Jumat, 23/04/2010/pk/23:03
Pontianak, Indowarta
Berbagai aksi dari mahasiswa dan LSM mewarnai peringatan Hari Bumi Internasional yang jatuh pada 22 April. Sebagian besar aksi yang dipusatkan di kawasan Tugu Digulis-Bundaran Untan, Kamis (22/4) ini menampilkan adegan teatrikal yang menggambarkan kerusakan yang dialami bumi sekarang ini akibat dari eksploitasi yang dilakukan manusia.
Rangkaian aksi diawali dengan adegan teatrikal yang dimainkan oleh aktivis Walhi. Aksi yang dipimpin oleh Kepala Divisi Riset dan Kampanye Walhi Kalbar, Hendrikus Adam ini menggambarkan kondisi bencana banjir, longsor, kekeringan dan badai yang dialami manusia sebagai akibat kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh ulah manusia-manusia yang tamak dan serakah yang dalam adegan tersebut digambarkan sebagai investor/cukong dan pejabat-pejabat lainnya. Sebagian lain berperan sebagai warga/rakyat jelata yang menanggung akibat dari bencana tadi.
Dalam pernyataan sikapnya Walhi meminta agar perluasan perkebunan pembukaan kawasan perkebunan sawit dan pertambangan skala besar di kalimantan barat agar dihentikan dan perkebunan yang sudah ada dimaksimalkan.
Berikutnya, aksi dari Aliansi Mahasiswa Kalimantan Barat yang dimotori oleh PMKRI Pontianak, FMN Kalbar, PMII Pontianak, Mapala Enggang gading STAIN, Mapala Cagar Gaspasi, Mapala Universitas Muhammadiyah Pontianak, Sispala Azimut, Sispala Esksismu, Hiber Untan dan Humus Universitas Panca Bhakti. Dipimpin oleh Willy, AMKB menyuarakan hal yang sama dengan Walhi yaitu menuntut penghentian pembukaan perkebunan dan pertambangan skala besar. Selain itu AMKB meminta penghentian atas privatisasi dan komersialisasi terhadap SDA serta kriminalisasi terhadap rakyat. AMKB juga menyatakan penolakan atas RUU lahan sawit sebagai hutan, serta menuntut penegakkan hukum dan penindakan tegas terhadap perusak lingkungan dan satwa.
Ketua FMN, Melky yang melakukan orasi, meneriakkan ini sebagai momentum untuk memperingati bumi yang sudah semakin rusak. ”Asap membuat bumi panas, pabrik-pabrik hanya sebagai sarang-sarang hantu yang mengeksploitasi isi bumi. Mereka adalah bangsa-bangsa asing yang mengeruk hasil bumi Indonesia untuk kepentingan kapitalis. Feodalisme dijadikan basis untuk mengeruk kakayaan alam dalam negeri melalui kaki tangannya yaitu rezim pemerintahan saat ini,” kecamnya.
Aksi kelompok Sylva yang merupakan BEM Fakultas Kehutanan Untan memfokuskan pada isu pemanasan global. Sylva menghimbau agar manusia berhenti atau mengurangi mengkonsumsi daging, membatasi emisi karbon, melakukan daur ulang dan menggunakan ulang, menggunakan transportasi ramah lingkungan dan segera melakukan penanaman pohon disekitar kita.
Kelompok Mapala Untan, Mapala Universitas panca Bhakti dan Sanggar Seni Untan yang menutup rangkaian aksi di sore hari juga menampilkan adegan teatrikal yang menggambarkan beban bumi yang semakin berat karena sumber daya alam dan mineralnya habis dikuras manusia. Dipimpin oleh Agri dan Windri, aksi mereka yang juga dimeriahkan oleh nuansa music etnik, sangat menyita perhatian pengendara yang ramai melintas.
Kelompok ini membagikan stiker dan selebaran yang dicetak dari kertas daur ulang. Menurut Windri, hal tersebut dimaksudkan sebagai kampanye penghematan penggunaan kertas, dengan demikian secara otomatis akan mengurangi penebangan pohon sebagai bahan dasar pembuat kertas. (fai)
Sumber:
http://indowarta.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7835:mahasiswa-dan-lsm-sikapi-kerusakan-bumi&catid=137:kalimantan-barat&Itemid=364
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar