Senin, 29/03/2010/pk/14:48 WIB
Penulis : Aris Munandar
PONTIANAK--MI:Pengembangan teknologi berbahan bakar nabati memicu peningkatan kerusakan lingkungan hidup secara masif di Kalimantan Barat (Kalbar).
Oleh karena itu, dibutuhkan kesepakatan internasional untuk membatasi penggunaan bahan pangan tersebut sebagai sumber energi alternatif terbarukan.
Temuan itu terungkap dari sebuah penelitian yang dilakukan Friends of the Earth Netherlands (Milieudefensie) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar. Penelitian tersebut berangkat dari sebuah studi kasus di Kabupaten Ketapang.
"Hanya dalam waktu tiga tahun izin perkebunan kelapa sawit di Ketapang melonjak drastis, yakni dari 742 ribu hektare (ha) menjadi 1,4 juta ha. Luas ini setara dengan 40 persen luas wilayah kabupaten tersebut," kata juru kampanye bio massa dan bio feul Milieudefensie Claudia Theile dalam konferensi pers di Pontianak, Senin (29/3).
Ia menjelaskan, ekspansi besar-besaran perkebunan kelapa sawit itu bersamaan dengan terjadi ledakan (booming) permintaan terhadap kebutuhan bahan bakar nabati. Pasar dunia lebih memilih kelapa sawit sebagai bahan baku untuk energi alternatif tersebut karena lebih murah dan dapat tersedia dalam jumlah besar.
"Indonesia dan Malaysia, sebagai importir minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) terbesar di dunia telah berkomitmen, menyiapkan 40 persen dari total produksi mereka sebagai bahan bakar nabati," jelas Claudia.
Ia memperkirakan ledakan permintaan CPO untuk kebutuhan bahan bakar nabati masih akan terus berlangsung beberapa tahun ke depan. Pasalnya, Uni Eropa telah menargetkan perluasan penggunaan teknologi terbarukan untuk sarana transportasi sebesar 20% pada 2020 mendatang.
Regulasi itu tentu akan berdampak terhadap permintaan CPO di pasaran dunia. Sebab, diperkirakan sedikitnya 60% pasokan energi terbarukan itu harus diimpor dari negara di luar Uni Eropa. (AR/OL-01)
Sumber :
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/03/29/132489/89/14/Bahan-Bakar-Nabati-Rongrong-Lingkungan-Hidup-Kalbar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar