersedia diupah dalam bentuk kayu. Namun, permintaan kami diabaikan,” ujar Sindau.
Sejumlah warga lalu menebang pohon di lahan milik mereka untuk mengganti royalti yang tidak dibayar perusahaan. Namun, polisi datang meminta mereka memberi keterangan ke Polres Sintang jika ada panggilan.
”Kami datang untuk memberi keterangan, tetapi langsung ditahan dengan tuduhan merusak lahan,” kata Sindau.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Sintang Ajun Komisaris Donny Sardo Lumbantoruan mengatakan, masyarakat disangka melakukan perusakan karena lahan itu masih menjadi konsesi perusahaan.
”Berkasnya masih ada di penyidik Reskrim Polresta Sintang, tetapi kami sudah kirim surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri Sintang untuk segera melimpahkan kasus ini,” kata dia.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Barat melakukan advokasi kepada masyarakat. Kepala Divisi Riset dan Kampanye Walhi Kalbar Hendrikus Adam mengungkapkan, tindakan masyarakat merupakan murni perjuangan untuk mempertahankan hidup ketika sumber pangan dikuasai oleh pemodal. (AHA)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2011/01/27/04090630/warga.masyarakat.adat.wajib.lapor.polisi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar