Kamis, 24/06/2010
By. Hentakun
Pontianak, Borneo Tribune
“Ini akibat aktifitas pembukaan lahan melalui Land Clearing, baik kegiatan perusahaan perkebunan maupun aktifitas pertanian tradisonal,” terang Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalbar Tri Budiarto, usai Rapat Koordinasi Persiapan Apel Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di ruang rapat Assisten III Setda Provinsi Kalbar, Rabu (23/6).
Menurut dia, upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya musibah kebakaran salah satunya dengan menyadarkan masyarakat untuk mengurangi kebiasaan membakar lahan seperti lahan pertanian. Sedangkan pada kegiatan perkebunan dengan skala besar, pemerintah tengah mendata dan menginventarisir sistem pengendalian kebakaran dari masing – masing perusahaan perkebunan, termasuk mendata daerah yang rawan kebakaran di kawasan HTI dan HPH.
“Saat ini proses inventarisasi tengah mendekati finalisasi updating informasi, menyangkut ketersedian peralatan pemadam kebakaran,” ujar mantan Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Kalbar itu.
Tri Budiarto juga mengakui dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama, tingkat kebakaran di Kalbar menurun sekitar 50 persen. Hal ini disebabkan faktor cuaca di sebagian daerah, intensitas hujan juga relatif tinggi.
Ladang Berpindah
Terpisah, Kepala Divisi Riset Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar, Hendrikus Adam mengatakan Kalimantan Barat rawan terjadinya kebakaran hutan. Terlebih dengan potensi lahan gambut yang tersebar hampir disemua kabupaten yang gampang sekali terbakar dimusim kemarau.
Adam mengharapkan, mestinya, setiap pihak siaga terhadap kemungkinan bencana ini dengan melakukan upaya cegah dini. Menurut dia, dalam dua tahun terakhir bencana kebakaran tersebut masih terjadi disejumlah daerah di Kalimantan Barat, hal ini menunjukkan bahwa potensi kebakaran itu selalu akan ada kedepan, sehingga perlu dilakukan antisipasi. Dari catatan pengalaman kebakaran yang terjadi, umumnya sebagai akibat dari pembukaan kawasan hutan skala besar.
“Di kawasan konsesi PT. Ledo Lestari di Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang. Bahkan Perusahaan ini telah habis masa izinnya sejak Desember 2007 namun hingga kini tetap beroperasi. Dalam dua tahun terakhir kebakaran itu misalnya terjadi di kawasan kabupaten Kubu Raya, Bengkayang (Karimunting), Ketapang, Kapuas Hulu dan sejumlah tempat lainnya,” terang Adam.
Masih kata Adam, rawan kebakaran terjadi di daerah bergambut dan kawasan konversi untuk perkebunan yang juga tersebar hampir disemua kabupaten di Kalbar. Sebagaimana kita ketahui bahwa titik api (hotspot) yang dipantau dari satelit NOAA antara tahun 2002 sampai dengan 2010, menunjukkan bahwa 70 - 80 persen kebakaran terjadi di luar kawasan hutan.
“Salah alamat bila tuduhan kebakaran hutan yang menyebabkan kabut asap selama ini dilakukan peladang berpindah yang memiliki kearifan tersendiri dalam mengelola hutan,” terang Adam.
Data Indeks Kualitas Lingkungan Hidup, pulau Kalimantan menempati posisi yang mengkhawatirkan yakni nomor dua paling bawah dari beberapa pulau besar di Indonesia setelah pulau Jawa, yakni: Papua (75,29), Sulawesi (73,66), Bali,Nusa Tenggara (68,96), Sumatera (64,53), Kalimantan (62,01), Jawa (53,50), maka perlu kemauan yang kuat melakukan pembenahan.
Pengendalian dalam kebakaran hutan dan lahan menjadi aspek penting khususnya di wilayah Kalimantan Barat.
Walhi sendiri menyebutkan hingga Agustus 2009 jumlah lahan dan hutan terbakar di Indonesia mencapai 3626,4 ha. Juga adanya 24.176 titik api di seluruh Indonesia, di mana yang tertinggi berada di Kalimantan Barat.
“Aturan mengenai penanggulangan bencana tidak cukup, tanpa adanya pengawasan kontinyu pihak terkait. Apalagi belum ada sanksi yang tegas terhadap pelaku,” tukas Adam.
Sumber:
http://www.borneotribune.com/headline/antisipasi-kebakaran-lahan-walhi-tepis-peladang-berpindah.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar