REP | 01 February 2011 | 17:51
Kriminalisasi Warga Kampung Karena Berladang
Kasus penangkapan yang merupakan bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat (MA) sering kali terjadi dana ditemui dalam sejumlah kasus konflik atas “pemanfaatan dan pengelolaan” sumber daya alam. Akhir-akhir ini fenomena tersebut kerap menimpa warga yang disertai dengan terabaikannya hak-hak mereka.
Terjadinya kriminalisasi yang dialami MA tersebut semisal kasus yang dialami warga Semunying Jaya, Kabupaten Bengkayang, Warga Pelaik Keruap di Menukung Kabupaten Melawi, dan kasus Andi-Japin MA di Ketapang, merupakan bentuk betapa masih rentannya masyarakat yang mengandalkan hidup dan kehidupannya dari SDA. Perlakuan yang tidak memenuhi rasa keadilan disaat warga yang berjuan justru ingin menjaga dan melestarikan hutan-dan tanah airnya.
Kasus yang baru-baru ini mencuat soal penangkapan warga, di alami masyarakat Adar di Kampung Sejirak, Kecamatan Ketungau hilir Kabupaten Sintang yang memperjuangkan hak hidupnya melalui perladangan. Disamping itu fenomena lain adalah sukarnya warga melakukan akses dan kontrol terhadap SDA karena sebagian besar kawasan yang secara the facto dimiliki telah dikuasai pemilik modal.
Sebagaimana diketahui bahwa sedikitnya 15 orang warga Sejirak dipanggil pihak kepolisian Resort Sintang pada awal Minggu kedua bulan Agustus 2010 lalu untuk dimintai keterangan. Pasca pemeriksaan tersebut warga yang dinyatakan bersalah karena dianggap telah menggarap lahan di kawasan HTI PT Finantara Intiga langsung dimasukan sel tahanan tanpa memberi tahu kepada pihak keluarga.
Melihat kejadian dalam kasus Sejirak ini, maka penelusuran lebih jauh atas fenomena dan bagaimana kelanjutan proses hukumnya menjadi penting. Beberapa waktu lalu telah dilakukan upaya pencarian fakta lapangan oleh (WALHI) Kalbar melalui kegiatan investigasi lapangan.
Pengakuan warga saat memberi penjelasan soal kondisi yang dialami kala penelusuran. Ternyata mereka dilaporkan sebelumnya oleh pihak perusahaan sehingga harus berhadapan dengan pihak berwajib. Dalam satu sisi dinilai tidak adil oleh korban kriminalisasi. Hal ini dikarekanakan, bahwa mereka menjadi korban kriminalisasi adalah bagian warga yang melakukan perladangan di sekitar HIT PT Intiga Finantara.
Sebelum 13 warga setempat berladang, dan kemudian diproses hukum, sebenarnya perladangan serupa telah dilakukan oleh warga lainnya di daerah tersebut. tetapi tidak ada tindakan hukum yang diberlakukan oleh perusahaan. Selanjutnya di sisi lain berdasarkan hasil pemantauan lapangan, Walhi di beberapa titik. Tampak jelas adanya tanaman akasia yang ditebangi bukan karena dipanen.
(data Walhi Kalbar)
Sumber: http://hankam.kompasiana.com/2011/02/01/memutus-rantai-hak-hidup-warga-atas-pangan-1/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar