Jalan M. Syafe'i Blok P Nomor 30 Pontianak, Kalimantan Barat. Telp. (0561) 731059

Rabu, 30 Juni 2010

Dinilai Cacat Konsep

Rabu, 26/05/2010/pk/08:45:00
Pontianak Post.

WALHI menilai konsep Reducing Emissions from Deforestation and Degradation cacat, karena konsep tersebut dimanfaatkan oleh negara maju untuk mengelak dari tanggung jawabnya dalam mengurangi emisi di negara mereka sendiri. Konsep REDD tersebut diperkirakan akan semakin meminggirkan masyarakat yang bergantung pada hutan. Hendrikus Adam dari Walhi Kalbar mengatakan konsep itu muncul karena perubahan iklim. Namun perubahan perubahan Iklim yang merupakan permasalahan sosial dan lingkungan, malah dijadikan usaha bisnis yang memberikan peluang untuk memperoleh hak milik tanah baru dan memberikan ruang untuk penimbunan modal.

“Walhi mengkritisi dukungan bilateral inisiatif REDD di Indonesia, khususnya peranan besar yang dimainkan oleh Australia. Harus dipertanyakan apakah dukungan itu strategi memfasilitasi operasi perusahan ekstraktif yang dimiliki Australia di Kalimantan dan Papua,” katanya Selasa (25/5). Lanjutnya, dari 230 juta penduduk Indonesia, diperkirakan 40 juta antaranya masyarakat adat yang tergantung pada hutan dan barang dan jasa sumber daya alam. Mayoritas tanah yang disisihkan untuk REDD dianggap sebagai hutan negara. Karena REDD akan meningkatkan nilai hutan, pemerintah berkemungkinan untuk tidak mengakui hak-hak masyarakat adat terhadap tanah mereka. ”Deforestasi (penebangan hutan untuk perkebunan), kebakaran hutan dan pengeringan lahan gambut menjadi penyebab utama emisi Indonesia. Demikian halnya dengan laju deforestasi yang mencapai 2 juta hektar, yang sekaligus menempatkan Indonesia sebagai urutan pertama sebagai negara dengan laju deforestasi tertinggi di dunia,” ujarnya. (tin)

Sumber:
http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=34567

Aktivis Lingkungan Ajak Selamatkan Bumi Peringatan Hari Bumi

Jum'at, 23/04/2010/pk08:12:00
Pontianak Post

HARI BUMI: Peringatan Hari Bumi, dalah satu hari kemarin ada beberapa kegiatan dilakukan mahasiswa. Di bagian lain, tiga wanita aktivis Makumpala lakukan raveling sembari memasang baleho seruan di tower air PDAM. MUJADI/MAHMUD/PONTIANAKPOST
PONTIANAK – Sejumlah aktivis lingkungan di Kalimantan Barat menggelar aksi damai memperingati hari bumi pada Kamis (22/4). Aksi itu menyerukan agar segera menyelamatkan bumi dari kerusakan.

Aksi yang diikuti 70 aktivis itu dimulai sekitar pukul 15.45 di Bundaran Untan. Mereka menggelar aksi teaterikal yang mengkritisi ketidakpedulian terhadap isu global warming. Selain berorasi, aksi juga membawa sejumlah spanduk, bendera yang mengajak menyelamatkan bumi dari kerusakan. Aksi mengeliling bundaran selama lima belas menit. Selain berorasi, mereka juga menanam 117 pohon yang terdiri atas rambutan, durian, lengkeng, dan manggis. Menurut Koordinator Aksi dari Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Radius Welly, aksi ini mengingatkan masyarakat terhadap pentingnya menyelamatkan bumi.

“Kami membagikan 117 pohon dari empat jenis tanaman yang berbeda dan akan ditanam di tiga penjuru bundaran Untan. aksi ini merupakan simpatik kami atas pemanasan global yang terjadi di bumi tercinta ini,” ujarnya. Hendrikus Adam dari Walhi Kalbar menjelaskan pemanasan global yang terjadi sekarang lebih banyak karena kerusakan alam terutama hutan di Indonesia. Indonesia sebagai paru-paru dunia diharapkan bisa tetap membuat eksis kehidupan ini menjadi lebih baik, selain sebagai penyeimbang sistem ekologi dan ekosistem makhluk yang ada di bumi.

Selain itu juga karbondioksida menjadi salah satu kontributor terbesar yang mempengaruhi pemanasan global. Metana yang dihasilkan oleh agrikultur dan peternakan, nitrogen oksida dari pupuk dan choloflurocarbon. Serta banyak sebab lain yang juga menyebabkan semakin meningkatnya panas di bumi ini. Walhi Kalbar menyerukan penghentian perluasan pembukaan kawasan perkebunan sawit dan pertambangan skala besar di Kalimantan Barat. Walhi juga meminta penuntasan berbagai kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat seperti kasus di Semunying Jaya. “Pembukaan kawasan hutan dalam skala besar khususnya melalui konsensi perkebunan sawit dan pertambangan yang mengeruk lahan, air, bahan mineral telah mmberikan sejumlah konsekuensi logis-deskruktif terhadap fenomena sosial dan ekologi di Kalimantan Barat. Sedangkan masa depan negeri ini harus bersiap menerima ulah dari keserakahan manusia dengan tindakannya yang cenderung eksploitatif terhdap kekayaan sumber daya alam,” kata Adam.

Adam menambahkan hal lain dari fenomen pembukan kawasan hutan skala besar untuk perkebunan adalah munculnya bencana sosial vertical di masyarakat berupa konflik. Serta mengakibatkan bahaya krisis sumber air dan kabut asap mengiringi krisis lingkungan yang terjadi. Pada tempat terpisah, Mahasiswa Hukum Pencinta Alam juga menggelar aksi memperingati hari bumi di perempatan Jalan Ahmad Yani dan KH Ahmad Dahlan. Dalam aksi tersebut tiga anggota muda Makumpala, Gerdha, Yuli Novinati, dan Demierli, melakukan refling, menurunkan baliho hari bumi tower PDAM. Mereka juga membagikan 500 pohon kepada para pelintas. Menurut Lanang Bagus Prasetyo, dengan pembagian pohon tersebut diharapkan mampu memunculkan keasadaran masyarakat sebagai antisipasi menyelamatkan bumi. (sgg/stm)

Sumber:
http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=33294

Hentikan Komersialisasi Air

Rabu, 24/03/2010/pk/07:36:00
Pontianak Post

PONTIANAK – Sekitar 30 mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kalimantan Barat dan Walhi Kalbar, Selasa (23/3) menggelar aksi di Bundaran Untan memeringati hari air. Mereka menyerukan agar segera menghentikan dan eksploitasi terhadap lingkungan. Ada lima tuntutan, di antaranya, menghentikan ekspansi perkebunan dan pertambangan skala besar, hentikan privatisasi dan komersialisasi air, setop illegal logging, hentikan pengrusakan hutan disekitar kawasan taman nasional Danau Sentarum/TNDS dan kawasan-kawasan penting lainnya di Kalbar, hentikan perampasan tanah yang menjadi produksi rakyat.

Hendrikus Adam, humas Aksi yang juga Kadiv Reaserch dan Kampanye Walhi mengatakan, sesuai dengan UU SDA 7/2004 bahwa air ialah sumber kehidupan yang sangat penting, karena semua orang butuh air. Karenanya air harus dijaga. “Semua orang di dunia butuh air, kerananya wajiblah kita untuk menjaga air agar tetap terjaga dan bersih,” katanya.Selama ini, katanya bancana akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab, menjadikan banyaknya bencana, seperti krisis air, namun jika air berlimpah malah menjadi banjir. Karena itu, katanya ia menghimbau dari semua kalangan agar, bisa menghemat air, menjaga sumber air, untuk pemerintah harus menjaga kelestarian sumber daya air.

Toni, ketua Bidang Keorganisasian GMKI mengatakan, dengan adanya kegiatan aksi itu, ialah langkah awal, sebagai tindakan untuk menyampaikan kepada masyarakat agar bisa memelihara air. Dengan begitu air bisa tetap dipertahankan kebersihannya dan keindahan. Ia mengimbau kepada masyarakat agar memeliharan sumber daya air, terutama sungai kapuas yang penduduknya memanfaatkan air kapuas untuk kehidupan sehari-hari. (tin)

Sumber :
http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=31824

Antisipasi Kebakaran Lahan Walhi Tepis Peladang Berpindah

Kamis, 24/06/2010
By. Hentakun

Pontianak, Borneo Tribune
“Ini akibat aktifitas pembukaan lahan melalui Land Clearing, baik kegiatan perusahaan perkebunan maupun aktifitas pertanian tradisonal,” terang Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalbar Tri Budiarto, usai Rapat Koordinasi Persiapan Apel Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di ruang rapat Assisten III Setda Provinsi Kalbar, Rabu (23/6).

Menurut dia, upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya musibah kebakaran salah satunya dengan menyadarkan masyarakat untuk mengurangi kebiasaan membakar lahan seperti lahan pertanian. Sedangkan pada kegiatan perkebunan dengan skala besar, pemerintah tengah mendata dan menginventarisir sistem pengendalian kebakaran dari masing – masing perusahaan perkebunan, termasuk mendata daerah yang rawan kebakaran di kawasan HTI dan HPH.

“Saat ini proses inventarisasi tengah mendekati finalisasi updating informasi, menyangkut ketersedian peralatan pemadam kebakaran,” ujar mantan Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Kalbar itu.

Tri Budiarto juga mengakui dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama, tingkat kebakaran di Kalbar menurun sekitar 50 persen. Hal ini disebabkan faktor cuaca di sebagian daerah, intensitas hujan juga relatif tinggi.

Ladang Berpindah
Terpisah, Kepala Divisi Riset Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar, Hendrikus Adam mengatakan Kalimantan Barat rawan terjadinya kebakaran hutan. Terlebih dengan potensi lahan gambut yang tersebar hampir disemua kabupaten yang gampang sekali terbakar dimusim kemarau.

Adam mengharapkan, mestinya, setiap pihak siaga terhadap kemungkinan bencana ini dengan melakukan upaya cegah dini. Menurut dia, dalam dua tahun terakhir bencana kebakaran tersebut masih terjadi disejumlah daerah di Kalimantan Barat, hal ini menunjukkan bahwa potensi kebakaran itu selalu akan ada kedepan, sehingga perlu dilakukan antisipasi. Dari catatan pengalaman kebakaran yang terjadi, umumnya sebagai akibat dari pembukaan kawasan hutan skala besar.

“Di kawasan konsesi PT. Ledo Lestari di Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang. Bahkan Perusahaan ini telah habis masa izinnya sejak Desember 2007 namun hingga kini tetap beroperasi. Dalam dua tahun terakhir kebakaran itu misalnya terjadi di kawasan kabupaten Kubu Raya, Bengkayang (Karimunting), Ketapang, Kapuas Hulu dan sejumlah tempat lainnya,” terang Adam.

Masih kata Adam, rawan kebakaran terjadi di daerah bergambut dan kawasan konversi untuk perkebunan yang juga tersebar hampir disemua kabupaten di Kalbar. Sebagaimana kita ketahui bahwa titik api (hotspot) yang dipantau dari satelit NOAA antara tahun 2002 sampai dengan 2010, menunjukkan bahwa 70 - 80 persen kebakaran terjadi di luar kawasan hutan.

“Salah alamat bila tuduhan kebakaran hutan yang menyebabkan kabut asap selama ini dilakukan peladang berpindah yang memiliki kearifan tersendiri dalam mengelola hutan,” terang Adam.

Data Indeks Kualitas Lingkungan Hidup, pulau Kalimantan menempati posisi yang mengkhawatirkan yakni nomor dua paling bawah dari beberapa pulau besar di Indonesia setelah pulau Jawa, yakni: Papua (75,29), Sulawesi (73,66), Bali,Nusa Tenggara (68,96), Sumatera (64,53), Kalimantan (62,01), Jawa (53,50), maka perlu kemauan yang kuat melakukan pembenahan.

Pengendalian dalam kebakaran hutan dan lahan menjadi aspek penting khususnya di wilayah Kalimantan Barat.

Walhi sendiri menyebutkan hingga Agustus 2009 jumlah lahan dan hutan terbakar di Indonesia mencapai 3626,4 ha. Juga adanya 24.176 titik api di seluruh Indonesia, di mana yang tertinggi berada di Kalimantan Barat.

“Aturan mengenai penanggulangan bencana tidak cukup, tanpa adanya pengawasan kontinyu pihak terkait. Apalagi belum ada sanksi yang tegas terhadap pelaku,” tukas Adam.

Sumber:
http://www.borneotribune.com/headline/antisipasi-kebakaran-lahan-walhi-tepis-peladang-berpindah.html

Kepala Daerah Mesti Peduli Lingkungan

18/05/2010/pk/08:32 WIB
Muhlis Suhaeri / Arwani

VHRmedia, Pontianak - Aliansi Pro Ekologi menggelar aksi di Bundaran Universitas Tanjungpura, Pontianak, kemarin. Mereka berharap pemimpin yang terpilih dalam pemilihan kepala daerah di enam kabupaten pada 19 Mei nanti lebih peduli pada lingkungan.

Hendrikus Adam, salah satu pemimpin aksi, mengatakan ketika pemimpin yang terpilih membuat kebijakan dan hanya berlandaskan pada ekonomi, hal itu akan berbahaya bagi lingkungan. Apalagi bila tidak melihat aspek sosial, budaya, dan ekologi atau lingkungan. “Kerusakan lingkungan, salah satu penyebabnya kebijakan pemimpin daerah dalam melakukan pembangunan.”

Kerusakan lingkungan akan meningkatkan suhu bumi. Hal itu diperparah dengan dikeluarkannya peraturan yang membolehkan kawasan hutan gambut dikonversi untuk perkebunan sawit, melalui Peraturan Menteri Pertanian. Bila kawasan gambut diekpolitasi, akan meningkatkan emisi tambahan gas rumah kaca.

Dengan kepemimpinan baru, diharapkan sistem berubah dan tidak terjebak lagi dalam berbagai pelanggaran lingkungan yang merusak alam. Hendrikus Adam berharap rakyat diberi pendidikan politik, sehingga bisa mengontrol kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah. “Ketika bicara mengenai lingkungan, semua punya peran,” katanya. (E4)

Foto: VHR media / Muhlis Suhaeri
Sumber:
http://www.vhrmedia.com/2008/Kepala-Daerah-Mesti-Peduli-Lingkungan-berita4209.html

Hari Buruh Internasional May Day dan Setumpuk Masalah Buruh

01/05/2010/pk/17:3 WIB
by. Muhlis Suhaeri

VHRmedia, Pontianak – Nurani, dengan bersemangat datang ke Bundaran Universitas Tanjungpura (Untan), pagi itu, 1 Mei. Dia mendekap keponakannya, Abdul Basid Al-Ikram yang baru berusia 3,5 tahun.

Keduanya langsung berkumpul dengan ratusan orang, untuk memperingati Hari Buruh Sedunia. Tempat ini lokasi favorit menggelar aksi. Banyak orang lewat di tempat ini.
Suasana semarak semakin terasa, dengan adanya berbagai bendera, spanduk, poster, tetabuhan, dan beraneka seragam atribut. Suasana riuh dengan yel-yel bersahut-sahutan dari peserta aksi.

Ada yang berseragam birokrat, petani, buruh, dan kaum miskin kota. Pawai ini semakin panas karena orator tak henti-hentinya menggelorakan peserta aksi. Berbagai agitasi dan propaganda meluncur dari mulutnya.

Aksi ini, yang menamakan diri Persatuan Rakyat Kalimantan Barat (PRKB), adalah gabungan dari 50 organisasi. Buruh, nelayan, petani, kaum miskin kota, pedagang kaki lima, mahasiswa, masyarakat adat, LSM, dan jurnalis, tumplek jadi satu.

Isu utama yang diusung pada peringatan Hari Buruh tahun ini, Stop Perampasan!!! Upah, Tanah dan Kerja.

Deman Huri dari LPS AIR mengatakan, 3 isu tersebut diangkat, karena masih adanya ketidakadilan dari segi upah. “Gaji buruh kecil, tak sesuai dengan pendapatan perusahaan yang besar,” kata Deman.

UU No 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan sangat tidak menguntungkan buruh. Dalam UU tersebut, ada pasal yang mengatur tentang buruh kontrak dan outsourcing. “Hal ini tentu saja menguntungkan pemodal dan mengkebiri hak buruh,” kata Deman.

Juga ada kasus perluasan perkebunan yang hanya berpihak pada pengusaha. Membuat tanah rakyat dirampas penguasa dan investor. Begitu juga dengan semakin sempitnya peluang kerja, membuat rakyat menganggur.

Nurani, punya sejumlah alasan kenapa ikut demo bersama buruh. Tujuannya, mengkritisi pemerintah yang tak memberikan perhatian terhadap rakyatnya. “Tak ada perubahan,” kata Nurani.

Dia mengajak keponakan serta, agar si kecil belajar hidup mandiri. “Supaya kalau sudah dewasa, mengerti bagaimana keadaan sebenarnya,” kata Nurani.

Tak takutkah Nurani, bila sewaktu-waktu terjadi bentrokan dalam aksi tersebut? “Kita melaksanakan aksi damai. Semoga hari ini menjadi pembelajaran. Bahwa, masih banyak yang terjadi di Kalbar,” ujarnya.

Dia berpendapat, kondisi ekonomi sekarang serba sulit. Lapangan kerja susah, pendidikan mahal, kesehatan bagi rakyat miskin, kurang dilayani. “Banyak rakyat miskin yang tak dapat Jamkesmas,” katanya.

Pam Pam, Koordinator Aksi dalam orasinya menyatakan, ada berbagai ketidakadilan yang masih terjadi pada buruh, tani, nelayan dan kaum miskin kota.

“Padahal, mereka punya andil dalam pembangunan bangsa,” kata Pam Pam.

Hari makin siang. Rombongan aksi melanjutkan perjalanan menuju Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Barat yang berjarak 1 kilometer. Sambil berjalan, peserta aksi menyanyikan lagu dan orasi dari pengeras suara.

Sesampai di Gedung DPRD, rombongan aksi menggelar orasi di depan pintu masuk. Hanya ada satu anggota dewan menyambut. Sabtu, anggota Dewan libur.

Suratimin, dari perwakilan buruh mengatakan, tanpa buruh semua sektor perusahaan tak akan bisa bergerak. “Namun, buruh malah diperlakukan tak adil dan digaji rendah,” katanya.

Secara bergiliran, perwakilan organisasi menyampaikan orasinya. Mengkritisi berbagai kebijakan yang timpang. Mereka berharap, perubahan dan keberpihakan pada kamu buruh bakal terjadi. Atau, mereka akan terus menyuarakan tuntutan. (*)

Foto: VHR media/ Muhlis Suhaeri
Sumber:
http://www.vhrmedia.com/May-Day-dan-Setumpuk-Masalah-Buruh-kisah4022.html

Ekspansi Perkebunan Skala besar Sebabkan Kerusakan Lingkungan

Senin, 07/06/2010/pk/14:17

Pontianak, Indowarta
Puluhan aktivis lingkungan yang tergabung dalam Panitia Bersama Peringatan Hari Lingkungan Hidup menuduh ekspansi perkebunan sawit skala besar di kawasan hulu sebagai penyebab kerusakan lingkungan hidup, khususnya di Kalbar ini.

Dalam aksinya di Tugu Digulis Universitas Tanjungpura, Sabtu (5/6), Koordinator Umum aksi, Hendrikus Adam, mengatakan pembukaan lahan perkebunan skala besar dengan membabat hutan penyangga sumber air di kawasan hulu merusak ekosistem hingga ke darerah hilir.

“Langkah nyata untuk penyelamatan lingkungan adalah pemerintah harus mencabut kebijakan pembukaan investasi perkebunan skala besar. Dan kita berharap agar kepala daerah yang baru terpilih mempunyai komitmen untuk upaya penyelamatan lingkungan seperti yang mereka sampaikan dalam kampanye mereka,” pinta Adam.

Salah satu panitia aksi, Pampam mengatakan bahwa tujuan aksi simpatik ini adalah untuk memperingati hari lingkungan hidup sedunia, dengan mengingatkan kepada seluruh rakyat dan khususnya kepada Pemerintah agar memperhatikan kondisi lingkungan saat ini. “Hari ini kita masih melihat banyaknya lingkungan yang rusak akibat dari pembukaan perkebunan skala besar yang didukung oleh pemerintah” ujarnya.
Dalam seruan yang dibagikan saat aksi, mereka meminta praktek perampasan tanah masyarakat dan tanah adat, penghancuran hutan tanpa mempedulikan fungsi hutan yang menjadi penyeimbang bagi kehidupan, serta perluasan perkebunan sawit agar dihentikan.

Praktek tersebut masih terlihat jelas dari luasnya perkebunan sawit 4,145 juta hektar, jumlah perusahaan kehutanan pemegang ijin IUPHHK-HA (Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam) yang masih aktif sebanyak 18 unit dan 5 unit berstatus tidak aktif. IUPHHK/IUPHHK-HA dengan luas konsesi 1.125.758 hektar yang berada di Kabupaten Kubu raya, Ketapang, Sintang, Melawi dan Kapuas Hulu (draft statistik kehutanan Kalbar tahun 2008). Sementara itu pemegang IUPHHK-HT (Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman) di kalbar sebanyak 9 perusahaan dengan luas konsesi 781.415,17 hektar persegi dan ditambah lagi 280 ijin kuasa pertambangan dengan luasan 1 juta hektar kubik. Kesemua itu dilakukan dengan mengabaikan keberadaan masyarakat adat yang sudah turun temurun menguasai, menjaga, memanfaatkan dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari tanah dan sumber daya alamnya.

Senada dengan pernyataan Adam, aktivis Up Link Pontianak Sutomo, menggambarkan mengapa kerusakan di daerah hulu bisa menyebabkan kerusakan di hilir. “Secara sederhana kita bisa merasakan, bagaimana ketika musim air pasang, air sungai menjadi sangat asin karena daerah penyangga di daerah hulu sudah rusak. Perkebunan skala besar dan monopoli tanah adalah penyebab rusaknya tatanan lingkungan,” ungkapnya.

Tomo menuturkan, dalam aksi ini ada empat kritisi yang ingin disampaikan kepada pemerintah, diantaranya adalah Pemerintah harus melihat kembali kebijakan yang dibuatnya, kebijakan pemerintah merusak lingkungan yang akhirnya merusak hajat hidup orang banyak dan pada akhirnya mendatangkan bencana, pemerintah harus tegas terhadap investasi yang melanggar perundang-undangan, serta mengusulkan kepada BPK untuk melakukan audit investigasi dan BLHD melakukan audit lingkungan, juga proaktifnya aparat kepolisian untuk turun ke lapangan.

Sebelum mengakhiri aksi, massa memasang replika simbolik bumi yang kondinya rusak, di gerbang Universitas Tanjungpura sisi utara, serta memasang rangkaian kata-kata di seputar tugu Digulis, yang bertuliskan “Dicari Bumi Baru”, “Usir Perampas Tanah”. (fai)

Sumber:
http://www.indowarta.com/index.php?option=com_content&view=article&id=8587:ekspansi-perkebunan-skala-besar-sebabkan-kerusakan-lingkungan&catid=137:kalimantan-barat&Itemid=364

Catatan; Tertulis Sutomo aktifis Up Link, mestinya aktifis Gemawan. Beliau juga DD Walhi Kalbar.

Cari Pemimpin yang Peduli Lingkungan

Senin, 17/05/2010/pk/21:23

Pontianak, Indowarta
Pilkada di enam kabupaten akan digelar 19 Mei 2010. Saatnya masyarakat harus jeli memilih calon pemimpin daerah yang pro lingkungan. Demikian seruan puluhan aktivis Aliansi Pro Lingkungan saat mengelar demontrasi di Bundaran Untan, Senin (17/5).

Koordinator Aksi Aliansi Pro Lingkungan, Hendrikus Adam mengatakan selama ini bencana terus saja terjadi akibat dari kebijakan pemerintah yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Dari catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2010, dalam kurun waktu 13 tahun telah terjadi 6.632 bencana terkait ekologi.

“Sebagian besar dari bencana tersebut akibat ulah manusia terutama pemerintah yang tidak memperhatikan lingkungan dalam mengeluarkan kebijakan berkedok pembangunan,” ujarnya.

Adam mengingatkan masyarakat di enam kabupaten yang akan mengikuti pilkada untuk cerdas, cermat dan rasional dalam memilih calon pemimpin baru di daerahnya.

“Pilihlah pemimpin yang memiliki komitmen untuk berjuang bersama rakyat dan memiliki komitmen penyelamatan ekologi,” katanya.

Ia juga mendesak agar pemerintah menghentikan kebijakan eksploitasi dan penghancuran atas SDA melalui perkebunan sawit dan pertambangan yang mengancam sumber kehidupan, kondisi sosial, budaya dan adat istiadat.

“Kita juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersatu melawan berbagai bentuk kebijakan dan upaya-upaya perusakan ekologi di Kalbar,” ajaknya.

Aliansi Pro Ekologi ini juga mendesak penghentian kriminalitas terhadap masyarakat yang mempertahankan hak-haknya dan menindak tegas pelaku perusak lingkungan.
“Hargai dan kembalikan hak masyarakat adat dalam menjaga dan melestarikan ekologi dengan kearifan lokal yang dimiliki,” tegasnya.

Aksi diwarnai dengan adegan teatrikal yang menggambarkan kondisi bumi yang semakin terancam akibat pengrusakan lingkungan yang disebabkan oleh kebijakan-kebijakan yang tidak pro ekologi.(fai/tantra)

Sumber:
http://indowarta.com/index.php?option=com_content&view=article&id=8237:cari-pemimpin-yang-peduli-lingkungan&catid=137:kalimantan-barat&Itemid=364

Mahasiswa dan LSM Sikapi Kerusakan Bumi

Jumat, 23/04/2010/pk/23:03

Pontianak, Indowarta
Berbagai aksi dari mahasiswa dan LSM mewarnai peringatan Hari Bumi Internasional yang jatuh pada 22 April. Sebagian besar aksi yang dipusatkan di kawasan Tugu Digulis-Bundaran Untan, Kamis (22/4) ini menampilkan adegan teatrikal yang menggambarkan kerusakan yang dialami bumi sekarang ini akibat dari eksploitasi yang dilakukan manusia.

Rangkaian aksi diawali dengan adegan teatrikal yang dimainkan oleh aktivis Walhi. Aksi yang dipimpin oleh Kepala Divisi Riset dan Kampanye Walhi Kalbar, Hendrikus Adam ini menggambarkan kondisi bencana banjir, longsor, kekeringan dan badai yang dialami manusia sebagai akibat kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh ulah manusia-manusia yang tamak dan serakah yang dalam adegan tersebut digambarkan sebagai investor/cukong dan pejabat-pejabat lainnya. Sebagian lain berperan sebagai warga/rakyat jelata yang menanggung akibat dari bencana tadi.

Dalam pernyataan sikapnya Walhi meminta agar perluasan perkebunan pembukaan kawasan perkebunan sawit dan pertambangan skala besar di kalimantan barat agar dihentikan dan perkebunan yang sudah ada dimaksimalkan.

Berikutnya, aksi dari Aliansi Mahasiswa Kalimantan Barat yang dimotori oleh PMKRI Pontianak, FMN Kalbar, PMII Pontianak, Mapala Enggang gading STAIN, Mapala Cagar Gaspasi, Mapala Universitas Muhammadiyah Pontianak, Sispala Azimut, Sispala Esksismu, Hiber Untan dan Humus Universitas Panca Bhakti. Dipimpin oleh Willy, AMKB menyuarakan hal yang sama dengan Walhi yaitu menuntut penghentian pembukaan perkebunan dan pertambangan skala besar. Selain itu AMKB meminta penghentian atas privatisasi dan komersialisasi terhadap SDA serta kriminalisasi terhadap rakyat. AMKB juga menyatakan penolakan atas RUU lahan sawit sebagai hutan, serta menuntut penegakkan hukum dan penindakan tegas terhadap perusak lingkungan dan satwa.

Ketua FMN, Melky yang melakukan orasi, meneriakkan ini sebagai momentum untuk memperingati bumi yang sudah semakin rusak. ”Asap membuat bumi panas, pabrik-pabrik hanya sebagai sarang-sarang hantu yang mengeksploitasi isi bumi. Mereka adalah bangsa-bangsa asing yang mengeruk hasil bumi Indonesia untuk kepentingan kapitalis. Feodalisme dijadikan basis untuk mengeruk kakayaan alam dalam negeri melalui kaki tangannya yaitu rezim pemerintahan saat ini,” kecamnya.

Aksi kelompok Sylva yang merupakan BEM Fakultas Kehutanan Untan memfokuskan pada isu pemanasan global. Sylva menghimbau agar manusia berhenti atau mengurangi mengkonsumsi daging, membatasi emisi karbon, melakukan daur ulang dan menggunakan ulang, menggunakan transportasi ramah lingkungan dan segera melakukan penanaman pohon disekitar kita.

Kelompok Mapala Untan, Mapala Universitas panca Bhakti dan Sanggar Seni Untan yang menutup rangkaian aksi di sore hari juga menampilkan adegan teatrikal yang menggambarkan beban bumi yang semakin berat karena sumber daya alam dan mineralnya habis dikuras manusia. Dipimpin oleh Agri dan Windri, aksi mereka yang juga dimeriahkan oleh nuansa music etnik, sangat menyita perhatian pengendara yang ramai melintas.

Kelompok ini membagikan stiker dan selebaran yang dicetak dari kertas daur ulang. Menurut Windri, hal tersebut dimaksudkan sebagai kampanye penghematan penggunaan kertas, dengan demikian secara otomatis akan mengurangi penebangan pohon sebagai bahan dasar pembuat kertas. (fai)

Sumber:
http://indowarta.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7835:mahasiswa-dan-lsm-sikapi-kerusakan-bumi&catid=137:kalimantan-barat&Itemid=364

Perdagangan Karbon Jangan Gunakan Sistem Dagang

Kamis, 01/04/2010/pk/22:27

Pontianak, Indowarta
Kompensasi financial atas pemeliharaan hutan atau yang biasa disebut dengan istilah perdagangan karbon dihimbau agar tidak menggunakan sistem dagang. Hal ini diungkapkan Anggota Walhi Kalbar Syamsuri usai dirinya mengikuti dengar pendapat antara Komisi C DPRD kalbar dengan Walhi Kalbar di Kantor DPRD jalan Ahmad Yani, Selasa (31/3).

“Di beberapa kabupaten di Kalbar program itu sudah berjalan, seperti di Kabupaten Kapuas Hulu misalnya. Namun pola yang digunakan masih memakai pola perdagangan, ini merugikan pemerintah dan masyarakat karena pola perdagangan biasanya menggunakan makelar,” ungkap pria yang juga berlatar belakang sebagai penggiat kepecinta alaman ini.

Menurutnya, makelar yang nantinya akan memberikan uang kepada pemilik kawasan sesuai dengan besaran karbon dari luas kawasan yang dimilikinya. Sedangkan kawasan yang terkena program ini di Kapuas Hulu sebagian besar sudah dikuasai oleh perusahaan atau investor. “Jadi uang kompensasi tersebut akan lari ke perusahaan atau investor, sedangkan pemerintah dan masyarakat hanya mendapat ucapan terima kasih saja,” sindirnya.

Syamsuri memberikan alternatif dengan menyarankan untuk menggunakan sistem intensif. “Kalau dengan sistem intensif ada kesepakatan antara negara donatur dengan pemerintah kabupaten, misalnya negara tersebut memiliki sekian dana yang langsung diberikan kepada bupati tanpa membuat ukuran berapa US dollar per ton karbon,” ujar Syamsuri. Memang, dikatakan Syamsuri, sistem ini masih didiskusikan penggunaannya.

Ide perdagangan karbon sendiri dilatarbelakangi oleh isu pemanasan global (Global Warming), sebagai salah satu upaya menurunkan gas rumah kaca, seperti yang dicetuskan dalam Protokol Kyoto pada tahun 1997. Kesepakatan ini sendiri sudah diratifikasi oleh 161 negara. (fai)

Sumber ;
http://indowarta.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7353:perdagangan-karbon-jangan-gunakan-sistem-dagang&catid=137:kalimantan-barat&Itemid=364

Walhi Ajak DPRD Kalbar Selamatkan TNDS

Kamis, 01/04/2010/pk/22:08

Pontianak, Indowarta
Keseriusan Walhi untuk menyelamatkan keberadaan kawasan hutan di Kalbar semakin gencar dilakukan, setelah sebelumnya menggelar peluncuran buku hasil penelitian kerusakan kawasan hutan akibat perluasan kebun sawit di Kabupaten Ketapang, Selasa (31/3) ini mereka melakukan dengar pendapat dengan Komisi C DPRD Kalbar di Kantor DPRD Kalbar Jalan Ahmad Yani.

Dalam kesempatan ini, rombongan Walhi Kalbar yang dipimpin oleh Koordinator Divisi Riset dan Kampanye Hendrikus Adam, bersama LSM Riak Bumi mengajak DPRD Kalbar untuk memperjuangkan penyelamatan kawasan hutan di Taman Nasional Danau Sentarum-Kabupaten Kapuas Hulu, dari rencana perluasan perkebunan sawit skala besar di kawasan tersebut.

Dalam paparannya, Hendrikus berharap agar DPRD kalbar lebih mempertimbangkan keberpihakan kepada rakyat, karena selain segi ekonomi, dengan pembukaan lahan sawit skala besar akan merusak tatanan sosial masyarakat setempat.

“Slogan yang menyatakan pembukaan lahan sawit akan membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat tidak relevan, karena dengan pembukaan lahan sawit masyarakat setempat yang terbiasa dengan pekerjaan berkebun, berladang, nelayan dan pemanfaatan hasil hutan lainnya justru akan kehilangan lapangan pekerjaannya,” ulasnya.

Sementara itu, Valentinus Heri dari Riak Bumi mengatakan dengan adanya perluasan perkebunan sawit di kawasan TNDS maka 10.000 nelayan disana tidak akan mampu bertahan lama karena ikan-ikan di sungai dan kawasan danau semakin berkurang sebagai akibat tercemarnya sungai dan kawasan hutan oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk memelihara tanaman sawit.

“Dari kawasan TNDS bisa dihasilkan madu hutan sebanyak 30 ton per tahun, dan ini sudah dipasarkan ke mancanegara. Dengan adanya pencemaran dikawasan hutan TNDS, potensi ini bisa hilang dan pendapatan masyarakat juga ikut hilang,” urainya.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Komisi C DPRD Kalbar Andi Aswad yang didampingi anggota Komisi C lainnya seperti Ali Akbar, Mohamad Isa, Gusti Effendy dan Tapanus Tapat, mengatakan sepaham dengan apa yang disampaikan Walhi dan akan memperjuangkan hal tersebut karena data-data yang ada sangat meyakinkan.

“Salah satu bentuk dukungan kita adalah menyetujui program ecotourism yang dicanangkan oleh Bapedalda Kalbar, dimana dalam program yang menjual keindahan kawasan hutan tersebut tentunya akan menjaga kelestarian hutan sebagai daya tarik utama,” ujar Andi.

Ia mengatakan untuk tahap awal sudah dicanangkan pembangunan pelabuhan di Jongkong dan di Lanjak dengan anggaran masing-masing Rp 500 juta.

Dari total 132.000 hektar luas kawasan TNDS ditambah kawasan penyangga (bufferzone) seluas 65.000 hektar, diperkirakan 141.290 hektar hutan primer dan sekumder ditebang dan dialihfungsikan menjadi kebun sawit, oleh karenanya 965,2 juta hektar lahan gambut akan hilang. Alih fungsi lahan gambut ini akan mengakibatkan gambut teroksidasi dan melepaskan 128 juta ton karbon ke udara dalam reaksi yang makin lama makin membesar.

Perubahan kualitas air kawasan danau dan sungai akibat pestisida juga mengancam keberadaan industry ikan Arwana yang sensitive terhadap perubahan kualitas air. Ini artinya, hilangnya pendapatan Rp 70-140 milyar pertahun dari sektor tersebut.

Bupati Harus Tinjau Ulang Perijinan Kebun Sawit
Legislator dari dapil Kota Pontianak, Ali Akbar mengatakan agar Bupati Kapuas Hulu meninjau kembali perijinan perkebunan sawit diwilayahnya, sebagai antisipasi terjadinya bentrok dengan masyarakat dikemudian hari. “Selanjutnya, dalam waktu dekat kami akan memanggil BLDH dan pihak-pihak terkait, termasuk perusahaan pemilik lahan untuk membicarakan masalah ini,” tukasnya.

Semantara rekannya di Komisi C, Muhamad Isya mengatakan dilapangan banyak ijin perkebunan sawit yang tumpang tindih. Terkait hal tersebut, Dewan Daerah Walhi Kalbar Sutomo menyatakan keheranannya.

“Perijinan pembersihan kawasan hutan (land clearing) untuk pembukaan lahan sawit, keluar dengan mudahnya. Beberapa waktu lalu ada pejabat yang “keras” masalah ijin ini, tapi semenjak yang bersangkutan dipindah ke bagian perpustakaan dan digantikan oleh pejabat yang lain, ijin banyak keluar,” katanya.

Padahal sepengetahuannya, di Kapuas Hulu belum ada satupun ahli tentang Amdal (Analisis Dampak Lingkungan) yang bersertifikat A. Ditambahkannya bahwa Walhi sudah pernah melakukan ekspos permasalahan ini di Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), tapi sampai saat ini belum ada juga tanggapan maupun tindakan nyata menyikapi hal tersebut. (fai)

Sumber :
http://indowarta.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7338:walhi-ajak-dprd-kalbar-selamatkan-tnds&catid=137:kalimantan-barat&Itemid=364

Walhi dan Mahasiswa Aksi Simpatik Peringati Hari Air

Rabu, 24/03/2010/pk/12:42

Pontianak, Indowarta
Memperingati hari Air Internasional yang jatuh tanggal 22 Maret, puluhan aktivis Walhi Kalbar dan Aliansi Mahasiswa Kalimantan Barat, Selasa (23/3) sore melakukan aksi simpatik di kawasan Tugu Digulis Bundaran Universitas Tanjungpura, menghimbau pemerintah agar memperhatikan permasalahan air.

Dalam pernyataan sikapnya yang juga dibagikan kepada para pengguna jalan, pengunjuk rasa menyatakan di Kalbar dengan beroperasinya sejumlah perkebunan skala besar dan pertambangan menyebabkan hilangnya fungsi hutan terutama hutan gambut sebagai daerah resapan air.

Hal ini meyebabkan sumber-sumber air rakyat rusak, bahkan beberapa anak sungai dan danau kering. Salah satu contohnya dalah beroperasinya 9 anak perusahaan Sinar Mas Group di kawasan Taman Nasional Danau Sentarum Kabupaten Kapuas Hulu, menyebabkan kerusakan hutan yang luar biasa akibat land clearing.

Yus yang bertindak sebagai korlap aksi mengatakan aksi ini lebih merupakan himbauan kepada pemerintah agar lebih memperhatikan air di Kalbar. “Sampai hari ini kita lihat pemerintah tidak peduli dengan permasalahan air, apalagi jika kita kaitkan dengan kesehatan,” ujarnya.

Humas Aksi, Handrikus Adam meminta agar dihentikannya penebangan hutan untuk perluasan perkebunan sawit, terutama dikawasan Taman nasional Danau Sentarum dimana kawasan tersebuit merupakan cadangan sumber air yang menyuplai 25% air di Kalbar.
“Terkait kerusakan akibat penebangan kita belum bisa prediksi kapan bencana maslah air akan menghantam Kalbar, namun yang jelas realitas saat ini sudah menunjukkan bahwa air sungai kita tidak layak dikonsumsi, serta kerusakan ekosistem yang terjadi,” timpalnya.

Menurut Hendrikus, ini bukan hanya isu di kalbar, tetapi menjadi tanggung jawab masyarakat dunia. Pemerintah juga harus ikut memperhatikan masalah ini, jangan hanya mementingkan pemodal asing saja.

Dikatakan Hendrikus, sebelum aksi mereka juga sempat mengadakan pemutaran dan bedah film tentang lingkungan. “aksi ini sendiri merupakan rangkaian aksi, karena kedepan kita akan kembali melakukan aksi terkait hari bumi. (fai)

Sumber :
http://indowarta.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7145:walhi-dan-mahasiswa-aksi-simpatik-peringati-hari-air&catid=137:kalimantan-barat&Itemid=364

Kisruh PT Ledo Lestari Belum Tuntas

Minggu, 25/04/2010/pk/02:25:00
Warga Semuying Terus Melawan

PONTIANAK. Kasus penggarapan lahan adat masyarakat Desa Semunying Jaya, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang oleh perusahaan sawit PT Ledo Lestari tak kunjung tuntas. Sejumlah perwakilan warga setempat terus menggelorakan perlawanan.

“Kami sudah melaporkan tentang penggarapan lahan adat itu ke Komnas HAM Kalbar bulan September tahun lalu. Tapi pihak perusahaan tetap menggarap lahan,” ucap Jamaludin, Wakil Ketua Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Semunying Jaya kepada sejumlah wartawan saat press conference di restoran Tapaz Pontianak, kemarin (24/4).

PT Ledo Lestari adalah perusahaan sawit yang cukup bonafide di Kabupaten Bengkayang. Perusahaan tersebut dianggap melakukan banyak kesalahan. Di antaranya, beroperasi dengan izin yang sudah mati, menggarap hutan adat, serta membuka lahan perkebunan hingga ke perkampungan penduduk.

“Sekarang sudah habis digusur, tinggal perumahan saja lagi. Kalau ini tidak dihentikan, kami akan memboikot pelaksanaan Pemilukada di Bengkayang bulan Mei mendatang,” ancam Jamaludin.

Kebijakan PT Ledo Lestari yang menggarap lahan adat masyarakat Kabupaten Bengkayang memang sempat menimbulkan polemik. Beberapa perwakilan masyarakat menyampaikan protes kepada Komnas HAM. Pihak Komnas HAM yang melakukan penelusuran mengindikasikan ada pelanggaran HAM, dan pelanggaran hukum yang dilakukan PT Ledo Lestari.

Bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit itu adalah menggarap secara illegal hutan adat. Hal ini sangat bertentangan dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Dalam ayat 1 pasal tersebut, disebutkan bahwa Dalam rangka penegakan HAM, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat, hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat dan pemerintah. Ayat 2, Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi sesuai dengan perkembangan zaman.

Sementara soal masa operasi, PT Ledo Lestri dianggap sudah melanggar hukum. Ini didasari dengan terbitnya surat Bupati Bengkayang Nomor 400/0528/BPN/VI/2009 tertanggal 12 Juni 2009.

PT Ledo Lestari sendiri mendapat ijin penggarapan lokasi di bekas lahan konsensi PT AMP. Ijin bernomor 13/IL-BPN/BKY/2004 itu diterbitkan oleh Bupati Bengkayang tertanggal 20 Desember 2004 dengan total luas lahan garapan mencapai 20.000 hektar. Namun hingga ijinnya berakhir, perusahaan masih melakukan penggarapan lahan, bahkan disinyalir sudah melebihi batas ijin yang diberikan.

Kepala Desa Semunying Jaya, Momonus mengungkapkan, PT Ledo Lestari terkesan arogan dalam mewujudkan keinginannya menggarap lahan. “Kalau ada masyarakat yang protes, mereka melakukan upaya intimidasi,” kata Momonus.

Upaya intimidasi yang dimaksud Momonus itu dilakukan dengan cara menyewa orang untuk menakut-nakuti masyarakat. Kondisi ini pernah menimpa kepada Pak Kadir, salah seorang warga Semunying yang menolak keberadaan perusahaan tersebut.

“Ada oknum sewaan perusahaan yang mengancam akan memenjarakan Pak Kadir sekitar tanggal 10 Februari lalu. Peristiwa pengancaman ini sudah kami sampaikan secara lisan kepada atasan sang oknum tersebut,” tegasnya.

Kepala Divisi Riset dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar, Hendrikus Adam prihatin dengan kisruh PT Ledo Lestari ini. Adam mendesak Pemkab Bengkayang segera menyelesaikan persoalan yang dihadapi warga Semunying.

“Kedaulatan masyarakat adapt Desa Semunying harus dihargai. Pihak-pihak terkait dan berwenang juga harus tegas memperjuangkan rasa keadilan atas kondisi yang dialami warga Semunying Jaya,” singkat Adam. (bdu)

Sumber :
http://www.equator-news.com/index.php?mib=berita.detail&id=18160

Bahan Bakar Nabati Rongrong Lingkungan Hidup Kalbar

Senin, 29/03/2010/pk/14:48 WIB

Penulis : Aris Munandar
PONTIANAK--MI:Pengembangan teknologi berbahan bakar nabati memicu peningkatan kerusakan lingkungan hidup secara masif di Kalimantan Barat (Kalbar).

Oleh karena itu, dibutuhkan kesepakatan internasional untuk membatasi penggunaan bahan pangan tersebut sebagai sumber energi alternatif terbarukan.

Temuan itu terungkap dari sebuah penelitian yang dilakukan Friends of the Earth Netherlands (Milieudefensie) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar. Penelitian tersebut berangkat dari sebuah studi kasus di Kabupaten Ketapang.

"Hanya dalam waktu tiga tahun izin perkebunan kelapa sawit di Ketapang melonjak drastis, yakni dari 742 ribu hektare (ha) menjadi 1,4 juta ha. Luas ini setara dengan 40 persen luas wilayah kabupaten tersebut," kata juru kampanye bio massa dan bio feul Milieudefensie Claudia Theile dalam konferensi pers di Pontianak, Senin (29/3).

Ia menjelaskan, ekspansi besar-besaran perkebunan kelapa sawit itu bersamaan dengan terjadi ledakan (booming) permintaan terhadap kebutuhan bahan bakar nabati. Pasar dunia lebih memilih kelapa sawit sebagai bahan baku untuk energi alternatif tersebut karena lebih murah dan dapat tersedia dalam jumlah besar.

"Indonesia dan Malaysia, sebagai importir minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) terbesar di dunia telah berkomitmen, menyiapkan 40 persen dari total produksi mereka sebagai bahan bakar nabati," jelas Claudia.

Ia memperkirakan ledakan permintaan CPO untuk kebutuhan bahan bakar nabati masih akan terus berlangsung beberapa tahun ke depan. Pasalnya, Uni Eropa telah menargetkan perluasan penggunaan teknologi terbarukan untuk sarana transportasi sebesar 20% pada 2020 mendatang.

Regulasi itu tentu akan berdampak terhadap permintaan CPO di pasaran dunia. Sebab, diperkirakan sedikitnya 60% pasokan energi terbarukan itu harus diimpor dari negara di luar Uni Eropa. (AR/OL-01)

Sumber :
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/03/29/132489/89/14/Bahan-Bakar-Nabati-Rongrong-Lingkungan-Hidup-Kalbar

Perkebunan Sawit Kuasai 40 Persen Ketapang

Pontianak | Wed 31/03/2010
SELAMA kurun waktu tiga tahun terakhir ini, Pemerintah Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar) telah mengeluarkan izin perkebunan sawit sebanyak 90 buah dengan luas keseluruhan areal mencapai 1,4 juta hektare. Fenomena ini sekaligus menunjukkan bahwa 40 persen daratan Kabupaten Ketapang telah dikuasai perkebunan sawit dalam skala besar.

Hal itu dikatakan Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Barat (Kalbar), Blasius Hendi Candra usai peluncuran buku “Pengurusan yang Gagal-Penghindaran Tanggung Jawab” di Pontianak, Selasa (30/3). “Banyak izin telah dikeluarkan tanpa persetujuan analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) perusahaan yang disyaratkan secara hukum,” kata Hendi.

Dari sumber data yang ada, tahun 2008 Kementerian Lingkungan Hidup menemukan 78 persen mutu laporan Amdal tergolong rendah, termasuk Ketapang. Sedangkan pada tahun yang sama di Ketapang, hanya 17 dari sekitar 90 perusahaan perkebunan sawit yang memiliki persetujuan Amdal, bahkan Ketapang tidak memiliki Komisi Amdal.
“Berbagai perusahaan anggota Konferensi Minyak Sawit Lestari (RSPO) seperti Sime Darby, Cargill dan SMART telah memulai kegiatan di lapangan tanpa mendapat persetujuan atas laporan Amdal. Pemerintah Ketapang mengeluarkan izin bagi sedikitnya 39 perusahaan sawit yang sebagian tumpang tindih dengan sekitar 400.000 hektare kawasan hutan. Ini dapat menyebabkan deforestasi, pengeringan lahan gambut dan menghasilkan emisi karbon,” ujarnya.

Di sisi lain, Hendi menyebut, jika hal ini tak segera dibenahi, maka Indonesia akan kehilangan pajak kehutanan akibat konversi kawasan hutan ini sebesar US$150 juta. Sementara masyarakat lokal baru tahu bahwa tanah tempat menggantungkan hidup mereka telah diserahkan ke perusahaan sawit ketika buldoser sudah masuk, bahkan menggusur.
Mekanisme ini, jelas Hendi, telah menghapus syarat hukum yang dirancang untuk melindungi lingkungan dan masyarakat lokal serta menjamin pendapatan negara dari konversi hutan. “Saya bersama Claudia Thaile, peneliti Belanda telah melihat skema kebijakan pengembangan bahan bakar nabati dan inisiatif sektor sawit telah gagal mencegah kegiatan ilegal, deforestasi, emisi karbon dan konflik sosial di Ketapang,” ucapnya.

Di Ketapang, sambung Hendi, sepanjang tahun 2008 tercatat sedikitnya 20 konflik tanah terjadi. Tren ke depan angkanya diperkirakan naik, sebab masyarakat sudah telanjur terpengaruh oleh janji perusahaan seperti mendapatkan plasma, namun pada akhirnya mereka akan menunggu tanpa kepastian.

Sementara peneliti asal Belanda, Claudia Thaile menambahkan, pembangunan perkebunan sawit di Ketapang tidah lebih dari pencaplokan lahan yang mengakibatkan hilangnya kehati dan emisi karbon dari pembukaan lahan ilegal di kawasan hutan dan lahan gambut.

Claudia berharap, pemerintah setempat segera mengubah program perkebunannya yang ekstrem, dan meninjau ulang izin-izin yang ada. “Segera lakukan audit lingkungan dan perizinan. Sebaiknya pemerintah mengedepankan pangan, karena masih banyak energi terbaru lainnya yang ramah lingkungan dan tidak merusak hutan.”

Sumber :
http://www.jurnalnasional.com/show/newspaper?rubrik=Nusantara&berita=125988&

Walhi Desak Menhut Laporkan Pengalihan Pungsi Hutan IIegal ke KPK

Kamis, 18/03/2010/pk/10:47 WIB
Besar Kecil Normal

TEMPO/Zulkarnain
TEMPO Interaktif, Pontianak - Menteri Kehutanan diminta segera melaporkan tindakan korupsi para bupati di Kalimantan Barat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena telah banyak mengeluarkan izin kawasan perkebunan sawit di areal kawasan hutan produksi tanpa proses pelepasan kawasan hutan dari Departemen Kehutanan.

Hal itu diungkapkan Blasius Hendi Candra, Direktur Eksekutif Wahan Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar, menanggapi adanya laporan areal perkebunan kelapa sawit seluas 6 ribu hektare di Desa Pamayam, Kecamatan Ngabang, Kabuapten Landak, Kalimantan Barat, yang berada di kawasan hutan produksi milik PT Sinar Kalbar Raya, Bumi Raya Group.

“Siapapun pejabatnya dan pengusahanya harus segera diproses secara hukum, tidak pandang bulu. Imbauan Menteri Kehutanan ternyata tidak diperhatikan, harus dilakukan upaya hukum, dan prosesnya ramai-ramai kita kawal,”kata Hendi, kepada Tempo, Kamis (18/3).

Kepala Bidang Keamanan dan Penyuluhan Hutan (Kamluh) Dinas Kehutanan Kalbar Soenarno juga mengakui hampir 1,5 juta hektare kawasan hutan dialihfungsikan atau disulap menjadi kawasan perkebunan dan pertambangan secara ilegal.

Masalah tumpang tindih kawasan ini terjadi hampir merata dibeberapa daerah, seperti Kabupaten Landak, Ketapang, Bengkayang Sintang, Melawi, Kapuas Hulu, Sambas, Sanggau, dan Kubu Raya. Di daerah-daerah tersebut telah terjadi banyak pengalihan fungsi secara ilegal digunakan untuk kawasan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan, perikanan di atas atau tumpang tindih dengan kawasan hutan produksi bahkan hutan lindung.

Pihak Kamluh sudah melaporkan beberapa daerah yang diduga melakukan pengalihan fungsi kawasan hutan secara resmi, termasuk juga kasus 300 ribu lahan yang dialihfungsikan secara ilegal terjadi Kabupaten Ketapang oleh Bupatinya Morkes Effendi.
"Saya mendapat laporan langsung dilakukan pemeriksaan khusus. Tapi anehnya sampai di Irjen Dephut kok stop, dan tidak ada kelanjutannya lagi, ada apa ini? Harusnya ada hasil pemeriksaan khusus,”kata Soenarno sambil menjelaskan bahwa hanya Kabupaten Bengkayang dan Sanggau yang ditindaklanjuti.

Ditambahkan Soenarno, jumlah perkebunan sawit atau tambang yang merambah atau ilegal masuk ke kawasan hutan produksi diperkirakan hampir 2 juta hektare. Hal ini, menurutnya, sudah pembiaran yang luar biasa.

Ketua Gabungan pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapkin) Kalbar, L.Yongky kepada Tempo menyayangkan adanya penanaman perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan produksi milik lahan PT Sinar Kalbar Raya di Kabuapten Landak. “Kalau memang benar ditanam di atas areal kawasan hutan produksi, mereka sudah menyalahi aturan Menteri Kehutanan, karena harus ada proses pelepasanya,”jawab Yongky.

Thomas Agab Alim, pemilik PT Sinar Kalbar Raya, beberapa kali saat dikonfirmasi melalui ponselnya tidak menjawab. Indira salah satu stafnya, yang ditemui di kantornya di kawasam Parit Baru Sei Raya, Kubu Raya, mengatakan bosnya tidak ada di kantor. “Pak Thomas tidak ada, beliau lagi di luar negeri,” tukasnya singkat.
[HARRY DAYA]

Sumber :
http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2010/03/18/brk,20100318-233386,id.html

AKSI SIMPATIK PERINGATAN HARI AIR SEDUNIA 2010

Selasa, 23/03/2010

Sejumlah elemen mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kalimantan Barat meliputi: GMNI, FMN, PMKRI, GMKI, IMM, BEM UPB, Cagar Gaspasi, HIBER Untan dan GEMPA FISIP Untan , dan Walhi Kalimantan Barat mengelar aksi simpatik di Bundaran Untan Pontianak, selasa kemarin (23 maret 2010) untuk memperingati Hari Air Sedunia yang jatuh pada tanggal 22 maret yang lalu. kegiatan tersebut dilaksanakan sekitar pukul 15.00 wib dan berlangsung kurang lebih satu setengah jam.

Menurut pengamatan reporter RAMA aksi tersebut di ikuti sekitar 60 orang pendemo yang menyampaikan beberapa tuntutan, diantaranya: Hentikan ekspansi perkebunan dan pertambangan skala besar, Hentikan Pengrusakan hutan di Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum/TNDS, Hentikan privatisasi dan komersialisasi air, Stop illegal logging, dan Hentikan perampasan tanah rakyat.

Meskipun jumlah masa tidak banyak, namun aksi ini mendapatkan pengamanan yang cukup ketat dari aparat kepolisian. Terlihat ada sekitar 60-an personil berada di tempat yang dijadikan konsentrasi masa tersebut. seorang aparat kepolisian juga mengungkapkan bahwa pengamanan tersebut dilakukan karena bertepatan dengan kedatangan Ibu Megawati ke Pontianak dalam acara menghadiri Konferensi Daerah (Konferda) III DPD PDI Perjuangan Kalimantan Barat di Pontianak. bahkan aksi tersebut di kira berkaitan dengan kedatangan Tokoh nomor 1 di partai berlambang kepala banteng tersebut.

Salah seorang pendemo, Abang Rustaman, mengungkapkan kekecewaannya kepada pihak pemerintah yang mengabaikan hak-hak masyarakat terhadap kebutuhan air karena hanya mementingkan keuntungan semata. Rustaman yang mengaku berasal dari Universitas Panca Bakti ini mengatakan pemerintah harus lebih tanggap terhadap akan kebutuhan rakyat dengan membebaskan penguasaan terhadap lahan-lahan rakyat dari pihak-pihak yang mengabaikan hak rakyat.

Dikatakan Hendrikus Adam, sebagai humas aksi tersebut dan merupakan aktivis WalHi kalbar. Bahwa kegiatan ini lahir dari keperihatinan mereka terhadap kerusakan alam akibat pertambangan, pengerukan tanah dan pencemaran lingkungan serta akibat perkebunan sawit yang semakin luas, sehingga mengancam SDA yang ada terkhusus sungai-sungai dan sumber air. Selain itu pihaknya juga menyoroti tentang kawasan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) yang semakin terancam rusak dan musnah akibat perencanaan pemerintah dan investor untuk menjadikannya menjadi wilayah penanaman sawit. Ia juga menyuarakan agar pemerintah memberikan hak kepada rakyat untuk mengelola SDA yang ada terutama tanah.

Tuntutan ini khusus ditujukan kepada pemerintah agar memperhatikan tuntutan-tuntutan mereka. Adam berharap agar seruan mereka didengarkan dan segala kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang merugikan masyarakat harus dikaji ulang.

Ketika ditanya berkaitan dengan issue perempuan, mantan Ketua Presidium PMKRI Santo Thomas More Pontianak ini menjelaskan, bahwa perusakan alam yang sekarang terjadi sangat berdampak terhadap kaum perempuan, khususnya bagi mereka yang selalu berkutat dengan berbagai aktivitas sebagai ibu rumah tangga.
Semoga apa yang suara-suara rakyat ini menjadi perhatian serius oleh siapa saja khususnya bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan keputusan. (IF/RAMA)

Sumber :
Radio RAMA ; http://ivoyblog.blogspot.com/2010/03/aksi-simpatik-peringatan-hari-air.html

Walhi Ajak Berpikir Kritis Soal Sawit

kompas.com
Ilustrasi - Pekerja menyiangi rumput di sekitar bibit tanaman kelapa sawit.
PONTIANAK, TRIBUN - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Barat bersama Sawit Watch akan menggelar seminar publik tentang sawit di Ruang Otda, Magister Hukum Untan, Pontianak, Rabu (12/5/10). Kadiv Riset dan Kampanye Walhi Kalbar Hendrikus Adam mengatakan, pihaknya akan mengusung tema Menelaah Permasalahan Perkebunan Sawit di Kalimantan Barat.

"Kita ingin masyarakat berfikir kritis terhadap perkebunan monokultur terutama sawit," ujar Adam, Senin (10/5/10) siang.

Dikatakan atas nama pembangunan dengan rayuan kesejahteraan, masyarakat seringkali terbuai dan kemudian memilih menyerahkan tanah untuk perkebunan sawit. Sebaliknya, dalam upaya pengembangan perkebunan sawit, masyarakat seringkali tidak diberi informasi utuh mengenai berbagai kemungkinan dan akibat dari produk pembangunan tersebut.

"Dari catatan kami di lapangan perkebunan monokultur masih banyak menyisakan persoalan di akar rumput," kata dia.

Adapun tujuan seminar ini antara lain melakukan sharing dan transpormasi informasi bersama mengenai perkembangan pengelolaan kawasan wilayah Kalimantan Barat. Termasuk sharing informasi mengenai dampak sosial-budaya dan menggali alternatif potensi pengelolaan sumber daya alam untuk kehidupan.

Sejumlah narasumber akan hadir dalam kegiatan ini. Di antaranya Abet Nego Tarigan (Sawit Watch) yang akan membawakan materi Perkebunan Sawit Internasional, Nasional dan Kalimantan Barat.

Sedangkan Direktur Walhi Kalbar B Hendi Candra berbicara soal Monokultur Sawit dalam Perspektif di Kalimantan Barat. Ada juga pembicara dari Dinas Perkebunan Kalbar dengan materi Kebijakan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit di Kalbar, serta DPRD Kalbar dengan tema Tindakan Politik dalam Menyikapi Permasalahan Perkebunan Sawit di Kalbar.

"Kami juga mengundang sejumlah petani sawit dari Kabupaten Sanggau dan Sekadau. Mereka akan menceritakan dampak sawit bagi mereka," kata Adam.

Laporan: Kim
Editor: End
Sumber:
http://www.tribunpontianak.co.id/read/artikel/9941

Walhi Kalbar Gelar Seminar Kelapa Sawit

Rabu, 12/05/2010/pk/13:48 WIB

Laporan Wartawan Tribunpontianak, Hadi Sudirmansyah
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Barat menggelar seminar publik tentang menelaah perkebunan sawit di Kalbar, di aula magister Fakultas Hukum Untan Pontianak, Rabu (12/5/2010) pagi hingga pukul 16.00 WIB.

Seminar itu melibatkan mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat (LSM), lembaga eksekutif, serta lembaga legistatif sebagai peserta. Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, Hendi Candra SH, mengatakan, seminar ini dilaksanakan untuk melakukan sharing kepada pihak terkait tentang perkembangan pengelolaan kelapa sawit di wilayah Kalbar serta dampak sosial budaya pada masyarakat sekitar.

Hendi menambahkan, sebanyak enam orang narasumber yang dilibatkan dalam seminar yakni Sawit Watch, Serikat Petani Kelapa Sawit, Dinas Perkebunan Kalbar, DPRD Kalbar serta dari Masyarakat Ekspanding.

Jefri Gideon dari Sawit Watch mengatakan, satu di antara dampak lingkungan kebun sawit adalah banjir yang melanda di setiap musim penghujan, meningkatnya limbah dan hilangnya ekosistem keanekaragaman hayati karena pembukaan lahan perkebunan. (*)


Editor : Harismanto
Source : Tribun Pontianak
Share on Facebook
Sumber:
http://m.tribunnews.com/index.php/2010/05/12/walhi-kalbar-gelar-seminar-kelapa-sawit

Walhi Kalbar Gelar Seminar Kelapa Sawit

TRIBUN PONTIANAK/HADI SUDIRMANSYAH
Walhi Kalbar menggelar Seminar tentang perkebunan kelapa di di aula magister Fakultas Hukum Untan Pontianak, Rabu (12/5).

PONTIANAK, TRIBUN - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Barat menggelar seminar publik tentang menelaah perkebunan sawit di Kalbar, di aula magister Fakultas Hukum Untan Pontianak, Rabu (12/5/2010) pagi hingga pukul 16.00 WIB.
Seminar itu melibatkan mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat (LSM), lembaga eksekutif, serta lembaga legistatif sebagai peserta.

Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, Hendi Candra SH, mengatakan, seminar ini dilaksanakan untuk melakukan sharing kepada pihak terkait tentang perkembangan pengelolaan kelapa sawit di wilayah Kalbar serta dampak sosial budaya pada masyarakat sekitar.

Hendi menambahkan, sebanyak enam orang narasumber yang dilibatkan dalam seminar yakni Sawit Watch, Serikat Petani Kelapa Sawit, Dinas Perkebunan Kalbar, DPRD Kalbar serta dari Masyarakat Ekspanding.

Jefri Gideon dari Sawit Watch mengatakan, satu di antara dampak lingkungan kebun sawit adalah banjir yang melanda di setiap musim penghujan, meningkatnya limbah dan hilangnya ekosistem keanekaragaman hayati karena pembukaan lahan perkebunan.(*)

Laporan: Hadi Sudirmansyah
Editor: nip
Sumber :
http://tribunpontianak.co.id/read/artikel/10078

Walhi Kalbar dan Belanda Launching Buku

Pontianak Square

Senin, 29/03/2010/pk/12:36 WIB
PONTIANAK, TRIBUN - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Barat dan aktivis Lingkungan Hidup dari Belanda menggelar konferensi pers sekaligus mel-launching buku laporan tentang Pengurusan Izin yang Gagal di Restoran Tapas Jl Gajah Mada Pontianak, Senin (29/3) pukul 10.00.

Direktur Ekesekutif Walhi Kalbar, Blasius Hendi Chandra, tadi pagi mengatakan, laporan itu berisi masalah pengurusan izin yang gagal. Penghidupan di sekitarnya merupakan tanggungjawab perusahaan.

Menurut Hendi yang didamping Claudia, aktivis lingkungan hidup dari Belanda, dalam catatatn mereka sekitar 300 ribu hekater lebih lahan di Kabupaten Ketapang yang di antaranya adalah hutan lindung, hutan produksi, dan tanah adat berubah menjadi perkebunan kelapa sawit.

Dampaknya, mulai saat ini hingga lima tahun ke depan dipastikan akan terjadi kerusakan lingkungan, pemanasan global, hilangnya devisa negara, dan masyarakat Ketapang tidak bisa lagi menikmati hasil hutan.

Selain itu, pemanasan global dan rusaknya lingkungan menyebabkan banjir mulai sering menghantuai warga Ketapang. Hendi menyontohkan, bulan lalu terjadi banjir di Kecamatan Sandai selama sepekan. Padahal, sebelumnya banjir seperti itu belum pernah terjadi. (Pionerson Ucok)

Sumber :
http://tribunpontianak.co.id/read/artikel/6989

Hai, Uni Eropa, Batasi Minyak Nabatimu!

Pontianak Square
AMAN Kalbar
Ilustrasi - Beginilah "wajah" bumi yang remuk dihantam industri perkebunan sawit.

Senin, 29/03/2010/pk/22:21 WIB
PONTIANAK, TRIBUN - WALHI-nya Belanda, Milieudefensie, mendesak anggota Uni Eropa tidak memperluas penggunaan minyak nabati. Sebab tindakan itu kian mendorong perusakan hutan seiring pembukaan perkebunan besar-besaran di Indonesia.

Pengkampanye Biofuel dan Biomassa Milieudefensie, Claudia Theile di Pontianak, Senin (29/3/10) mengatakan, penelitian yang dilakukan di Kalbar menunjukkan sejumlah kegagalan.

Di antaranya, skema kelestarian kebijakan pengembangan bahan bakar nabati dan inisiatif sektor kelapa sawit, gagal mencegah kegiatan ilegal. Seperti, penebangan hutan, emisi karbon dan konflik sosial.

"Studi ini menunjukkan kegagalan instansi pemerintah di Indonesia selaku penghasil biomassa terbesar dalam mengontrol industri tersebut," kata Claudia Theile saat peluncuran buku Pengurusan yang Gagal-Penghindaran Tanggung Jawab, Kebijakan Bahan Bakar Nabati Eropa dan Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Indonesia).

Buku itu kerja sama Milieudefensie dengan Walhi Kalbar. Claudia yang didampingi Direktur Eksekutif Walhi Kalbar Blasius H Candra mengatakan, pemberian izin perkebunan kelapa sawit oleh Pemkab Ketapang pada rentang tiga tahun, mencapai 90 buah.

Dari jumlah izin itu, cakupan luasnya mencapai 1,4 juta hektare atau 40 persen dari total luas daratan di kabupaten itu. Selain itu, 17 dari 90 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mempunyai persetujuan analisis mengenai dampak lingkungan daerah (amdal).

"Ironisnya, Kabupaten Ketapang tidak mempunyai Komisi amdal," timpal Blasius.

Juga ditemukan stidaknya 39 perusahaan kelapa sawit yang seluruh atau sebagian lahannya tumpang tindih dengan sekitar 400 ribu hektare kawasan hutan lindung.

Claudia memaparkan, peraturan mengenai energi terbarukan dari Uni Eropa, tidak mewajibkan perusahaan bahan bakar nabati menjamin dan menunjukkan legalitas produk impornya. Juga tak wajib menjamin telah mematuhi peraturan perundangan yang berlaku.

Sedangkan pada 2020, Belanda menargetkan 20 persen wahana transportasi akan memakai bahan bakar nabati. Di sisi lain, meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan pangan dan lahan akan semakin banyak dan bernilai tinggi.

"Hentikan penggunaan bahan pangan untuk kebutuhan energi," seru Claudia.

Sumber :
http://tribunpontianak.co.id/read/artikel/7036/hai-uni-eropa-batasi-minyak-nabatimu

Seorang mahasiswi peserta unjung rasa

BERITA FOTO: Peringatan Hari Air se-Dunia
TRIBUN PONTIANAK/LEO PRIMA

Selasa, 23/03/2010/pk/23:01 WIB
PERINGATI HARI AIR - Mahasiswa berunjuk rasa di Bundara Tugu Degulis, kompleks Universitas Tanjungpura Pontianak. Mereka memperingati Hari Air se-Dunia, Selasa (23/3/10).

Di antara seruan yang dilontarkan, meminta pemerintah menjaga kemurnian sumber air baku di Kalbar. Pengunjuk rasa membentangkan poster bertuliskan aneka tuntutan. FOTOGRAFER: LEO PRIMA, NASKAH: LEO PRIMA

Sumber :
http://www.tribunpontianak.co.id/read/artikel/6683/berita-foto-peringatan-hari-air-se-dunia

Sambut Hari Air, WALHI Kalbar Putar 3 Film

Pontianak Square;
Tribun Pontianak/Iin Sholihin
Pemandangan Bukit Tekenang, Kecamatan Selimbau, TNDS. Kawasan penyangga ini terancam perkebunan kepala sawit.

Minggu, 21/03/2010/pk/23:02 WIB
PONTIANAK, TRIBUN - Mengawali peringatan hari air, WALHI Kalbar memutar tiga film sekaligus, Minggu (21/3/10) malam, di sekretariat Jalan M. Syafe'i Pontianak. Ketiga film yakni Tragedi Buyat, Globalization, dan Walkout.

Film tregedi buyat menceritakan tentang pencemaran sumber air sekitar pantai warga Buyat Pante oleh limbah tailing PT Newmont Minahasa Raya yang pecah. Newmont merupakan perusahaan pertambangan emas seluas 402.748 Ha yang mendapat konsesi selama 30 tahun di Ratatotok, Minahasa, sejak 1986.

Kemudian film Walkout menceritakan perjuangan kaum terpelajar di sebuah sekolah, yang mencoba bangkit melawan sistem yang dibangun managemen sekolah. Termasuk melawan berbagai ketentuan sekolah yang cenderung kaku dan membatasi kreatifitas pelajarnya.

Jika dikaitkan dengan isu lingkungan, film-film tersebut jelas menginspirasi untuk terus berjuang menghadapi berbagai ancaman lingkungan ke depan. Persoalan serius, karena berbagai sumber yang tersimpan dalam perut bumi perlahan namun pasti kian mengalami degradasi.

"Privatisasi sumber air kian marak, Begitu juga pembabatan kawasan penyangga (hutan) yang merupakan sumber air saat ini terus berlangsung," kata Adam, aktivis WALHI Kalbar.

Bencana kekurangan air bersih dan bencana kelebihan air akibat banjir kedepan menjadi ancaman serius. Dicontohkan, kawasan penyangga yang mendesak untuk diselamatkan yakni Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS).

Menurut catatan WALHI Kalbar, kawasan TNDS dikelilingi pembukaan hutan skala besar melalui 9 perusahaan sawit. Kawasan penting ini kaya akan flora dan fauna serta sebagai kawasan yang dilindungi. (END)

Sumber:
http://www.tribunpontianak.co.id/read/artikel/6526

’Nobar’ Derita Buyat di WALHI Kalbar

Pontianak Square
Ilustrasi - Sampel air sungai Kubu Padi yang tercemar PETI.

Minggu, 21/03/2010/pk/16:17 WIB
PONTIANAK, TRIBUN - Peringatan Hari Air di Kota Pontianak, Kalbar, diawali nonton bareng (nobar) film berjudul "Tragedi Buyat" di Sekretariat Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalbar. Film tersebut diputar Minggu (21/3/10) sore mulai pukul 15.14 WIB di sekretariat yang beralamat di Jl M. Syafe'i P 30, kompleks Universitas Tanjungpura.

"Pemutaran film ini akan dilanjutkan dengan diskusi bedah film bersama berbagai elemen masyarakat," kata aktivis WALHI Kalbar, Hendrikus Adam.
WALHI mengundang kalangan media massa, kaum muda, mahasiswa dan para pemerhati lingkungan serta elemen gerakan, untuk berperan serta pada acara tersebut. Pemutaran film itu, kata Adam, sebagai aksi menyongsong peringatan Hari Air yang diperingati tiap 22 Maret.

"Kami juga akan menggelar aksi simpatik bertepatan dengan momentum Hari Air 22 Maret besok," ujar Adam.
Sekadar review, film "Tragedi Buyat" mengisahkan tentang kisah warga masyarakat di Teluk Buyat yang terkena limbah industri pertambangan berupa mercury. Film ini dibuat oleh WALHI bekerja sama dengan Jaringan Tambang (Jatam).

Kasus ini menimpa penduduk desa terpencil Buyat, Ratatotok, Kabupaten Minahasa, yang bertetangga dekat dengan PT Newmont Minahasa. Para penduduk ternyata diserang penyakit aneh.

Kesimpulan tim dokter menyebutkan, mereka terkena penyakit minamata, setelah diduga terkontaminasi logam berat arsen (As) dan mercuri (Hg) yang mencemari Teluk Buyat. Laporan Walhi, menyebutkan, dugaan pencemaran terjadi diakibatkan perusahaan tambang PT Newmont telah membuang limbah tailingnya ke laut. (END)

Sumber :
http://www.tribunpontianak.co.id/read/artikel/6498

WALHI: HENTIKAN PERLUASAN LAHAN SAWIT DI TNDS

Thursday, 22/04/2010/pk/20:38
Beberapa anggota Wahana lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Barat, Kamis, turun ke jalan guna menyerukan penghentian perluasan perkebunan sawit di kawasan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) Kabupaten Kapuas Hulu yang merupakan salah satu paru-paru dunia.

Pontianak, 22/4 (Antara/FINROLL News) - Beberapa anggota Wahana lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Barat, Kamis, turun ke jalan guna menyerukan penghentian perluasan perkebunan sawit di kawasan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) Kabupaten Kapuas Hulu yang merupakan salah satu paru-paru dunia.

Koordinator Aksi WALHI Kalbar Hendrik Husadan mengatakan, turun ke jalan itu dilakukan guna memperingati hari hari bumi, dengan harapan masyarakat maupun pelaku usaha perkebunan sawit dalam skala besar di provinsi itu menghentikan ekspansi dan eksploitasi terhadap lingkungan.

Ia mengatakan, semakin gencarnya perluasan sawit dan pertambangan di kawasan hutan, terutama di TNDS, maka kelangsungan bendungan alam itu semakin terancam. Sementara dampak positifnya hanya mampu memberikan "kesejahteraan" dalam jangka waktu pendek.

"Ancaman akibat rusaknya hutan sudah di depan mata, seperti bencana banjir, tanah longsor, asap akibat pembakaran lahan dan lain-lain," katanya.

Selain itu, juga akan memicu meningkatnya suhu bumi (pemanasan global) akibat dari semakin tipisnya hutan karena semakin maraknya pembabatan hutan baik oleh aktivitas pembalakan hutan secara liar, perluasan perkebunan dan pertambangan.

Dalam aksinya WALHI kembali mengingatkan ancaman perluasan perkebunan sawit di TNDS Kabupaten Kapuas Hulu, karena taman itu merupakan daerah tangkapan air, sebagai pengatur tata air bagi Daerah Aliran Sungai Kapuas.

Daerah yang terletak di hilir Sungai Kapuas sangat tergantung pada fluktuasi jumlah air yang tertampung di danau tersebut, katanya.

Tapi kini kelangsungan TNDS terancam oleh perluasan perkebunan sawit salah satunya oleh PT. Sinarmas Group akan mengembangkan perkebunan sawit di Kabupaten Kapuas Hulu seluas 160 ribu hektare dengan 10 anak perusahaannya dengan total investasi sebesar Rp4,5 triliun.

"Perusahaan sawit tersebut saat ini sedang gencar-gencarnya menebang hutan sekunder dan primer di kawasan TNDS sehingga sangat berbahaya bagi kelangsungan danau itu termasuk mengancam hulu Sungai Kapuas yang merupakan sumber air sebagian besar masyarakat provinsi Kalbar," kata Hendrik.

TNDS selama ini dikenal sebagai perwakilan ekosistem lahan basah danau, hutan rawa air tawar dan hutan hujan tropik di Kalimantan. Danau musiman yang berada di TNDS terletak pada sebelah cekungan Sungai Kapuas, sekitar 700 km dari muara yang menuju laut Cina selatan.

Data Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu luas Kapuas Hulu dari sekitar 29.850 kilometer persegi luas wilayahnya, 56,51 persen di antaranya sudah dialokasikan untuk kawasan konservasi, sisanya untuk perkebunan dan lain-lain.

Dalam tuntutannya WALHI Kalbar, menyerukan penghentian pembukaan kawasan perkebunan sawit dan pertambangan skala besar dan memaksimalkan perkebunan yang telah ada, usut tuntas kasus kriminalisasi masyarakat adat oleh pemilik perkebunan, tidak tegas perusahaan yang nakal serta yang telah melakukan pelanggaran dengan membuka lahan di kawasan hutan lindung.

Selain itu, menyerukan penghentian kebijakan ekspansi sawit di kawasan TNDS demi kelangsungan hidup masyarakat banyak dan generasi penerus mendatang.

Para aktivis WALHI dalam melakukan aksinya juga melakukan teatrikal yang menggambarkan, bagaimana arogansi pemerintah daerah, aparat penegak hukum dan pemilik modal perkebunan dan pertambangan dalam memperluas lahannya untuk kepentingan perusahaan.

Sementara masyarakat kecil kehidupannya semakin terjepit karena lahan yang selama ini berfungsi sebagai tempat mencari sesuap nasi telah dirampas paksa.

Aksi teatrikal itu dimulai sekitar pukul 10.30 WIB di Tugu Digulis Universitas Tanjungpura Pontianak. (U.A057/

Sumber:
http://www.news.id.finroll.com/rilis-press/255144-walhi-hentikan-perluasan-lahan-sawit-di-tnds.html

Catatan; tertulis di berita Hendrik Husadan, harusnya Hendrikus Adam

Buka-bukaan Mafia Pembalakan Liar di Kalbar

Kamis, 22/04/2010/pk/06:26
by. Teguh Imam Wibowo
Pontianak (ANTARA News) - Putusan bebas, tuntutan yang lemah secara hukum, dan sikap majelis hakim, menjadi bagian dari keresahan Kepala Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar, Sunarno, selama melihat proses penanganan kasus-kasus pembalakan liar di provinsi itu.

Pria paruh baya yang kerap bicara blak-blakan dengan wartawan ini bahkan yakin di Kalbar ada mafia pembalakan liar dari berbagai kasus yang pernah ditangani hingga pengadilan.

Mafia pembalakan liar ini tidak hanya melibatkan pihak luar, namun juga di internal Kementerian Kehutanan dan aparat penegak hukum lainnya.

"Saya siap buka kembali data-data mengenai kasus-kasus hukum yang terkait pembalakan liar di Kalbar," kata Sunarno kepada wartawan ketika menghadiri pernyataan tiga lembaga swadaya peduli lingkungan Kalbar mengenai dugaan mafia kehutanan di Cafe Tapaz, Pontianak, Rabu (21/4).

Bentuk dukungan Sunarno itu terlihat dari kehadirannya di acara tersebut melalui pemberitahuan tidak resmi para pengurus lembaga tersebut selaku pengundang.

Harapan Sunarno dan aktivis lingkungan hidup lainnya maupun masyarakat Kalbar mengenai penanganan yang adil terhadap kasus-kasus pembalakan liar kembali mencuat setelah ada pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono awal April sebelum berangkat ke Hanoi, Vietnam.

"Saya percaya ada mafia di illegal logging. Saya minta Satgas (Satgas Pemberantasan Mafia Hukum) harus bisa menjamah itu, untuk mengurangi bahkan menghentikannya," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Bandara Halim Perdana Kusumah, Jakarta, Rabu (7/4).

Menurut Presiden, pemberantasan mafia kasus pembalakan liar sangat penting selain untuk penegakan hukum juga untuk melestarikan hutan dan lingkungan hidup di seluruh wilayah Indonesia.

Sunarno menegaskan, untuk Kalbar ia siap memberi yang terbaik. Berbagai aktivitas penebangan membuat luas lahan kritis di dalam kawasan hutan produksi di Kalbar mencapai dua juta hektare.

"Lahan disebut kritis karena ada aktivitas di dalamnya," kata Kepala Dinas Kehutanan Kalbar Cornelius Kimha yang juga mantan Bupati Kabupaten Pontianak.

Aktivitas itu seperti pembukaan lahan untuk perkebunan, berladang, dan kebutuhan lainnya.

Sikap Hukum
Yayasan Titian, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia dan Lembaga Lembaga Pengkajian dan Studi Arus Informasi Regional (LPS-AIR) Kalbar pun menduga terdapat mafia dalam kasus pembalakan liar di provinsi itu sehingga banyak terdakwa yang akhirnya dinyatakan bebas.

"Meski kasus kejahatan kehutanan tergolong luar biasa, namun belum ada penanganan kasus yang menciptakan efek jera dan memenuhi rasa keadilan masyarakat Kalbar," kata Direktur Yayasan Titian Yuyun Kurniawan.

Ia mengatakan, perlu ditinjau kembali terhadap berbagai putusan yang "aneh" di bidang kejahatan kehutanan di Kalbar.

Ketiga lembaga ini akan mengumpulkan data mengenai dugaan mafia hukum tersebut sebelum dilaporkan ke Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Mereka juga akan memanfaatkan momentum Hari Bumi yang diperingati setiap tanggal 22 April.

Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Tian Hartono alias Buntia. Buntia merupakan Direktur PT Rimba Kapuas Lestari (RKL) yang ada di kawasan Hutan Lindung Lubuk Lintang, Kabupaten Sintang. Kasus ini mencuat tahun 2006.

Investigasi Dinas Kehutanan Kalbar menemukan jalan angkutan kayu atas nama PT RKL yang masuk ke dalam kawasan hutan lindung sepanjang 11.337,5 meter terdiri jalan utama 8.820 meter dan jalan cabang 2.517 meter.

Selain itu, ada tonggak kayu bekas tebangan di atas lahan seluas sekitar 140 hektare serta 1.365 pohon dengan perkiraan volume tegakan 10.600 meter kubik.

Buntia diancam berlapis dengan UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Tuntutan utama melakukan penebangan tanpa izin yang sah dari pejabat yang berwenang. Sedangkan tuntutan kedua Buntia telah memasukkan peralatan berat ke dalam kawasan hutan lindung yang tidak memenuhi keputusan Menteri Kehutanan. Jaksa meminta majelis menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dan denda Rp2 miliar.

Majelis hakim di Pengadilan Negeri Pontianak menyatakan Buntia tidak bersalah dalam penebangan tanpa izin, melainkan terbukti membawa alat ke hutan lindung. Hakim menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada Buntia dan denda Rp1 miliar dengan subsider empat bulan kurungan.

Namun Pengadilan Tinggi Kalbar mengurangi vonis itu menjadi hukuman penjara satu tahun, dan denda Rp500 juta. Sementara Mahkamah Agung akhirnya memvonis bebas Buntia dari segala tuntutan.

Kasus lain yang menarik perhatian masyarakat di antaranya Prasetyo Gow alias Asong yang divonis bebas majelis hakim Pengadilan Tinggi Kalbar. Ng Tung Peng alias Apeng, warga negara Malaysia yang hingga kini masih dalam daftar pencarian orang.

Selain itu ada lagi vonis bebas bersyarat terhadap M Sun`an dan Syaiful di tingkat pengadilan negeri serta Bupati Kapuas Hulu dalam kasus korupsi dana provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi.


Pengalaman Bersaksi
Sunarno mempunyai pengalaman tersendiri terhadap sejumlah kasus pembalakan liar di Kalbar yang ditangani penegak hukum.

Ia mencontohkan kasus Buntia. Keterangan di persidangan dari beberapa saksi terkesan aneh dan menggelikan baginya. "Ada petugas di dinas yang berpengalaman dengan peta hutan. Tetapi ketika ditunjukkan mengenai tapal batas, lalu bersaksi bahwa status batas yang dipermasalahkan dalam kasus Buntia, tidak jelas," kata Sunarno.

Selain itu, selama di persidangan hakim terkesan berpihak ke satu sisi saja. Saksi yang meringankan juga dari pihak konsultan yang pemahamannya tentang aturan kehutanan, kurang.

"Sebenarnya ada bukti otentik dari PT RKL yang secara tertulis menjelaskan mereka tidak menebang di Bukit Paku, tetapi di bukit lain yang masuk kawasan hutan lindung," katanya.

Pemeriksaan di lapangan juga menunjukkan ada kesalahan dari PT RKL dalam mengelola lahan di kawasan itu. Ia juga masih terheran-heran bahwa Buntia selaku terdakwa memiliki surat dari pejabat setingkat Dirjen di Kementerian Kehutanan kepada Menteri Kehutanan yang sifatnya rahasia.

"Saya menduga ini melibatkan orang dalam di lingkup kehutanan," kata Sunarno.

Majelis hakim yang menangani perkara Buntia di Pengadilan Negeri Pontianak mulanya diketuai D Tuwa Togu dengan anggota U Simangunsong dan Pangeran Napitupulu. Mulanya Sunarno yakin kepemimpinan D Tuwa Togu dapat membawa Buntia ke penjara dalam jangka waktu lama.

Namun di tengah masa persidangan, D Tuwa Togu dan Pangeran Napitupulu, pindah.

Buntia yang selama persidangan dikenai tahanan kota masih bisa pergi pulang ke Jakarta dari Pontianak. Sunarno juga mengungkapkan Buntia pernah satu pesawat dengan salah seorang jaksa yang menangani perkara itu menuju Jakarta.

Prasetyo Gow alias Asong yang tersangkut kasus seribu kubik kayu yang diangkut menggunakan dua kapal di Kabupaten Ketapang. Kayu yang diangkut tidak mempunyai Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH). "Ada staf di Dishut yang dapat menyediakan dokumen kayu itu sesudahnya. Itu tidak boleh," kata dia.

Satu minggu setelah vonis terhadap Buntia, ia mendapat informasi kalau hakim, jaksa bertemu dengan kerabat Buntia di satu meja.

Sedangkan di Kabupaten Sintang ada perkara dengan terdakwa Rudy karena kepemilikan kapal pembawa kayu tanpa izin. Majelis hakim kemudian memutuskan barang bukti berupa kapal dan kayu untuk dikelola Rudy.

Ia sepakat bahwa tidak mudah untuk membasmi mafia kasus pembalakan liar.

"Tapi kalau mau ditelusuri, sebenarnya sangat mudah. Tergantung niat untuk memberantas, sampai mana," demikian Sunarno. (T011/K004)

Sumber:
http://antaranews.com/berita/1271892375/buka-bukaan-mafia-pembalakan-liar-di-kalbar

WALHI ADAKAN SEMINAR PERMASALAHAN SAWIT DI KALBAR

Tuesday, 11/05/2010/pk/22:23
Wahana lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Barat mengadakan seminar tentang permasalahan perluasan sawit di provinsi tersebut Rabu (12/5).
Pontianak, 11/5 (Antara/FINROLL News) - Wahana lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Barat mengadakan seminar tentang permasalahan perluasan sawit di provinsi tersebut Rabu (12/5).

"Seminar bertujuan untuk menganalisa dan menguak berbagai polemik perluasan lahan sawit di Kalbar dalam beberapa dekade terakhir," kata Kepala Divisi Riset dan Kampanye WALHI Kalbar, Hendrikus Adam, di Pontianak, Selasa.

WALHI mencatat tidak sedikit perluasan perkebunan sawit di Kalbar yang pada akhirnya menimbulkan polemik, karena sering merugikan masyarakat adat pemiliki lahan.

Selain itu, maraknya perluasan perkebunan sawit juga sering melanggar batas-batas hutan masyarakat dan hutan konservasi sehingga menimbulkan perlawanan dari masyarakat serta berdampak negatif pada lingkungan sekitar perkebunan.

Maksud dan tujuan seminar publik tersebut, yakni saling tukar pendapat mengenai permasalahan yang timbul akibat perluasan sawit, mengingatkan ancaman perluasan perkebunan sawit bagi kelestarian lingkungan di Kalbar.

Selain itu, diharapkan dari seminar publik itu akan ada solusi dari para narasumber yang berkompeten, serta adanya rekomendasi bersama mengenai berbagai permasalahan yang timbul akibat perluasan sawit.

Seminar publik itu akan diselenggarakan pada Rabu (12/5) di Aula Magister Ilmu Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak, dengan menghadirkan narasumber, Abet Nego Tarigan (Sawit Watch) sub tema "Outlook perkebunan sawit internasional, nasional dan Kalbar".

Direktur Walhi Kalbar, Hendi Candra "Monokultur sawit dalam perspektif di Kalbar", Kepala Dinas Perkebunan Kalbar "Kebijakan pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kalbar". Dari anggota DPRD Kalbar, "Tindakan politik dalam menyikapi permasalahan atau kasus-kasus perkebunan sawit di Kalbar".

Selain itu, juga rekonstruksi oleh Sekjen petani sawit dari Kabupaten Sanggau dan Sekadau "Dampak pembangunan perkebunan sawit yang dirasakan oleh petani sawit", serta rekonstruksi oleh masyarakat ekspanding "Dampak yang dirasakan oleh masyarakat lokal akibat perluasan perkebunan sawit", kata Hendrikus. [U.A057/]

Sumber:
http://news.id.finroll.com/home/archive/263909-walhi-adakan-seminar-permasalahan-sawit-di-kalbar.html

WALHI KALBAR: HENTIKAN EKSPLOITASI TERHADAP LINGKUNGAN

Wednesday,24/03/2010/pk/01:08
Puluhan anggota Wahana lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Barat, Selasa, turun ke jalan guna menyerukan hentikan eksploitasi terhadap lingkungan.

Pontianak, 23/3 (Antara/FINROLL News) - Puluhan anggota Wahana lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Barat, Selasa, turun ke jalan guna menyerukan hentikan eksploitasi terhadap lingkungan.

Koordinator Aksi dari WALHI Kalbar, Hendrik Husadan, mengatakan aksi turun ke jalan itu berkaitan dengan peringatan Hari Air Internasional, Senin (22/3) dengan harapan baik masyarakat maupun pelaku usaha perkebunan sawit dalam skala besar di provinsi itu menghentikan ekspansi dan eksploitasi terhadap lingkungan.

Ia mengatakan, sebagai negara kepulauan Indonesia seharusnya tidak mempermasalahkan tentang layanan air. Tapi kenyataannya air termasuk kebutuhan yang mendasar karena air yang ada saat ini kondisinya sudah tercemar.

Penduduk Kota Pontianak saja saat ini cukup sulit untuk mendapatkan air bersih. "Sebagian besar masyarakat Pontianak harus membayar mahal untuk memperoleh air, meskipun air tersebut masih tercemar limbah akibat aktivitas penambangan liar dan perambahan hutan," katanya.

Dalam aksinya WALHI kembali mengingatkan ancaman perluasan sawit di Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) di Kabupaten Kapuas Hulu, karena taman itu merupakan daerah tangkapan air, sebagai pengatur tata air bagi Daerah Aliran Sungai Kapuas.

Daerah yang terletak di hilir Sungai Kapuas sangat tergantung pada fluktuasi jumlah air yang tertampung di danau tersebut, katanya.

Tapi kini kelangsungan TNDS terancam oleh perluasan perkebunan sawit salah satunya oleh PT. Sinarmas Group yang akan mengembangkan perkebunan sawit di Kabupaten Kapuas Hulu seluas 160 ribu hektare dengan 10 anak perusahaannya dan total investasi sebesar Rp4,5 triliun.

"Perusahaan sawit tersebut saat ini sedang gencar-gencarnya menebang hutan sekunder dan primer di kawasan TNDS sehingga sangat berbahaya bagi kelangsungan danau itu termasuk mengancam hulu Sungai Kapuas yang merupakan sumber air sebagian besar masyarakat provinsi Kalbar," katanya.

TNDS selama ini dikenal sebagai perwakilan ekosistem lahan basah danau, hutan rawa air tawar dan hutan hujan tropik di Kalimantan. Danau musiman yang berada di TNDS terletak pada sebelah cekungan Sungai Kapuas, sekitar 700 km dari muara yang menuju laut Cina Selatan.

Dalam tuntutanya WALHI Kalbar, menyerukan penghentian ekspansi perkebunan dan pertambangan dalam skala besar, penghentian privatisasi dan komersialisasi air, stop penebangan hutan secara liar, penghentian perluasan sawit di kawasan TNDS.

Para aktivis WALHI dalam melakukan aksinya membawa berbagai poster yang intinya menolak perluasan sawit, penambangan dan penebangan hutan secara liar dengan mengelilingi kawasan Tugu Digulis Universitas Tanjungpura Pontianak.

Data Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu luas Kapuas Hulu dari sekitar 29.850 kilometer persegi luas wilayahnya, 56,51 persen di antaranya sudah dialokasikan untuk kawasan konservasi, sisanya untuk perkebunan dan lain-lain.
[U.A057/]

Sumber :
http://news.id.finroll.com/nasional/lingkungan/240659-walhi-kalbar-hentikan-eksploitasi-terhadap-lingkungan.html

Makelar Lahan Kuasai Kalimantan Barat

23/03/2010
PONTIANAK Tumpang-tindih ini lahan perkebunan rian tambanu di kawasan hutan produksi dan hutan lindung di Kalimantan Barat semakin marati Menteri Kehutanan diharapkan melaporkannya sebagai tindakan korupsi kp Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Cadangan hutan di Kalimantan Barat semakin parah dibabat untuk dijadikan perkebunan sawit dan pertambangan akibat beberapa bupati seperti raja-raja kea] yang tidak mau lagi mengindahkan aturan Lingkungan," kata Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat Blasius Hendi Candra kemarin.Hendi menunjuk di antaranya area perkebunan kelapa sawit seluas 6.000 hektare di Desa Pamayam. Kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak, yang berada di kawasan hutan produksi milik PT Sinar Kalbar Raya, Bumi Raya Group.

Herman Yani. Koordinator Eksekutif WWF Kalimantan Barat, setuju Kementerian Kehutanan segera menggandeng KPK melakukan upaya hukum. "Jual-beli izin lahan oleh broker lahan di Kalimantan Barat sekarang ini makin marak," kata dia. Kepala Bidang Keamanan dan Penyuluhan Hutan di Dinas Kehutanan Kalimantan Barat, Soenarno, mengakui sekitar 1,5 juta hektare kawasan hutan telah beralih fungsi menjadi perkebunan dan pertambangan secara ilegal. Tumpang-tindih perizinan itu terjadi hampir merata.

Sumber :
http://bataviase.co.id/node/140952

Perkebunan Sawit Diharapkan Tidak Tabrak Hutan Lindung

Sabtu, 09/01/2010/pk/22:03

Semitau, Kalbar, (berita2.com) :
Ketua Dewan Adat Dayak Kecamatan Semitau, Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat, Cyrilius Daison mengharapkan pengembangan perkebunan sawit di daerah tersebut tidak menabrak kawasan hutan lindung.

"Kami berharap pemilik perkebunan konsisten dan tetap komitmen awal tujuan dikembangkannya sawit untuk kesejahteraan masyarakat dan tidak menabrak kawasan hutan lindung, seperti Taman Nasional Danau Sentarum yang termasuk kawasan konservasi dan paru-paru dunia," kata Cyrilius Daison di Semitau, saat berdialog dengan manajemen PT Sinarmas Group, salah satu pemilik perkebunan sawit terbesar di Kabupaten Kapuas Hulu, Sabtu.

Ia mengatakan, selagi pemilik perkebunan tidak melanggar komitmen awal tersebut maka tidak ada salahnya sektor perkebunan itu dikembangkan.

"Kami akan terus memantau perkembangan perluasan sawit di kawasan TNDS. Kalau ditemukan pelanggaran akan kami dialogkan dengan pemilik perusahaan agar tidak menabrak kawasan hutan lindung," katanya.

Bupati Kapuas Hulu, Abang Tambul Husin membantah kalau perluasan perkebunan sawit di kabupaten itu sudah masuk kawasan konservasi.

"Kita jangan alergi sawit dan jangan ikut-ikutan Eropa yang menolak sawit karena ada kepentingan lain," ujarnya.

Ia menjelaskan, luas Kapuas Hulu sekitar 29.850 kilometer persegi, 56,51 persen di antaranya sudah dialokasikan untuk kawasan konservasi.

"Tapi kenapa giliran kami mau mengembangkan perkebunan sawit masih dihalang-halangi oleh dunia luar melalui LSM-nya," kata Tambul.

Tambul Husin menjelaskan, Kapuas Hulu harus memilih mengembangkan sektor perkebunan apa saja setelah sumber daya alam kayunya habis ditebang pada era Orde Baru lalu.

"Hutan lindung yang kami miliki bukan untuk menyengsarakan masyarakat tetapi untuk kesejahteraan," katanya.

Humas PT Sinarmas Group Semitau, Jailani, mengatakan perusahaan itu saat ini sedang mengembangkan perkebunan sawit sejak 2007.

Ia mengatakan, PT Sinarmas Group akan mengembangkan perkebunan sawit di Kabupaten Kapuas Hulu seluas 100 ribu hektare. Dari jumlah itu hingga kini yang sudah tahap pembersihan lahan hingga penanaman sekitar 30 persen.

Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalbar, mengingatkan adanya ancaman perluasan sawit di provinsi itu terhadap pelestarian TNDS sebagai kawasan konservasi, di Kabupaten Kapuas Hulu.

"Saat ini ada 10 perusahaan besar yang sedang mengembangkan perkebunan sawit di sekitar TNDS yang hutannya termasuk paru-paru dunia," kata Direktur WALHI Kalbar, Hendi Chandra.

Kesepuluh perusahaan yang sedang memperluas perkebunan sawit di sekitar TNDS, di antaranya PT. Smart Group seluas 22.010 hektare, Borneo Group 18.990 hektare, PT. Rimba Utara 20.000 hektare, PT. Bumi Tani Jaya 7.340 hektare, dan PT. Kartika Prima Cipta (Sinarmas Group), katanya.

"Kesepuluh perusahaan itu saat ini sedang gencar-gencarnya menebang hutan sekunder dan primer di kawasan TNDS," katanya.

Tindakan itu menurut ia, sangat berbahaya bagi kelangsungan danau itu termasuk mengancam hulu Sungai Kapuas yang merupakan sumber air sebagian besar masyarakat provinsi Kalbar.

TNDS selama ini dikenal sebagai perwakilan ekosistem lahan basah danau, hutan rawa air tawar dan hutan hujan tropik di Kalimantan. Danau musiman yang berada di TNDS terletak pada sebelah cekungan sungai Kapuas, sekitar 700 km dari muara yang menuju laut Cina Selatan.

Merupakan daerah tangkapan air, sebagai pengatur tata air bagi Daerah Aliran Sungai Kapuas. Daerah yang terletak di hilir Sungai Kapuas sangat tergantung pada fluktuasi jumlah air yang tertampung di danau tersebut.

Dari data WWF (World Wide Fund for Nature) Kalbar, TNDS memiliki ratusan jenis fauna, di antaranya mamalia (Mamal) sebanyak 147 jenis, hampir 64 persen mamalia di Kalimantan terdapat di TNDS, sebanyak 31 jenis reptilia (Reptil) salah satunya buaya katak (Crocodylus raninus) yang di asia telah dinyatakan punah sejak 500 tahun lalu,fauna jenis afes (burung) sebanyak 310, serta sebanyak 265 jenis ikan, dengan jumlah jenis ikannya lebih banyak dari semua jenis ikan air tawar di seluruh benua Eropa.

Kabupaten Kapuas Hulu memiliki luas kawasan lindung, taman nasional dan hutan lindung sekitar 1.626.868 hektare atau 54,59 persen, kawasan budidaya hutan sekitar 764.543 hektare atau 25,65 persen dan kawasan budidaya pertanian bukan danau sekitar 588.481 hektare atau 19,75 persen, serta kawasan danau sekitar 17.925 hektare.(*un)

Sumber :
http://www.berita2.com/lingkungan.html?start=5

Walhi: Perusahaan Sawit Penyebab Kebakaran Hutan Kalbar (1)

Senin, 28/09/2009/pk/08:47
By. Heriyanto dan Aceng Mukaram, Kontributor KBR68H Pontianak

Ilustrasi : pulp-dan-kertas-indonesia.blogspot.com
Bencana kabut asap selalu saja muncul di Kalimantan Barat setiap kali musim kering tiba. Dampak yang ditimbulkan cukup besar. Dari masalah kesehatan seperti meningkatnya jumlah penderita infeksi saluran pernapasan sampai masalah transportasi yakni terganggunya penerbangan. Giri Darmoko dari Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika Supadio, Pontianak mengatakan, setiap tahunnya pada bulan Agustus merupakan puncak musim kering dan akibat sering terjadi kebakaran hutan.

“Para petani juga sudah mulai membuka lahan pertaniannya dan kadangkala tidak terkontrol sehingga tentu saja akibatnya bisa menimbulkan kabut asap yang mengganggu terutama dari segi kesehatan dan juga nanti jika sudah parahnya itu akan mengganggu transportasi,” tambah Giri Darmoko.

Sampai saat ini masalah kabut asap belum bisa diselesaikan. Pemerintah Daerah tampaknya kesulitan mengatasi kabut asap itu. Sebaran titik api atau hotspot naik turun sepanjang tahun.

Menurut Wuyi Bardani dari Badan Lingkungan Hidup Kalbar, kabut asap menyebabkan Indeks Standar Pencemaran Udara atau ISPU meningkat.
“Untuk kabut asap, ISPU ini sepanjang tahun pada musim kemarau terus fluktuatif, tinggi rendah angkanya akan tinggi jika banyaknya titik api atau pembakaran lahan baik oleh masyarakat maupun yang sengaja dibakar oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” kata Wuyi.

Lantas, sebenarnya apa penyebab terjadinya kabut asap ini? Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Kalbar memaparkan perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit besar adalah pihak paling bertanggungjawab. Mereka membuka perkebunan dengan cara bakar lahan sehingga muncul kabut asap yang melayang di langit Kalimantan Barat. Selain para perusahaan, pembakaran lahan juga dilakukan petani. Namun, mereka hanya bagian kecil penyumbang kabut asap.

Juru Bicara Walhi Kalbar, Hendy Candra, mengatakan Walhi memegang foto sebagai bukti adanya aktivitas pembakaran lahan oleh perusahaan perkebunan.
“Data kita bulan Juli lalu sekitar kurang lebih 40-an perusahaan yang terdapat titik api pembakaran, melakukan pembakaran lahan dan itu yang menyumbang paling besar, karena yang namanya 1 perusahaan saja konversinya sampai 5 ribu hektar atau 10 ribu hektar,” papar Hendy Candra.

Ilustrasi : www.greenpeace.org (bagian 2 selesai)
Kebakaran hutan di Kalimantan Barat ditengarai dilakukan oleh puluhan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Padahal Undang-undang Perkebunan jelas-jelas melarang pelaku usaha perkebunan membuka lahan dengan cara pembakaran.
Agustus lalu, Walhi dan Greenpeace menggelar aksi memprotes perkebunan kelapa sawit Sinarmas di Suhaid, Kapuas Hulu. Perusahaan ini dinilai telah merusak hutan dan membersihkan lahan dengan cara membakar.

Namun, aksi ini ditentang perusahaan dan masyarakat setempat. Masyarakat setempat rupanya telah mengizinkan perusahaan membuka perkebunan di wilayah mereka. Adalah Camat Suhaid, Dasniar, yang paling keras menolak aksi protes ini. Ia menyangkal perusahaan Sinarmas telah merusak lingkungan.

“Jika kita ingin bicara lingkungan, di Kalis Putusibau, ada mungkin 24 jam api dan asap tidak berhenti sampai saat ini mengapa itu tidak anda (walhi) protes kan, ini di luar kawasan camp, milik orang bukan milik perusahaan. Jadi saya pikir ini, oh itu karena itu hanya milik masyarakat kita ndak dapat duit apa-apa,” kata Dasniar.
Walhi minta pemerintah daerah menindak tegas perusahaan perkebunan yang terbukti membuka perkebunan dengan cara membakar lahan. Juru bicara Walhi Kalbar, Hendy Candra, mengatakan selama perusahaan sawit masih membuka hutan dan membakar lahan masalah kabut asap tidak akan pernah tuntas.

“Ketika hutan dibuka dan lahan gambut dibuka yang hamparan luas skala besar, itu khan akan menimbulkan pengeringan, sehingga hamparan gambut yang tersebar di Kalimantan Barat ini kurang lebih satu juta tujuh ratusan ribu hektar ini akan mudah terbakar,” kata Hendy.

Sumber:
http://www.greenradio.fm/index.php?option=com_content&view=article&id=1166:walhi-perusahaan-sawit-penyebab-kebakaran-hutan-kalbar-bag1&catid=1:latest-news&Itemid=338

Hendi Direktur Eksekutif Walhi Kalbar 2009

31/10/2009

[LANDAK] Blasius Hendi Chandra terpilih menjadi Direktur Eksekutif Walhi Kalbar. Ia memperoleh 7 suara sementara Giring kandidat yang lain mendapatkan 5 suara.
Hendi terpilih dalam mekanisme voting.

Terpilihnya Hendi untuk kepengurusan 2009-2013 dalam Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup [PDLH] VII Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar, yang diselenggarakan di Paroki Menjalin, Kabupaten Landak, 27-28 Oktober 2009.

Pertemuan ini dihadiri semua elemen anggota Walhi Kalbar, NGO dan masyarakat. Selain itu Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Berry Nahdian Furqan dan Dewan Nasional Walhi juga hadir melihat suksesi kepemimpinan Walhi Kalbar.

Dalam pidato politiknya, Hendi mengatakan banyak tugas berat terkait
persoalan lingkungan yang akan dihadapi di masa datang sehingga
dibutuhkan kerja keras bahu membahu dari semua elemen baik anggota Walhi maupun multi pihak yang peduli terhadap lingkungan.

“Kita hingga saat ini dan dimasa yang akan datang akan terus berhadapan dengan kekuatan modal besar yang masuk ke Kalbar dan cenderung tidak peduli dengan persoalan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat” kata Hendi. [Heri Mustari]

Sumber :
http://akcayanews.com/?p=232

Proses Suksesi Walhi Demokratis

31/10/2009

LANDAK] Proses suksesi kepemimpinan Walhi Kalbar dinilai demokratis.
Pernyataan ini disampaikan oleh Berry Nahdian Furqan, Direktur Eksekutif Nasional Walhi setelah melihat proses suksesi kepemimpinan Walhi Kalbar. Berry bersama Nurdin, Dewan Nasional Walhi sengaja datang ke Kalbar untuk melihat situasi lingkungan hidup di Kalbar.

Menurut Berry, Walhi Kalbar sudah sangat baik dan diharapkan kepengurusan kedepan akan lebih giat melakukan kampanye lingkungan.

“Ini dinamika kita dan sudah ada banyak pekerjaan yang menunggu untuk ditindaklanjuti. Aman yang baik dari pengurusan sebelumnya harap bisa ditingkatkan, sementara kekurangan yang ada bisa dijadikan bahan evaluasi bersama,” kata Berry.

Dalam suksesi kepemimpinan Walhi Kalbar terpilih Blasius Hendi Chandra sebagai Direktur Eksekutif Daerah. Sementara Pius Daren ditetapkan sebagai Ketua Dewan Daerah Walhi Kalbar. Kedua orang ini terpilih dalam Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup [PDLH] VII Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar, diselenggarakan di Paroki Menjalin, Kabupaten Landak, 27-28 Oktober 2009. [Heri Mustari]

Sumber : http://akcayanews.com/?p=235

Selasa, 01 Juni 2010

Tentang Walhi Kalbar

LATAR BELAKANG
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalbar adalah sebuah forum organisasi non-pemerintah (ornop) dan kelompok masyarakat yang memiliki kepedulian pada masalah-masalah lingkungan hidup di Kalbar. Forum ini di dirikan pada tahun 1990 di Kalbar sebagai reaksi dan keprihatinan atas masalah-masalah lingkungan hidup serta ketidak-adilan dalam pengelolaan sumber daya alam, yang di akibatkan oleh kegiatan pembangunan di Kalimantan Barat

Forum tertinggi WALHI dalam pembuatan kebijakan / keputusan adalah Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH) yang dilakukan setiap 3 tahun dan ditingkat daerah adalah Pertemuan daerah Lingkunagn Hidup (PDLH). Forum ini menerima dan mengesahkan pertanggung jawaban Eksekutif daerah dan Dewan Daerah ; mengevaluasi kegiatan yang dilakukan oleh seluruh komponen WALHI selama 1 periode ; merumuskan strategi dan kebijakan dasar WALHI. Pertemuan ini dihadiri dengan tegas tidak menerima sumbangan atau hibah dari perorangan / lembaga yang terbukti sebagai perusak lingkungan seperti Bank Dunia, HPH, Perusahaan perkebunan kelapa sawit dan HTI

VISI WALHI KALIMANTAN BARAT 2009-2013
Menjadi gerakan sosial lingkungan yang kuat, populis dan dinamis-konsisten dalam memperjuangkan akses dan kontrol rakyat atas lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan di Kalimantan

MISI WALHI KALIMANTAN BARAT 2009-2013
(1)Memperkuat konsolidasi anggota lembaga, perorangan dan sahabat Walhi serta mitra-mitra potensial sehingga menjadi organisasi lingkungan berbasis rakyat;(2)Memperkuat dan memastikan gerakan politik rakyat mampu melawan penindasan dan ketidakadilan secara efektif;(3)Memperkuat akses dan kontrol rakyat atas lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan;(4)Menumbuhkan kesadaran dan kepedulian publik pada persoalan-persoalan lingkungan hidup;(5)Adanya jaminan keselamatan kawasan-kawasan ekologi genting sebagai sumber-sumber kehidupan rakyat dari ancaman ekspansi modal skala besar

PENDANAAN
Sumber pendanaan Walhi diperoleh dari : iuran anggota ; sumbangan masyarakat, swasta, atau lembaga dana lainnya baik nasional maupun internasional sepanjang tidak mengikat dan tidak bersumber dari kegiatan yang merusak lingkungan hidup dan merugikan masyarakat; serta usaha-usaha lain yang legal dan tidak bertentangan dengan visi dan misi Walhi. Dana tersebut kemudian dikelola berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan yang benar dan dipertanggungjawabkan secara berkala kepada komponen Walhi yang berwenang.

SIAPA WALHI KALIMANTAN BARAT
Walhi Kalbar merupakan sebuah forum NGOs yang terdiri dari anggota lembaga dan anggota individu. Adapun anggota Lembaga terdiri dari; (1) Institut Dayakologi/ID, (2) Lembaga Bela Banua Talino/LBBT, (3)Program Pemberdayaan Sistem Hutan Kerakyatan/PPSHK, (4) PPSDAK, (5) CASSIA LESTARI, (6) Lembaga Gemawan, (7) Komite HAM, (8) Pancur Kasih, (9) Riak Bumi, (10) Lembah, (11)Elpagar.

Sedangkan Anggota individu Walhi Kalbar, diantaranya;(1) Hardionomoko, (2) Jamaludian, (3) Momonus, (4) Leuten, (5) Albertus Amed, (6)Hadrianus Lukas, (7) Dariyus Sila, (8) Marius Segiman, (9) H. Gimawan D, (10) Adil Bertus As, (11) Rufinus Astomo, (12) Cosmas, (13) Marsiana Ekawati, (14) Suriyanto, (15) Abdul Aziz WS, (16) Laurensius Kurnain, (17) Faustinus Liongkun, (18) Yunus Somegadi, (19)Sekundus Ritih, (20) C. Djelani, (21) Cion Aleksander, (22) Aleksius Saman, (23) Joni Rudwin, S.Sos, (24) M. Syamsuri, (25) Joko Waluyo, (26) Ir. Tedjo Sukmono, A.Pi, M.Si, (27), Mila, SE, (28) Donna Youlla, (29) Mina Susana Setra, (30) Happy Hendrawan, (31) Wening Prati Asa, (32) Aprilius Siban, SIP, (33) Norman Jiwan, dan (34) Abulipah.

Bagaimana menjadi anggota Walhi Kalbar?
Pada prinsipnya semua organisasi masyarakat sipil yang bersedia menerima statuta dan memenuhi syarat serta prosedur berhak mengajukan diri menjadi anggota Walhi kalbar. Syarat menjadi anggota adalah organisasi masyarakat sipil tersebut tidak berafiliasi partai politik, organisasi politik, institusi pemerintah atau TNI dan Polri; Tujuan dan kegiatannya tidak bertentangan dengan visi dan misi Walhi; Aktif dalam melakukan kegiatan advokasi yang berhubungan dengan pelestarian serta pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
Kalimantan Barat

Jl. M. Syafe’i, Komplek Untan No. P-30
Kelurahaan Bangka Belitung RT01 / RW05
Pontianak Selatan, 78124
Telp / Fax. +62 561 731059
Email : walhi@ptk.centrin.net.id