Jalan M. Syafe'i Blok P Nomor 30 Pontianak, Kalimantan Barat. Telp. (0561) 731059

Jumat, 04 Februari 2011

Partisipasi Publik Tidak Terjamin dalam RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Tuesday, 02 February 2010

Siaran Pers Koalisi Kebijakan Partisipatif

Media Center, 4 Maret 2004
Komisi II DPR pada tanggal 3 Maret 2004 menyepakati untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (RUU PPP). Di samping masalah hierarki perundang-undangan dan muatan perundang-undangan yang dianggap beberapa kalangan merusak sistem ketatanegaraan dan perundang-undangan Indonesia, RUU ini masih menyimpan masalah besar yaitu persoalan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

Dengan hanya mencantumkan satu pasal yang menyatakan “Masyarakat dapat memberikan masukan secara lisan maupun tertulis dalam rangka persiapan maupun pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan”, dengan tambahan keterangan teknis dalam bagian Penjelasan RUU ini, khususnya penjelasan Pasal maka DPR dan Pemerintah telah mengabaikan masalah mendasar dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan selama ini, sebab:

1. Dengan pembenaran kata “dapat” dan ketentuan dalam penjelasan, DPR dan Pemerintah bisa dengan mudah dan sepihak mengabaikan partisipasi, rasionalitas dan aspirasi publik yang berkembang di dalam masyarakat dalam suatu proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

2. Tanpa mengatur perincian mekanisme dasar partisipasi publik dalam setiap tahapan proses pembentukan peraturan perundang-undangan, seperti; kewajiban menyediakan informasi secara aktif, larangan pembahasan yang tertutup, kewajiban menyelenggarakan konsultasi publik yang bermakna, mekanisme gugat publik dan lain sebagainya, maka RUU ini secara nyata-nyata tidak memberikan jaminan yang memadai bagi publik untuk berpartisipasi secara optimal dan bermakna dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

3. Tanpa mengatur perincian mekanisme khusus agar suara kelompok-kelompok masyarakat yang terpinggirkan atau rentan secara ekonomi, sosial dan politik bisa tersampaikan dan dipertimbangkan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, maka RUU ini justru semakin memperkuat peminggiran akses kelompok rentan dalam proses pembentukan kebijakan publik.

Kesimpulan umum yang bisa diambil adalah draft RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tersebut bukannya mendorong perkembangan partisipasi publik yang luas dan setara, tapi justru semakin mengukuhkan proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang sarat permainan kekuasaan dan anti partisipasi publik.

Ditundanya pembahasan RUU PPP oleh DPR sangatlah tepat karena akan memberikan kesempatan bagi masyarakat sipil untuk memberikan respon dan masukan mereka tentang bentuk partisipasi publik yang hakiki. Dalam pembahasan RUU PPP selama ini permasalahan tersebut belum sempat tergali secara maksimal, sehingga penundaan ini hendaknya dapat digunakan oleh Komisi II untuk mengelaborasi lebih jauh model partisipasi publik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang lebih optimal dan bermakna (full dan meaningfull participation).

Untuk itu Koalisi Kebijakan Partisipatif menyerukan proses pembahasan RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan didahului dengan Konsultasi Publik yang lebih luas dan bermakna, tidak sekadar mengundang pakar dan beberapa kalangan LSM saja.

Afrizal Tjoetra
Koordinator Koalisi Kebijakan Partisipatif

Menyetujui Seluruh Anggota Koalisi Kebijakan Partisipatif :
AMAN, AJI, Bina Desa, Bina Swadaya, BK3I, CETRO, Elsam, FKH-Unpak, HuMA, ICE on Indonesia, ICEL, ICS, ICW, IMLPC, IMPARSIAL, INFID, IPW, ISAI, JATAM, JRPP, Kalyanamitra, KEHATI, KPI, KRHN, Lab Sosio - FISIP UI, LBH Apik, LBH Jakarta, LeIP, Lembaga Aksi Hidup Sehat Indonesia, LP3ES, LSPP, NDI, PATTIRO, PBHI, PIRAC, PSHK, TAF, TI, Univ Islam Jakarta, Walhi EkNas, WWF, Yayasan Jaring, Yappika, YBM2, YLBHI, YLKI, YMU, BAKUMSU, ELSAKA, BITRA Indonesia, LP2M Padang, LP3, Yayasan Madani, Yayasan Dian Sumbar, AJI PALEMBANG, Koak Lampung, PUSSBIK, WALHI Bengkulu, WALHI Jambi, BIGS Bandung, IPGI-Seknas, LATIN, LEI, PMII, SAWARUNG, SPB (Serikat Petani Banten), AJI SEMARANG, IPGI-Solo, KBPH Atma Solo, Lembaga Gita Pertiwi, Komunitas Diskusi PRAYA Desa, LAPPERA, Forum LSM DIY, CPPS Surabaya, Daun Talas, FH Unibraw, FRP Malang, GAPRAKS Surabaya, LBH Malang, LBH Surabaya, LPKP Jatim, Mitra Bina Desa, PPFK Lumajang, PPTK, Prakarsa Lamongan, Pusham Unair, Ramiskot SA – KPPD, SPM Sidoarjo, Unijoyo, Walhi Jatim, Walsama Surabaya, YAPSEM Lamongan, YPSDI, YPSM Jember, WALHI Bali, DO Sanggau, LBBT-Pontianak, WALHI Kalbar, WALHI Kalteng, Mitra LH Kalteng, YADAH, KOPEL Makassar, SPFM Makassar, YPPR, WALHI Sulteng, YTM Palu, HIVLAK, Konsepsi NTB, SANLIMA, LBH Nusra, SANRES, Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air.

Sumber: http://www.jatam.org/content/view/1181/35/

Tidak ada komentar: